16. Membawa Cacat

26 10 1
                                    

"Gila! Sungguh hebat! Masyarakat sampai mengira bahwa dia adalah keturunan Srigala! Wohoo!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gila! Sungguh hebat! Masyarakat sampai mengira bahwa dia adalah keturunan Srigala! Wohoo!"

***

DRAP! DRAP! DRAP! DRAP !

Sepasang kaki penuh luka yang berdarah-darah itu tak henti-hentinya berlari, membabi-buta ke mana pun ia bisa. Dirinya tak tahu arah, tak kenal tempat yang ia pijak bahkan. Sakit, nyeri dan perih dari luka-luka di sekujur tubuhnya tak dipedulikan lagi.

Karena sesuatu yang memburunya jauh lebih mengerikan.

Gadis itu berhenti berlari, tiba-tiba saja. Ia mendongakkan wajah, terkejut hebat saat menyadari di hadapannya hanyalah dinding tinggi, gelap karena sangat minim penerangan. Dua matanya membelalak, panik kini menusuknya berkali-kali lipat.

Gadis itu tak menyerah walau asa hampir putus di depan angannya. Dengan tangan yang berlumur darah, dengan jari-jari yang ujung kuku-kukunya hampir hancur, gadis itu mencakar-cakar dinding upaya menggalinya dan membebaskan diri.

Gadis itu sudah kehilangan kewarasannya, setelah mendekap tersiksa satu minggu lamanya.

Ia tak berani berteriak. Pembunuh itu jelas mengejarnya. Berteriak hanya akan memudahkan si pembunuh untuk menangkapnya lebih cepat.

Sreeek...

Suara yang khas, terekam jelas dan abadi di memori si gadis.

Suara senjata yang digunakan si pembunuh!

"Alisa...," suara itu memanggil lembut.

Gadis itu semakin panik, jari-jemarinya semakin giat mencakar-cakar dinding yang bahkan tak terkuras sedikit pun. Justru tangannya lah yang semakin tertoreh luka.

"Alisa Eva Larasati... Di mana kah engkau, wahai Nona?"

Sreeek.... Sreeek....

Suara tongkat baseball yang diseret itu semakin terdengar jelas. Si pembunuh itu semakin dekat.

"Farrel di sini, sayangku Alisa... Kamu kemana? Jangan kabur-kaburan gitu, dong."

Gadis itu.. Memang kini diperkenalkan sebagai Eva. Nama Alisa membuatnya trauma setengah mati, karena itulah nama yang terus-menerus dipanggil oleh si pembunuh dari Srigala, Farrel.

"Alisa.. Alisa.. Hm, sepertinya aku tahu kamu di mana."

Alisa yang dipanggil itu kini terbujur kaku. Otot-otot kakinya lemah seketika, tak tahan lagi untuk berdiri, tubuhnya tersungkur jatuh.

Entah sudah berapa kali Alisa berusaha melarikan diri, tak ada satu pun percobaan yang membuahkan keberhasilan. Dirinya bahkan tak tahu berada di kota mana, jenis bangunan apa yang serba gelap ini yang menyekapnya berhari-hari hingga ia sendiri pun lupa hari.

Si Pembunuh "Alisa"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang