"Kenapa lo tiba-tiba mau nunjukin gue?" tanya Adora seraya memasuki kamar Kaiden.
Kamar itu sedikit berubah sejak pertama kali Adora masuk, lebih banyak barang di dalamnya.
Kaiden yang sedang duduk di depan pianonya menoleh sebentar ke arah Adora yang sedang bersandar di tembok di samping pintunya berada. Kaiden kemudian membuka cover pianonya, "Ya biar lo tahu aja, ini hal yang lo dengar setiap malam," jawab Kaiden.
Adora terdiam. Sebenarnya bukan hal itu yang membuat Adora senang mendengarkan Kaiden bermain piano, tetapi kemampuan piano itu yang membuatnya tertidur. Dan entah mengapa ... Adora jadi merasa bersalah karena hal ini.
Kasihan juga jika Kaiden salah paham, kan?
"Lo mau coba?"
Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Adora. Adora mengerjap sebentar.
"Susah, gak?" Respon itu yang pertama kali muncul di dalam kepalanya.
Kaiden berdiri dari tempat duduknya, "Tergantung lo-nya, pendapat lo setelah lo pakai," jawab Kaiden, gesturnya mempersilahkan Adora mendekat dan duduk di kursi piano itu.
Adora menghela napas, memutuskan untuk mendekat ke arah alat musik itu. Tidak ada salahnya ia mencoba, kan? Lagipula Kaiden juga yang menawarkan.
"Tapi mungkin agak sulit sedikit buat lo," ujar Kaiden kemudian ketika Adora sudah duduk di sana.
Adora mendongak, menatap Kaiden yang sedang berdiri di belakangnya, menunduk menatapnya.
"Kenapa?" tanya Adora bingung.
"Tangan lo kecil."
Sialan.
Adora mendengus, "Lo bisa gak ngejek badan gue sehari aja, gak?" tanya Adora kesal.
Kaiden menggeleng, "Gak."
Kaiden menunjuk tuts berwarna putih di bagian kiri ke-dua, "Ini G."
"Itu tuts piano," ralat Adora.
Kaiden menatap gadis itu tidak percaya, ia terkekeh sebentar lalu menggeleng, "Jokes lo gak banget," komentar Kaiden.
Adora mendongak, masih ada sisa senyuman di bibir Kaiden, "Tapi lo ketawa, kan?" tanya Adora sambil menunjuk wajah Kaiden, "Tuh, buktinya," lanjut Adora tidak mau kalah.
Kaiden mendatarkan wajahnya, "Gak."
Adora kembali menatap piano itu, "Ini kedengarannya sampai mana?" tanya Adora kemudian.
Kaiden menggeleng, "Gak tahu, mungkin kedengaran satu lantai," jawabnya.
Adora menatap horor piano itu, "Gak, ah. Kalau gue main terus mainnya jelek gimana?"
"Paling Mama datang, ngusir lo dari kos-an," jawab Kaiden enteng.
Adora mendelik kesal, "Terus lo bakalan hidup tenang, gitu?" tebak Adora.
Kaiden tidak menjawab, matanya sibuk meneliti alat musik di depannya. Dan Adora—
Sialan, ia tidak merespon apa-apa. Atau Adora terlalu berlebihan? Mungkin Adora harus meminta maaf—
"Suara piano itu, kenapa lo suka?" tanya Kaiden.
Kali ini Adora terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Apa ia harus jujur soal itu? Ia tidak mau menyakiti perasaan Kaiden—sejak kapan pula ia baik pada manusia ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
night
Romance"Kita putus." Adora menatap lurus mata Juan, tidak ada keraguan di dalam kalimat yang baru saja ia ucapkan. Juan terdiam sejenak, "Are you sure?" Tentu saja Adora yakin. Apa yang membuatnya tidak yakin untuk memutuskan laki-laki yang dengan mudahnya...