14 • Pagi.

487 83 17
                                    

-
.
.
.

Seperti pagi yang sudah-sudah, Flora merasakan hantaman keras di kepala ketika membuka mata setelah berkubang dalam pengaruh alkohol di malam sebelumnya. Membuatnya berguling dan menutupi wajah dengan bantal. Mengucek mata malas, lalu tertatih bangkit menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air dingin.

Flora melangkah gontai menuju dapur, mengambil minum untuk tenggorakannya yang kering. Setelah ini, ia hanya akan bergelung malas di tempat tidur seharian. Cewek itu kembali menuju kamar ketika pintu depan berbunyi. Bunyi yang hanya berfungsi pada kunci detektor apartemennya.

Sontak saja ia panik, berpikir jika ada pencuri atau semacamnya. Belum sempat Flora meraih sapu, pintu itu terbuka. Kali ini mengejutkan Flora hingga membuat ia mundur ke belakang dengan mulut terbuka dan tangan teracung ke depan.

"Lo!"

Cowok itu berjalan masuk dengan kantong plastik putih di satu tangan dan tangan yang lain tenggelam di saku. "Iya. Gue."

"Kok, bisa masuk? Kok, lo bisa di sini? Kenapa pegang kunci apartemen gue? Kenapa—"

Ferrel yang sudah berada di depannya menutup mulut Flora dengan satu tangan. "Berisik." Lalu berlalu menuju dapur. Flora terpana beberapa saat. Mengumpulkan kebingungan dan mengikuti langkah Ferrel.

"Kenapa lo bisa di apartemen gue?" tanyanya lagi. Cowok itu membuka kulkas dan menuang jus jeruk.

"Bukannya lo yang gak mau gue pergi?"

"Gue gak pernah bilang gitu!"

Ferrel mendengus. Cowok itu mulai membuka lemari-lemari yang ada di dapur mengumpulkan wajan dan peralatan masak.

Flora mengamati semua itu dengan dahi berkerut dalam. "Bentar, bentar. Lo mau ngapain?"

"Gue laper. Mau sarapan."

"Lo mau masak?" tanya Flora kaget.

"Keliatannya gimana?"

Ferrel membuka bungkusan plastik putih yang tadi ia bawa. Mengeluarkan telur dan sayur segar dari sana. Cowok itu sudah mencampur telur dengan sayuran yang dipotong. Dan Flora masih terpaku di kakinya. Ia berdiri di seberang counter yang membatasi dirinya dengan meja kompor di hadapan Ferrel. Di dalam kepalanya dipenuhi Ferrel, melihat cowok itu sedang memasak di dapurnya cukup membuat Flora yakin jika ini mimpi.

"Lo gak pernah liat orang masak?" tanyanya.

Flora berdehem. "Gue cuma gak tau kalo lo bisa masak." Gumamnya dengan masih mengamati pergerakan tangan Ferrel mengocok telur. "Eh, yakin lo beneran bisa?"

Flora tidak yakin sepenuhnya, namun sekilas ketika Ferrel berbalik mengambil bumbu di dalam plastik belanjaan, ia menemukan sedikit senyum di sana. Untuk beberapa saat, Flora berdiri seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat kembang api. Di mana untuk berkedip saja, sepertinya Flora tidak rela.

Bau harum yang kemudian memenuhi dapur menyadarkannya. Sudah tersaji dua piring omelet di atas counter dengan aroma yang bisa membuat air liur Flora keluar.

"Lo udah kaya gak makan seminggu."

"Gue laper." Ucap Flora menjilat bibirnya. "Gue yang ini!" cewek itu menarik piring dengan porsi yang lebih banyak.

"Keliatan jelas banget." Flora sudah akan mengambil sendok ketika tangan Ferrel terulur menarik dagu Flora mendongak. "Masih pusing?"

Flora terdiam karena Ferrel mengamatinya dan tangan cowok itu memeganggi sisi wajahnya. "E-enggak. Udah enggak..."

Edelweiss.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang