Waktu sudah menunjukkan pukul 10.15 p.m, siapapun yang sudah lelah seharian bekerja pasti memilih beristirahat dengan nyaman. Namun tidak dengan pria yang kini tengah sibuk menenangkan bayinya.
"Sayang, coba kamu susuin Haruki dulu biar dia berhenti nangis."
Haruto menghampiri Wonyoung yang duduk bersandar di atas ranjang sambil menggendong anak mereka yang sudah berumur satu bulan.
"Gak mau, aku kan udah bilang aku gak bisa nyusuin." Tolak Wonyoung mentah-mentah.
Well, keajaiban Tuhan datang sebulan yang lalu. Wonyoung yang dinyatakan meninggal kembali bernapas. Haruto menjadi orang yang paling merasa bahagia dan bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup bersama istrinya lagi.
Namun dibalik kebahagiaan itu, Tuhan sepertinya masih ingin menghukum Haruto. Wonyoung mengalami amnesia setelah sadar dari komanya selama sepuluh hari.
Dia melupakan jati dirinya sebagai seorang wanita yang telah bersuami dan beranak. Bahkan Wonyoung tidak mau dekat-dekat dengan Haruto dan lebih parahnya lagi, sifat keibuan Wonyoung menghilang. Wonyoung tidak terlalu peduli dengan anaknya.
Seperti sekarang, sudah hampir satu jam Haruki---anak mereka rewel. Wonyoung tak terketuk sedikitpun untuk membantu Haruto yang kuwalahan menenangkan sang anak. Pria itu sibuk sendiri mulai dari memeriksa popok dan tubuh Haruki. Semuanya baik tapi bayi itu tetap saja menangis.
Haruto juga sudah mencoba menidurkan maupun menimang Haruki tapi tidak ada yang berhasil untuk menghentikan tangisannya. Ia jadi sedikit menyesal mengajak Wonyoung tinggal di rumah mereka lagi karena kerepotan sendiri.
Sebelumnya mereka memang tinggal di rumah keluarga Jang. Sehingga Haruki lebih banyak dirawat oleh Rose, begitupun Lisa yang datang setiap hari untuk membantu. Tapi karena merasa jarak tak kasat mata antara dirinya dan Wonyoung terbentang semakin lebar, Haruto memaksa kembali ke rumah mereka. Meski awalnya Wonyoung menolak keras sebab merasa tidak kenal dengan Haruto.
"Dicoba dulu sayang, kalau pelan-pelan pasti bisa." Ujar Haruto sambil duduk di tepi ranjang.
Wonyoung tak merespon. Hanya diam menatap Haruki yang masih menangis dalam gendongan Haruto.
"Kamu gak kasihan lihat anak kita nangis terus? Nanti badannya bisa kurus kalau kebanyakan nangis."
Helaan napas Wonyoung terdengar disusul kedua tangannya yang terulur di depan Haruto. "Yaudah sini."
Dengan senang hati Haruto segera memberikan Rowoon pada istrinya.
"Jangan lihat." Titah Wonyoung saat akan membuka kancing dressnya.
Haruto terkekeh sambil memutar tubuh, "Pake malu segala, yang. Aku kan sudah pernah lihat juga."
Wonyoung pura-pura menulikan pendengarannya saja kemudian mulai mengeluarkan sebelah payudaranya.
"Gak bisa ih, mulutnya terlalu kecil."
"Bisa. Dicoba pelan-pelan, sayang." Ujar Haruto tanpa menoleh.
"Gak bisa, lepas terus." Wonyoung mulai panik saat tangisan Haruki semakin kencang karena putingnya selalu lepas dari mulut mungil bayi itu.
Mau tak mau Haruto terpaksa menoleh. Menelan ludah kasar ketika melihat milik istrinya yang sudah tidak dilihatnya lagi sebulan ini.
"Ditahan makanya, sayang. Pegang kayak gini." Jelas Haruto seraya mempraktikkan hal tersebut pada Wonyoung.
Sial. Dia harus benar-benar menahan diri untuk tidak menerkam istrinya saat ini juga. Merasakan bagaimana kelembutan benda yang sedang ia sentuh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry me ||WONRUTO|| END
Fanfiction|M| Wonyoung selalu menutup diri dari laki-laki manapun agar tak mengulangi nasib seperti dirinya yang tumbuh dewasa tanpa orang tua kandung. Namun takdir berkata lain. Wonyoung mengandung janin teman sekelasnya di kampus yang sama sekali tidak mau...