01. Benda Aneh

2.7K 195 17
                                    

Trio Trouble Maker yang suntuk memutuskan untuk jalan-jalan bertujuan mencari hal yang menyenangkan, lebih tepatnya mencari mangsa kejahilan mereka. Hingga tanpa sadar sampai di pantai yang cukup sepi karena siang yang terik.

Yang tertua tersenyum miring, begitu pula ide yang muncul dalam kepalanya. Jauh lebih miring dari senyumnya!

"Gaes, gaes, gue ada cerita!" Sikapnya sudah pro seperti ibu-ibu komplek tukang gosip.

"Apa apa apa?" seru semangat si kang ayam.

"Wihh, cerita hot kah?" Ini lagi bendul ijo sama sablengnya.

"Heh! Belajar darimane lu?"

"Ya kan elu yang ngajarin, Muson!"

"Kagak, ye! Gue kagak ada ngajar aneh-aneh ke kalian!"

"Tapi Kak Upan yang selalu ngajarin bikin ulah." Skakmat dari si polos yang diragukan kepolosannya.

Taufan memberengut masam, dia seperti ditohok dengan pernyataan bahwa dia telah memberi ajaran sesat pada dua adik kurang ajarnya.

"Udahlah lupain." Moodnya memburuk sekarang. "Nah, lanjut. Katanya, beberapa hari lalu ada yang nemuin mermaid di semak-semak lhooo."

Entah punya keistimewaan atau memang sudah mental yang meragukan, moodnya kembali baik dalam sekejap.

"Ah, yang bener lu? Masa nemu mermaid di semak-semak, lu kira kayak nemu pohon kelapa yang ternyata kepala orang?" Blaze geleng-geleng tidak percaya. "Adoy!"

Puas sekali rasanya Taufan memukul kepala adik kompornya itu. "Gausah nakut-nakutin ege!"

"Ihh, tapi Thorn juga dikit-dikit denger rumornya sihh. Tapi masa iya ada mermaid?"

"Nahh, kan!" Si biru angin langsung semangat dan merangkul adik hijaunya. "Gue bilang juga apa! Nah, katanya pas waktu nemuin mermaid itu langit gelap banget. Tapi anehnya cuma di atas semak-semak itu doang langitnya gelap, di yang lain cerah kayak biasa. Makanya mereka nyamperin dan ngintip itu semak-semak. Dann, bwah! Ada mermaid!"

Blaze mengernyit tidak percaya, tangannya bersedekap menambah kesan kontranya. "Selama nggak ada bukti gue nggak percaya!"

Senyum Taufan mengembang, bak menemukan lokasi harta Karun. "Kita kan di pantai nih, tempat rumor itu berasal. Nah, jadi gimana kalau ...." Alis si biru naik turun.

Blaze dan Thorn memasang pose berpikir, entah benar-benar berpikir atau hanya formalitas agar tidak terlihat bodoh.

"Gas aja gue mah."

"Hmm, Thorn juga penasaran. Kuy lah!"

"Sip! Ayo kita-"

Mereka bertiga terdiam, langit yang semula cerah terik berubah gelap. Yang aneh, hanya langit tepat di atas semak-semak saja lah yang gelap. Yang lain tampak normal seperti tadi. Persis seperti rumor yang diceritakan Taufan.

Mereka saling pandang, jarak semak-semak itu hanya beberapa meter dari tempat mereka duduk yang langsung bersentuhan dengan pasir tanpa alas apapun. Tentu terlihat jelas perubahannya oleh mereka.

Dimulai dengan senyum mencurigakan Taufan, disusul senyum miring Blaze, ditutup senyum yang sudah menebak isi kepala kedua kakaknya dari Thorn.

Mereka saling mengangguk lalu hitungan ketiga kompak melangkah perlahan mendekati semak-semak itu. Rasa penasaran menggerogoti kewarasan mereka.

Hingga saat mereka sampai tepat di depan semak-semak, mereka kembali saling pandang lalu bersama-sama perlahan membuka semak itu.

Mata mereka membulat menemukan sebuah benda bulat aneh di balik semak. Taufan dengan tangan sedikit gemetar mengambil benda itu setelah saling sikut dengan dua adiknya.

Tidak terjadi apa-apa.

Dia mengetuk-ngetuk benda itu, meniupnya, membantingnya, menendangnya, hingga mengajak bicara benda itu. Tidak ada perubahan. Dia merasa kecewa karena berbagai dugaanya luruh seketika.

