13 • Pengakuan.

299 64 0
                                    

-
.
.
.

Sudah sepuluh menit yang lalu Ferrel memarkirkan mobilnya. Kedua tangannya bertumpu pada kemudi, sedangkan matanya tidak lepas dari Flora. Memperhatikan tarikan napas dan dengkuran halus yang sesekali terdengar. Di saat ia masih mengamati, cewek itu tiba-tiba bangun, namun dengan mata yang tertutup. Membuat Ferrel terperanjat dengan sikap siaga. Ia tidak akan memaafkan gadis itu jika muntah di dalam mobilnya.

"Hhmmgg..." gumam Flora. Lalu, membuka matanya perlahan. Mencoba beradaptasi dengan sekitar. Mengucek matanya lalu menguap. Menggaruk tengkuk serta rambutnya.

"Heh," Ferrel mendorong bahu cewek itu pelan. "Sadar, lo."

Flora menoleh ke samping. Mengerjap beberapa kali. Mencoba fokus pada satu titik, kemudian cewek itu tersenyum.

"Fereeell... " panggil Flora manja seraya mengangkat tangan terbuka ingin memeluk. Namun, dengan cepat dicegah oleh Ferrel.

"Sekarang, dengerin gue. Siapa nama lo?" tanya Ferrel ingin memastikan.

Cewek itu masih mengerjapkan matanya dengan masih bergelayut malas. "Ferrel." Sahutnya, yang diakhiri dengan senyuman.

"Ck. Gue nanya, siapa nama, lo?"

"Ferrel."

"Itu nama gue." Ferrel menunjuk dirinya sendiri. "Nama lo, siapa?" lalu, ia menunjuk Flora dengan jari yang sama. Bukannya menjawab, cewek itu malah tersenyum. Menarik-narik kaus depannya, menggesek-gesekan hidungnya di sana.

Ia mendorong Flora kembali duduk dengan benar dan menatap Mata cewek itu. "Ini berapa?" kali ini Ferrel mengangkat dua jari di depan wajah Flora. Cewek itu mengerutkan dahi menatap jarinya lalu tersenyum.

"Ferrel."

Sudah jelas kalau cewek itu sama sekali belum pulih dari pengaruh alkohol. Padahal, Ferrel belum selesai dengan kemarahannya. Ia tidak seharusnya langsung melesat pergi ketika menerima pesan aneh yang mengatakan jika cewek itu sedang mabuk dan digerayangi oleh laki-laki. Dia harus mengendap-ngendap keluar demi bisa menyusul Flora. Belum habis sampai disitu, ia malah menemukan para pengawal sedang mencoba membawa Flora secara paksa.

Tiba-tiba saja kemarahannya berkali lipat. Entah kenapa ia tidak suka. Ia tidak senang jika Flora diperlakukan seperti itu. Dan sekarang, Ferrel butuh pelampiasan atas kemarahannya yang tidak beralasan. Sayangnya, orang yang ingin ia jadikan pelampiasan masih tidak sadar sepenuhnya.

Ferrel memajukan tubuhnya, mencoba melepaskan sabuk pengaman Flora. Namun, cewek itu mengambil kesempatan mengalungkan tangannya di leher Ferrel.

"Ferrel, kan, ini?" tanyanya.

"Iya. Gue Ferrel. Dan Ferrel yang ini bakal bikin perhitungan sama, lo."

"Hmm... Ferrel," Flora memeluk lehernya erat.

Ferrel mencoba melepaskan pelukan Flora. "Sebelum kesabaran gue habis, lebih baik kumpulin sedikit aja kesadaran lo biar ini cepet selesai."

Flora menggeleng di bahunya seraya memeluk lebih erat. Perlu beberapa dorongan kuat hingga akhirnya ia bisa melepaskan Flora menjauh.

Cewek itu cemberut. "Kenapa lo selalu galak sama gue?''

"Karena lo selalu ganggu."

Flora menggeleng sampai rambutnya ikut bergoyang. "Gue gak ganggu, lo."

"Oke, sekarang turun. Paling nggak, lo harus bisa buka kunci apartemen lo sendiri."

"Tapi, gue gak mau pulang. Gue gak mau sendirian." Gumamnya. "Ya terus, lo maunya ke mana?"

Edelweiss.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang