-
.
.
.
."Flo, woi, Flora." Kathrina mengibaskan tangan di depan wajah Flora. "Sadar, Flora. Woi, jamet ."
"Apa, sih." Elak Flora tanpa mengalihkan mata dari layar ponsel. "Ngapain sih dari tadi melototin hape mulu?" tanya Ashel. "Tau, nih. Kek tai aja." Timpal Kathrina.
"Ini cowok, sialan banget coba." Flora meremas ponselnya gemas. "Chat gue gak ada yang dibales sama dia. Di-read aja kagak. Kurang ajar!"
Ashel dan Kathrina saling berpandangan. Tanpa perlu bertanya, mereka tahu siapa yang dimaksud Flora. "Lama-lama jadi gila lo ngejar itu cowok." Kathrina meminum jus alpukatnya. "Tapi, paling gak, sekarang kita punya satu orang cowok di muka bumi ini yang enggak suka sama Flora."
Ashel tertawa, namun langsung menutup mulut karena Flora melotot. "Gue gak pernah gagal buat dapetin cowok. Semua cowok itu sama. Mereka cuma mikir sebatas dengkul. Gak terkecuali Ferrel. Bedanya, dia lebih jual mahal aja."
"Jadi, yang jual murahnya lo dong." Ashel kembali tergelak.
Flora memutar mata. Malas menanggapi ledekan kedua temannya. Ketika ia membuang muka ke samping, matanya langsung menemukan sosok Ferrel tengah memasuki kantin bersama tiga orang cowok lain.
"Beh, ati-ati lepas itu mata lo. Biasa aja melototnya." Ujar Kathrina.
Flora menatap kedua temannya dengan senyum. "Kalo gue bisa ajakin Ferrel jalan malam ini, lo berdua harus ngakuin kalo gue emang gak tertahankan buat ditolak."
"Kalo semisal dia gak mau?" ujar Ashel yang didukung Kathrina. "Lo berdua bebas pilih apa pun barang-barang yang ada di lemari gue."
Sontak, tawaran Flora membuat kedua temannya saling adu pandang. Kemudian mengangguk patuh dengan rona wajah bahagia. Siapa yang akan melewatkan kesempatan bisa memilih barang bermerk luar biasa mahal di lemari Flora?
Dengan kepercayaan diri yang memang selalu ada pada dirinya, Flora bangkit dan menuju meja Ferrel. Suasana kantin yang sepi di istirahat kedua ini, membuat kedatangannya jauh lebih menarik perhatian. Jika ketiga cowok yang tidak dikenalnya mengangkat tatapan untuk menyambut Flora, Ferrel justru lebih tertarik menghabiskan makanannya.
"Minggir, dong." Ucapnya kepada Jason yang duduk berseberangan dengan Ferrel. "Gue mau duduk sini."
Jason—masih dengan wajah penuh senyum dan air liur yang ia tahan—langsung berdiri. Berlagak membersihkan kursi itu sebelum Flora duduk di sana. "Beruntung banget kita-kita ditemenin istirahat sama lo, Flora." Rolland yang duduk di sebelahnya tampak girang. "Mau gue pesenin minum, gak?"
"Atau makan?" tambah Jason. "Kita beliin dua-duanya gimana?"
"Enggak." Sahut Flora dengan masih menatap Ferrel. Meski Flora berada tepat di depannya sekarang, cowok itu masih saja tidak peduli.
"Gue minta id Line lo boleh, gak?" Biar gampang janjian gitu kalo ke mana-mana." Pinta Rolland sembari mengeluarkan ponsel dari saku.
"Jangan mau, jangan." Cegah Jason. Mengeluarkan ponsel miliknya juga. "Sama gue aja. Gue baru beli mobil baru. Entar gue temenin ke mana aja."
"Gue juga punya motor keren. Lebih asik, dah."
"Lo berdua ngapain dah?" tanya Fionn yang mulai jengah melihat kehebohan Jason dan Rolland.
"Rel," panggil Flora. Bukannya menyahut, yang dipanggil justru makin setia pada makanannya.
"Ferrel emang suka gitu. Wajarin aja. Dia kan gak doyan cewek. Sama kita aja, deh, gue jamin seru!" bujuk Jason dengan dukungan penuh Rolland. "Iya, sama kita aja. Nanti gue jemput. Lo mau dari jam—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss.
RomansDihadapkan pada dilema antara menyerah pada takdir atau mengejar kebahagiaan dalam pelanggaran norma. Aku mengenal kamu. Lalu, aku mengerti cinta.