09. Adudu Utang

1.3K 168 45
                                    

"Bagaimana situasi di sana sekarang?"

"Mereka dalam keadaan kacau sekarang, Tuan."

"Buat mereka lebih kacau lagi, kalau perlu, buat mereka gila dan menyerah pada keadaan."

Tawa kejam menggema dalam ruang temaram itu.

"Baik, Tuan."

***

"Kenapa, Gem?" Taufan yang berniat menuju halaman belakang untuk menyusul dua anggotanya yang sudah menunggu di sana terhenti karena melihat Gempa yang terlihat gelisah sampai mondar-mandir tidak karuan.

"Kak, Boboiboy kan lagi pergi nih. Tok Aba nggak ada yang bantu dong, mana katanya OchoBot juga dibawa sama dia. Kalau kedai lagi ramai gimana dong? Cuaca panas terik gini kan biasanya ramai banget."

Taufan tersenyum sambil geleng-geleng, rasa kemanusiaan adiknya ini memang tidak perlu dipertanyakan lagi. "Ya udah, bantuin Atok sana."

"Tapi kan, kata Boboiboy kita nggak boleh keluar." Gempa benar-benar bimbang sekarang. Dia khawatir Tok Aba kewalahan melayani pembeli tanpa ada yang membantu.

"Gem, Gem, ada otak dipake lah!"

"Maksud lo?!"

Baiklah, adiknya ini mulai terbawa emosi sekarang. Sepertinya dia harus menata kalimat dulu sebelum berucap saat ini. "Gini ya Adikku sayang, kan proposional tubuh kita semua sama Boboiboy sama persis nggak ada beda nih. Wajah juga nggak ada bedanya, suara dan segalanya juga sama persis. Nah, manfaatin itu sebagai peluang."

"Gue nyamar jadi Boboiboy gitu?"

"Itu lo tau."

"Tapi kan mata kita semua beda."

"Eleh, tinggal tarik topi ke depan, bilang aja saking panasnya jadi silau."

Gempa sudah mati-matian menahan sumpah serapah pada kakak keduanya itu. "Masalahnya topi Boboiboy cuma satu, adanya topi waktu kecilnya diliat dari ukurannya. Masa mau pake topi itu?"

"Bener juga, pake topi lo aja dah. Bilang aja ganti suasana kalo ada yang tanya." Taufan menyerah berpikir dan langsung beranjak dari sana meninggalkan Gempa yang bimbang dibalut emosi.

"Pen bunuh tapi masih guna diajak war diskonan."

***

Remaja bertopi dino oren itu melangkah dengan tenang menyusuri koridor, kepalanya terus menunduk sedari keluar dari ruangan sahabat sang Ayah. Rautnya terlihat sendu, tidak ada senyuman yang menghiasi pipi tembamnya, tidak terpancar binar yang selalu membuatnya terlihat cerah di mata siapapun.

Hanya jawaban singkat yang dia berikan pada anggota TAPOPS yang berlalu lalang dan menyapa. Mereka sendiri heran dengan perubahan sikap yang konstan pada penguasa elemental itu. Namun jelas mereka segan ingin bertanya, salah-salah bisa kena renjatan dari pedang Halilintar nanti. Jadilah mereka memilih jalur aman saja.

Tanpa sadar kakinya membawanya menuju ruang bermainnya bersama teman-teman, tempat yang sama seperti tadi. Bedanya kali ini sepi, teman-temannya itu pasti sudah tidur karena ini memang sudah masuk jam istirahat.

Para anggota TAPOPS yang belum ke sini tertunda waktu sampainya karena tiba-tiba mereka mendapatkan serangan, kemungkinan estimasi tiba besok. Sudah ditangani katanya, dan mereka akan mengatakan apa yang terjadi besok juga saat rapat.

Biasanya jika ada penyerangan seperti ini Komandan Kokoci akan ....

Ah, iya. Saat ini kan dirinya sendiri yang menjadi korban hingga entah kapan akan sadar.

Boboiboy ingin meluapkan segala emosinya, segala yang dirasakannya. Tapi dia sendiri tidak tahu, apa yang dia rasakan, apa yang ingin dia lakukan. Tidak ada pergolakan emosi yang signifikan yang terlihat dari luar, hanya perang tak berkesudahan yang terus meneror dalam sanubarinya.

Elemental Brothers to Boboiboy Galaxy WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang