-
.
.
.
.Flora menunggu di motor cowok itu saat langit sudah menggelap sempurna. Duduk di sana dengan wajah sumringah, ia puas karena berhasil mendapatkan keinginannya. Es krim yang ia beli di supermarket sudah habis setengah ketika ia melihat Ferrel muncul dari dalam gang.
Ekspresi tidak suka di wajah cowok itu memancing senyum Flora semakin melebar.
"Udah?" tanyanya.
Ferrel tidak menjawab. Ia meletakkan tas ranselnya di atas motor lalu menarik Flora turun dari motor. "Harus gue bilang berapa kali, jangan duduk di motor gue!"
"Issh..., pelit banget sih," keluh Flora sambil mengarahkan es krimnya ke wajah Ferrel. "Lo marah-marah mulu, cepet tua tau!"
Mengabaikan perkataan Flora lagi, Ferrel memasang jaket dan juga ranselnya.
"Heh, mau kemana?" tanya Flora sambil menarik jaket Ferrel. "Katanya mau nganterin gue."
"Yaudah. Sana ke mobil lo."
"Loh,? Gue gak naik ini?" tanya Flora bingung, sambil menunjuk motor Ferrel dengan es krim ditangannya. Membuat lelehan dari es krim itu mengenai body samping motor.
Freya mendorong tangan Flora menjauh. "Kotor, gila!" ujarnya lalu mendelik. "Lo naik mobil lo, gue naik motor gue."
"Lah?"
"Gue ngikutin mobil lo dari belakang," sambung Ferrel.
Flora membuka mulutnya terbuka. "DIH. Kocak lo, aneh banget jadi orang. Pake mobil gue aja kalo lo gak mau boncengin gue."
Ferrel mendengus. "Lo pikir lo siapa, bisa bikin gue ninggalin motor di sini cuma buat nganter lo doang."
"Ribet sumpah!" teriak Flora. Untung saja parkiran supermarket itu sepi. "Jadi maksud lo kita jalan iring-iringan?"
"Cuma itu yang bisa lo dapet dari gue," ucap Ferrel mendorong bahu Flora. "Buruan! gue gak punya banyak waktu."
Flora jelas kesal. Ia membuang es krim yang masih tersisa setengah itu ke sembarang jalan. "Lo cowok paling aneh yang gue tau. Yang bener aja, nganterin beda kendaraan gitu. Supir angkot aja nganterin penumpangnya pake satu angkot. Rama-rame sama yang numpang."
"Berisik. Banyak omong lo gue tinggal." ujar Ferrel yang sudah memasang helmnya.
"Ihh..., Rel! Yakali iring-iringan gitu kek apaan banget. Gak, gak mau gue."
"Serah. Gue duluan kalo gitu."
"Eh eh eh..." Flora menahan lengan Ferrel, takut jika cowok itu pergi meski cowok itu tetap diam. "Iya oke. Kita iring-iringan deh jalannya. Tapi lo gak boleh kabur. Kalo perlu templokin noh motor lo sama bemper mobil gue."
"Ck, buruan."
Flora cemberut, matanya menyipit marah ke arah helm berkaca hitam itu. Tangannya terkepal erat, gemetar ingin mencakar sesuatu namun ia tahan. Ia sudah menghentakkan kaki dan berbalik ketika Ferrel menahan lengannya. Ferrel memiringkan bahu sampingnya ke tanah. "Buang atau bawa sampah lo pulang. Lo bukan cuma beli isinya, tapi bungkusnya juga."
"Nanti juga ada yang bersihin. Untuk itu mereka dibayar."
"Lo masih sadar kan, lo masih bisa bedain mana sampah mana enggak, dan harusnya lo juga tau dimana tempat buangnya. Untuk itu lo sekolah."
"Nggak!" Flora menghentakkan kakinya kesal.
"Satu bungkus es krim gak terlalu berat, kan?"
Flora yang memberengut kemudian memungut bungkus es krim dan menjulurkan lidahnya kepada Ferrel sebelum berbalik menuju mobil. Ferrel mendengus melihatnya dan menghidupkan motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss.
RomanceDihadapkan pada dilema antara menyerah pada takdir atau mengejar kebahagiaan dalam pelanggaran norma. Aku mengenal kamu. Lalu, aku mengerti cinta.