"Rumahnya seperti rumah Tok Aba yang dulu sebelum direnovasi karena kami bertujuh ikut tinggal, alasannya sudah pasti karena sempit." Gempa tersenyum, rasanya nostalgia melihat rumah Tok Aba yang hanya ada sedikit perubahan dari aslinya ini.
Boboiboy tertawa renyah, "Sudah sedikit renovasi sebenarnya, tapi hanya sedikit. Karena ada alasan tertentu tentu saja."
"Alasan apa?" Penyakit kepo Blaze kambuh.
"Nanti kalian juga tahu."
"Dih, ga asik ahh."
"Gausah banyak tanya!" Ice kesal sendiri dengan saudaranya itu. Tanya sendiri cemberut sendiri, maunya apa coba?
Si dino oren hanya bisa geleng-geleng kepala. Begini ya rasanya mempunyai saudara? Selama ini ia ingin sekali bergabung dengan para elementalnya jika bermain, tapi apalah daya dia sendiri bergabung dengan elementalnya tiap kali mengaktifkan kuasa. Dia ikut bermain, tapi juga tidak. Dia terkadang membiarkan mereka mengambil alih sepenuhnya saat berpecah.
Khusus jika berpecah hanya untuk bermain-main mengisi kejenuhan saja. Jika sedang bertarung ... ah, sudahlah. Yang ada teman-temannya justru repot karena kelakuan para elementalnya. Sudah pasti mereka tidak peduli harus menekan daya hancur sampai dititik mana. Jelas yang ada di pikiran mereka hanya tentang musuh kalah, tidak peduli bagaimana pun caranya dan bagaimana nantinya jika mereka menggunakan kekuatan berlebihan.
Intinya berbahaya!
Yah, meskipun beberapa kali dia sendiri kehilangan kontrol dan elementalnya menguasai dirinya sepenuhnya.
Untung masih bisa ditangani.
"Silakan masuk, anggap rumah sendiri." Boboiboy menyambut dengan ramah.
"Wahh, bikin nostalgia! Dulu letak barang-barang Tok Aba juga gini!" seru Thorn semangat.
"Memang di kalian berubah banget?"
"Banget, rumah di perbesar dan ditambah kamar atas sama bawahnya. Depan, belakang, samping, dalam rumah penuh tanaman Thorn. Sendal berserakan, barang-barang nggak pernah rapi kalo TTM di rumah." Ice tumben-tumbenan mau bicara panjang lebar.
Saudara-saudaranya sontak menatap Ice, bahkan mata mereka melotot membuat sang empu tidak nyaman.
"Apa?!" tanyanya galak.
"INI SERIUSAN LO, ICE? JANGAN-JANGAN LO KESURUPAN LAGI! WOYYY YANG NGERASUKIN ICE! GUE EMANG GA BERANI-BERANI AMAT JADI ORANG, TAPI KALO SAMPE NGERASUKIN ADEK GUE, GUE BAKAL BUAT LO MATI LAGI" Blaze berteriak tidak jelas sambil mengguncang tubuh Ice dengan kencang.
"Woi, Blaze! Lo mau bunuh Ice? Diguncangin sekenceng itu ntar otaknya tambah geser gimana?" Ini niatnya ngeredam keributan apa nambah keributan?
Gempa menepuk dahinya, tidak kakak, tidak adik, tidak ada yang benar. Tangannya bergerak menjewer telinga Taufan dan sebelah lagi menarik kerah baju Blaze. Ice sudah sempoyongan hampir terjatuh jika tidak ditahan Solar.
Berbeda dengan Solar yang menatap nanar kakak kelimanya, Thorn justru menatapnya polos dan mengatakan hal yang membuat semuanya gemas ingin menceburkannya ke laut.
"Kak Ice, jangan mati dulu. Kita belum balik, ntar kalau dikuburnya di sini kalau mau ziarah susah harus pindah dimensi dulu."
Halilintar lebih memilih masuk ke dalam, sama sekali tidak peduli pada kegilaan adik-adiknya. Boboiboy mengikuti Halilintar, toh para elemental seharusnya sudah paham betul setiap sudut rumah ini. Meskipun itu yang dulu, tapi tidak mungkin akan mudah lupa untuk sebuah kenangan, kan?
Ternyata Halilintar menuju dapur, lalu tanpa permisi langsung mengambil gelas dan menuang air. Tampaknya dia kehausan setelah semua yang terjadi, atau hanya sekedar untuk mendinginkan kepalanya. Boboiboy tidak ambil pusing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elemental Brothers to Boboiboy Galaxy World
PertualanganBermula dari TTM yang menemukan benda bulat aneh dan dengan bodohnya mereka bawa pulang untuk ditunjukkan pada saudara-saudaranya, berlanjut Solar yang tangannya gatal mengutak-atik benda itu. Tanpa sengaja dia mengaktifkan tombol pada benda yang mi...