"Lenyapnya sebuah nyawa demi nyawa yang lain adalah kehilangan yang paling indah namun bisa juga paling tragis."
***
Alisa menyirami makam itu untuk kedua kalinya meski air hujan telah membasahi kemarin sore. Di samping kakinya terdapat sekarung bunga-bunga kecil bewarna merah dan putih, menaburi mereka dan menutupi rerumputan. Matahari seharusnya sudah ada di puncak, musim penghujan sudah menghampiri, panas tak lagi mengenali.
Ini sudah seminggu setelah kedua orang tua tak bertanggung jawab itu tewas. Beritanya tidak begitu meledak seperti berita tewasnya Tirta Gadjapati, mungkin karena faktor kasta sosial yang berbeda. Alisa saja harus datang lagi ke perumahan dekat tempat kejadian hanya untuk memastikan kelanjutan penyeledikan polisi. Tak banyak surat kabar yang dicetak, tak banyak pula omongan yang menyebar dari para warga sekitar.
"Maaf, Nona, saya ingin tanya arah ke toko bunga terdekat di sini." Alisa mengenakan pakaian Erina yang begitu rapi dan berpura-pura seakan dia adalah pendatang yang tak tahu-menahu tentang wilayah kota. Dia dengan sengaja menghampiri kumpulan nona-nona muda kisaran umur 20 tahun yang sedang berbincang dengan mimik wajah takut dan ngeri.
"Oh! Silakan kau pergi lurus hingga tiba pada sebuah toko roti. Di sana ada jalur kanan dan kiri, ambil jalur kiri dan kau akan langsung menemukan toko bunga sederhana. Pemiliknya sangat ramah dan penuh pengetahuan, kau bisa mendapatkan bunga yang sesuai dengan seleramu hanya dengan mengatakan sedikit tentang dirimu."
Alisa tersenyum memamerkan gigi. Dia membungkuk pertanda terima kasih dan berpaling, seraya menajamkan telinga untuk tetap mendengarkan obrolan tanpa harus terlibat.
"Sudah aku duga kan, mereka itu pasti sebenarnya punya masalah dengan seseorang yang berkasta sosial tinggi."
"Aku sebelumnya berpikir itu tak mungkin. Yang mereka lakukan hanyalah bertengkar setiap hari, bagaimana mereka mau berurusan dengan orang terpandang? Tapi ... Sepertinya itu memang benar."
"Kau ingat kondisi jasad si pria? Para tetangga yang menemukan jasadnya pertama kali bilang tangan kanannya hampir terputus, dan bagian yang hampir terputus itu hancur tercincang."
"Tetangga di sebelah rumahku turut membantu hari itu. Dan kau benar! Istrinya bilang si suami seperti mengalami trauma berat, suaminya jadi sering melamun."
"Oh.. Betapa kejam dan mengerikannya pembunuh itu. Aku jadi takut untuk keluar rumah akhir-akhir ini."
"Mengerikan tapi pembunuh itu sama sekali tidak menyentuh Gala, bayi itu tertidur pulas bahkan."
"Hal itulah yang membuat petugas polisi kebingungan tanpa ujung."
"Aku harap apapun itu, keadilan dapat tercapai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Pembunuh "Alisa"
Misterio / SuspensoSeperti jiwa yang terlahir kembali dengan raga yang telah mati. Seperti jiwa yang memburu keadilan bagi raganya sendiri. Mungkin seperti itulah takdir hidup Alisa. Tidak, takdir hidup Alisa jauh lebih dari itu. Lebih rumit, lebih mengerikan, lebih m...