"Hanya orang-orang yang ingin terus bersembunyi yang mampu menciptakan pola-pola sandi yang aneh. Penuh rahasia dan misteri."
***
Nyeri. Alisa memijat dahinya seraya berusaha untuk membuka mata. Sinar mentari yang hendak menenggelami diri seolah bertatap langsung dengannya, begitu menyilaukan.
Seluruh badannya terasa sakit seperti ngilu dan pegal. Terutama pada bagian kaki dan punggung. Wajar, Alisa terlalu lama terkapar tak sadarkan diri di hamparan ladang dengan dataran tanah yang keras dan kasar, penuh bebatuan.
Setelah beberapa menit Alisa mengumpulkan kesadaran dan kekuatan otot-ototnya, ia berhasil untuk bangkit terduduk. Gadis itu linglung dan bingung, memandang hamparan luas yang dikerubungi tanaman rerumputan yang tinggi.
Tanpa niat baku, Alisa mengadahkan telapak tangannya. Telapak tangan yang penuh goresan luka yang mulai menutup namun meninggalkan bekas. Bekas-bekas luka itulah yang akhirnya mengingatkan Alisa atas apa yang terjadi sebelum dia hilang kesadaran.
"Matilda? Matilda ... Matilda..," suara Alisa masih sangat serak, tenggorokannya terasa sakit bila ia bicara.
Gadis itu akhirnya mengangkat sedikit roknya untuk melihat kedua lututnya yang entah bagaimana caranya, kedua lututnya sudah hampir sembuh. Tak lagi bercucuran darah ataupun bernanah, hanya tersisa kulit yang menggelap karena tertinggal dengan luka.
Alisa membuka tas dan memeriksa isinya. Helaan napas panjang menjadi tanda bahwa ia tenang karena tak ada benda yang hilang. Buku harian milik Agaskar masih tersimpan rapi dengan kertas-kertas berantah yang diselipkan. Botol racun yang tadi ia curi dari rumah Gelvino pun masih aman terbungkus kain sapu tangan tanpa tumpah setetes pun.
Kaki Alisa masih terlalu lemah untuk membantu tubuhnya bangkit berdiri. Alisa pun tak mau memaksakan diri. Situasi kondisi tampak kondusif dan aman baginya, ia bisa mendengar suara warga yang bising namun samar. Ladang di mana Alisa berada pastinya masih dalam wilayah kota bagian selatan, walau tak tahu di blok mana ladang ini berada.
"Matilda, kamu di mana..? Aku butuh ... Aku butuh kamu," lirih Alisa dengan amat lemah. Matilda sudah janji, kan? Janji kalau dia akan selalu menemani Alisa, janji kalau dia akan selalu menciptakan ruang aman khusus untuk Alisa. Namun mana?
Alisa memandang sekitar. Ia kemudian menautkan kedua alisnya, dahinya menyerengit keheranan. Tak ada satupun sosok makhluk hitam mengerikan yang biasanya, yang seharusnya ada di seluruh penjuru mata Alisa mampu memandang.
"Matilda..? Kamu ada di sini..?" Alisa tersenyum tipis. Perasaan tenang terbesit dalam hatinya. Hangat mulai bisa ia rasakan dari dalam relung.
"Tidurlah, beristirahatlah engkau."
Alisa mendongak, menoleh ke kanan dan kiri bahkan ke belakang. Suara khas Matilda yang sangat mudah ia kenali. Namun di mana sosoknya?
"Tak perlu mencariku. Kita akan bertemu setelah keadaanmu pulih. Tidurlah dan beristirahatlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Pembunuh "Alisa"
Mystery / ThrillerSeperti jiwa yang terlahir kembali dengan raga yang telah mati. Seperti jiwa yang memburu keadilan bagi raganya sendiri. Mungkin seperti itulah takdir hidup Alisa. Tidak, takdir hidup Alisa jauh lebih dari itu. Lebih rumit, lebih mengerikan, lebih m...