Tawa Blaze dan Thorn sudah meledak daritadi melihat kebodohan kakak biru mereka.

Taufan yang kesal langsung saja berjalan pulang ke rumah sambil menghentakkan kakinya. Dia akan mengadu pada Alin!

***

"Trio kucluk ke mana, Gem?"

Gempa terlonjak kaget mendengar suara Kakak sulungnya. Tidak terdengar langkahnya, tidak tercium baunya, tidak kelihatan batang hidungnya, tiba-tiba saja muncul tanpa aba-aba. Dia mengelus dada demi menetralkan jantungnya.

"Gatau tuh, daritadi pada keluar. Biasalah kabur dari tanggung jawab." Tangannya dengan lihai mengelap gelas-gelas yang masih basah.

Kedai sudah mulai sepi setelah tadi ramai tidak karuan berebut ingin minum es coklat spesial Rok Aba di tengah cuaca yang terik. Dia dan Ice sampai kewalahan melayani pelanggan hingga menarik Solar yang sedang asyik dengan buku ramuannya.

Halilintar baru pulang dari mengantar pesanan sekaligus membeli bahan-bahan untuk kedai besok. Tentu dia baru melihat ketiga pembuat onar tidak melaksanakan tanggung jawab mereka.

"ALIN!"

Panjang umur, mereka berlari mendekat dengan Taufan yang berekpresi sebal. Tangannya masih membawa benda aneh itu.

"Darimana kalian?!" Langsung saja Halilintar menginterogasi.

"Lin! Mereka ngetawain gue yang kata mereka bersikap bodoh! Kurang ajar banget jadi adek!" Stok nyawa Taufan banyak, jadi aman berbuat kurang ajar di depan si sulung.

"Emang lo bodoh," jawabnya dengan muka lempeng tanpa beban.

"Jahat lo, Lin!"

"Emang, baru tahu lo?"

"Aish!" Taufan mencak-mencak tidak karuan.

Perhatian Solar tertarik pada benda yang dibawa kakak keduanya. "Itu apa, Kak?"

"Oiya, gue juga gatau sih ini apaan. Kami nemu di balik semak. Tapi anehnya ya, Lin, langit di atas semak itu gelap banget ngelebihin mendung mau hujan. Dan cuma di atas semak itu doang, di sebelahnya sama normalnya kayak yang di sekitar. Aneh banget, 'kan?"

"Ngadi-ngadi lo, Bang."

"Gue serius, Gem. Tanyain aja dua tuyul ini, mereka juga liat!"

"Tambah meragukan." Polar Bear tiba-tiba ikut menyahut.

Pelanggan terakhir sudah pergi, hari pun beranjak sore. Keadaan mulai lengang, menambah kesan pembicaraan mereka yang cukup misterius namun bodoh di mata Halilintar, Gempa, dan Ice. Solar? Tentu dia tertarik untuk menelitinya.

"Coba sini!" Dia merebut paksa benda aneh itu lalu mengotak-atiknya, mencari celah yang aneh. "Kayak robot."

"Robot kok aneh?" Taufan tidak tahan bertanya setelah mendengar celetukan adik bungsunya.

Solar tidak menggubris pertanyaan kakak randomnya. Dia terus memutar-mutar benda itu, matanya memicing saat menemukan sebuah tombol terselip di celah robot itu. Padahal hanya menyentuh dan bukannya menekan tombol itu, tapi robot itu perlahan menyala.

Merah, biru, dan kuning mewarnai robot itu. Lalu di antara dua lekukan, muncul warna hijau yang berbentuk seperti mata hologram. Robot itu melayang, menyita ketujuh saudara yang berada di sana, tanpa ada orang lain satu pun.

Mata robot itu seakan mengerjab. "Data dinyalakan, teleportasi kembali ke dimensi asal dilaksanakan."

Cahaya biru terang menyala dari robot itu, angin bertiup kencang hingga membuat kursi-kursi yang belum ditata berterbangan. Kembar bersaudara berusaha lari namun tenaga mereka kalah oleh kencangnya angin. Tubuh mereka seakan tertarik ke arah robot itu. Hingga saat mereka sudah dekat, robot itu mengeluarkan portal dan langsung menyedot mereka masuk. Mereka pun hilang bak ditelan bumi, begitu pun dengan robot itu.

***




















Elemental Brothers to Boboiboy Galaxy WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang