6🤍

542 40 17
                                    

🤍🤍🤍

"Won, ayo kita nikah."

Wonyoung terdiam. Hanya menatap mata Haruto yang menatapnya penuh harap. Beberapa sekon kemudian ia memutus tatapan mereka lebih dulu seraya menarik tangannya yang dari genggaman Haruto.

"Gak perlu, Ru. Lo gak perlu nikahin gue."

"A-apa?" Haruto sangat terkejut. Saat ia sudah mantap untuk menikah, malah Wonyoung yang tidak mau.

"Kenapa, Won? Bukannya lo sendiri yang bilang gak mau anak kita lahir tanpa ayah."

Wonyoung menunduk dan mengusap lembut perutnya. "Dulu gue emang mikir gitu. Tapi makin kesini gue sadar. Pernikahan itu hal sakral yang harusnya dilakukan oleh orang yang saling mencintai." Ia kembali menatap Haruto dan melanjutkan ucapannya. "Bukan orang seperti kita, Ru."

Wonyoung memang memaafkan Haruto tapi bukan berarti mau menikah dengannya. Wonyoung hanya lelah menyimpan kebencian di hatinya.

Sementara itu, Haruto merasa dadanya dihantam keras. Menghasilkan rasa sesak bercampur kecewa dihatinya.

"Jadi lo mau anak kita hidup seperti lo atau diejek seperti adek lo yang tadi?"

Wonyoung kembali menatap ke depan. Ia sudah memikiran resikonya matang-matang sebelum mengambil keputusan tersebut. "Paling gak dia punya ibu yang gak bakal pernah ninggalin dia sesulit apapun keadaannya nanti." Jawabnya mantap.

Sesulit apapun hidup mereka nanti, Wonyoung berjanji tidak akan pernah meninggalkan anaknya.

"Nggak, gue masih nggak terima." Haruto mulai tersulut emosi. Jujur, ia mulai menaruh rasa pada Wonyoung dan penolakan itu membuatnya sakit hati.

"Ru, yang namanya pernikahan itu pasti ada ujiannya. Kalau nikah tanpa didasari cinta gimana bisa menghadapi ujian itu. Ujung-ujungnya anak yang bakal jadi korban."

Selain itu, sampai saat ini Wonyoung masih sering memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang membuatnya hidup di panti asuhan. Apalagi semenjak kehamilannya ini, Wonyoung semakin overthinking. Ia memiliki pikiran kalau mungkin saja orang tuanya membuangnya ke panti karena sudah tidak saling mencintai lagi dan menganggapnya sebagai beban untuk bisa bersama orang yang dicintai.

Mungkin saja mereka menikah karena paksaan keadaan, seperti ia dan Haruto saat ini. Tidak ada yang bisa menjamin isi hati seseorang di masa depan dan itu yang sedang Wonyoung hindari. Hal tersebut membuatnya berpikir lebih baik tidak menikah daripada membawa kesengsaraan bagi anaknya.

"Meskipun kita gak nikah, gue gak bakal larang lo buat ketemu anak kita." Imbuhnya lagi.

"Jadi ini cuma masalah cinta ya?" Haruto menganggukkan kepala sekali. "Oke gue turutin kemauan lo, tapi kasih gue kesempatan buat bikin lo jatuh cinta sama gue."

Mata Wonyoung melebar mendengar ucapan Haruto. Baru saja hendak menyahut, atensinya ditarik paksa oleh teriakan bocah laki-laki di belakangnya.

"NOONA, DISURUH SARAPAN SAMA EOMMA. KATANYA AJAK JUGA TEMAN NOONA."

Sehabis teriak begitu, Rowoon langsung masuk ke dalam rumah lagi.

"Kebetulan banget gue lagi laper." Haruto bangkit lebih dulu, tidak ingin mendengar penolakan yang mungkin akan Wonyoung layangkan. Namun di tepi jalan ia menunggu Wonyoung, menjaga wanita itu saat menyebrang.

Sesampainya di meja makan, Wonyoung dikejutkan dengan sang ibu yang menyapa Haruto lebih dulu terlebih panggilan pria itu pada ibunya.

"Duduk Haruto, kanggoin ya makan disini ala kadarnya." Ujar Eunbi sambil menata makanan di atas meja.

Marry me ||WONRUTO|| ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang