10. Rahasia

1.4K 169 45
                                    

Malam kala itu begitu sepi, hanya segelintir orang yang masih berlalu-lalang di jalanan. Entah pulang, berangkat, atau hanya sekedar keluar guna meluruhkan segala beban pikiran.

Angin berembus cukup dingin namun menyegarkan, tidak banyak karbondioksida yang keluar di masa-masa tenang seperti ini. Pemandangan yang cukup temaram, lampu-lampu yang sudah cukup banyak dimatikan, juga pantulan sang Dewi bulan dalam tenangnya riak air danau.

"Indah."

Pria dewasa yang sedang berjalan santai itu menoleh ke sampingnya; bocah berumur 7 tahun yang terpana melihat pantulan sang chandra, senyum tipis terukir di bibirnya. Gumaman kecilnya gagal dia sembunyikan, netra semerah darah itu berbinar antusias.

"Sangat indah, bukan?" tanyanya yang disahuti dengan anggukan. Dia melipir ke pinggiran danau yang diikuti begitu saja oleh bocah dalam gandengannya itu. Mereka duduk di rumput tanpa beralaskan apapun, "Menurut Hali, lebih indah mana antara pemandangan pagi, siang, sore, atau malam?"

Si bocah tampak berpikir dengan matanya yang masih tidak lepas dari pemandangan indah di hadapannya. "... malam?"

"Kenapa?"

"Tenang, nggak berisik, nggak panas, sepi, bisa mandang langit sepuasnya tanpa khawatir silau, bulan sama bintang indah banget. Hali suka malam!"

Pria dewasa di sampingnya itu terkekeh, tangannya terulur mengelus lembut kepala putranya yang tidak terlindung topi seperti biasa itu. "Malam tenang, tapi menyamarkan berbagai kengerian. Pagi sejuk, tapi bisa menjadi yang tidak diinginkan. Siang ramai, tapi terkadang melepaskan kegelisahan hati kita, sebagai manusia yang memiliki sifat sosial. Sore indah, tapi menjadi pertanda agar cepat bersiap akan perubahan."

"Maksud Ayah?" Anak itu akhirnya memalingkan pandangannya, menatap sang Ayah dengan raut bingung.

"Hali, kamu akan mengerti, pasti, harus mengerti. Dengar, nak, tugasmu sebagai Kakak sulung akan berat, sangat berat. Dan itu baru sebatas sebagai Kakak."

Halilintar masih cukup sabar menunggu kalimat Ayahnya yang rancu dan dicicil seperti utang. Malam-malam begini mau dikasih beban pikiran macam apa lagi dia?

"Jika suatu saat Ayah dan Ibu pergi dalam waktu lama, cari kami. Dan kalian akan mengetahui sebuah rahasia besar."

"Cari ke mana? Memang kalian mau pergi ke mana?"

"Kotak itu, hadiah ulang tahun ke-6 dari Ayah untukmu, masih menyimpannya?"

Bocah kecil itu kembali mengangguk, "Aku tidak tahu apa gunanya, kucoba buka pun selalu gagal, jadi kusimpan saja. Isinya apa sih, Ayah? Bagaimana cara bukanya?"

Amato tertawa, dia berbaring di atas rumput berbantalkan lengannya. "Kamu akan tahu sendiri nanti."

"Ayah!"

Menyebalkan! Ayahnya ini selalu menyebalkan!

Halilintar merengut kesal, dia paling tidak suka jika sudah diberi tahu sesuatu tapi digantung seperti ini! Dia benci!

Amato menarik putranya itu hingga terbaring di sampingnya, di pelukan lengan kanannya.

"Hali, dunia ini penuh kejutan, banyak yang masih belum kita ketahui."

Bocah 7 tahun itu terus menatap ke atas, ribuan bintang menemani bulan di sana. Dia menunggu kalimat selanjutnya sang Ayah dengan tenang.

"Apa kamu percaya dunia paralel?"

Elemental Brothers to Boboiboy Galaxy WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang