Haruto telah sampai di kota Daegu. Tempat Wonyoung berasal.
Info dari Liz yang ia dengar dari Jeongwoo, Wonyoung kembali ke panti asuhan tempatnya dibesarkan hingga remaja. Namun panti tersebut sudah tidak aktif lagi. Alamatnya pun sudah pindah dari yang sebelumnya. Mungkin itu sebabnya Rose tidak mengetahui keberadaan Wonyoung.
Memang sudah empat tahun belakangan ini Keluarga Jang berhenti menjadi donatur tetap atas permintaan ibu pantinya sendiri. Setelah suaminya meninggal, wanita tersebut memutuskan untuk menutup panti dan pindah rumah. Ia benar-benar mengasingkan diri dari para donaturnya karena tak ingin anak asuhnya diadopsi lagi. Sebab hanya mereka yang wanita itu miliki sekarang.
Setelah menginap semalam, Haruto kini sudah berdiri di sebrang sebuah rumah yang terlihat sederhana namun sangat nyaman. Banyak tumbuhan yang menglilingi rumah tersebut.
"Eomma, kami berangkat."
Sebuah suara yang sangat ia kenali mengudara. Haruto refleks bersembunyi di balik pohon dan mengintip melalui celah ranting. Di depan sana, ia melihat Wonyoung sedang menggandeng dua bocah perempuan di tangan kanannya dan dua bocah laki-laki di tangan kirinya. Ia tertegun beberapa saat. Entah karena lama tidak melihat atau perasaan bersalahnya, Wonyoung terlihat semakin cantik dimata Haruto.
Tatapan Haruto lalu jatuh pada perut Wonyoung yang sudah membesar. Hatinya terenyuh, mengingat bagaimana sikapnya kemarin pada perempuan yang sedang mengandung anaknya itu.
"Eonnie, nanti pulang jam berapa?"
"Seperti biasanya. Kenapa? Eunseo ingin dibelikan sesuatu?"
Diam-diam Haruto mengikuti langkah kelima orang di depannya sambil mengendap-endap.
Eunseo menggeleng, "Berarti eonnie pulang malam lagi dong?"
"Kata bu guru, perempuan gak boleh sendirian di luar malam-malam loh eonnie." Bocah perempuan di sebelah Eunseo yang bernama Yewon ikut menimpali.
Wonyoung tertawa pelan, "Memang gak boleh. Makanya kalau sudah malam, kalian gak boleh main di luar yah."
"Tapi kenapa eonnie malah di luar?" Eunseo kembali bertanya.
"Eonnie kan kerja, sayang."
Dada Haruto terasa ngilu mendengarnya. Andai kemarin ia setuju untuk menikahi Wonyoung, perempuan itu tidak perlu bekerja sampai malam seperti sekarang. Apalagi dengan perut yang mulai membesar.
"Eonnie tenang aja. Nanti aku akan jemput eonnie di halte. Jadi eonnie gak sendirian malam-malam." Ujar bocah laki-laki bernama Rowoon yang memegang tangan Wonyoung.
"Halah... Gayamu mau ke halte, ke kamar mandi sendiri aja masih minta diantar." Hajun, bocah laki-laki yang di sebelah Rowoon menyahuti.
Rowoon yang tak terima langsung melepas tangan kirinya yang menggandeng tangan Hajun, lalu menjitak kepala bocah yang lebih tua satu tahun darinya itu.
"Aduh, eonnie! Hueee~" Meski umurnya lebih tua tapi Hajun sangat cengeng. Seperti sekarang, bocah itu menangis. Membuat Wonyoung kelabakan menenangkannya.
Perempuan itu langsung melepas genggaman tangannya pada Eunseo dan Rowoon lalu mengelus-elus kepala Hajun yang habis dijitak. "Cup.. Cup.. Hajun gak boleh nangis, kan mau sekolah."
Wonyoung beralih menatap Rowoon. "Rowoon gak boleh jitak-jitak gitu. Noona bilang sesama saudara harus apa?"
"Saling menyayangi eonnie."
Malah Eunseo dan Yewon yang menyahut dengan serempak.
"Habis hyung duluan, noona." Tunjuk Rowoon pada Hajun yang memeluk perut besar Wonyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry me ||WONRUTO|| END
Fanfiction|M| Wonyoung selalu menutup diri dari laki-laki manapun agar tak mengulangi nasib seperti dirinya yang tumbuh dewasa tanpa orang tua kandung. Namun takdir berkata lain. Wonyoung mengandung janin teman sekelasnya di kampus yang sama sekali tidak mau...