7🤍

473 57 15
                                    

"Won, lo dengerin gue ngomong gak si?"

Pertanyaan Haruto itu sontak menghentikan tangan wanita yang hendak menarik gagang pintu kamarnya.

"Harus berapa kali gue bilang? Sampai kapanpun gue gak mau berhenti kerja." Wonyoung berujar jengah tanpa menatap Haruto. Sejak Haruto tinggal bersamanya, pria itu selalu memintanya berhenti bekerja. Dan Wonyoung sungguh lelah dengan itu.

"Ya tapi paling gak lo rest dulu lah sampai lahiran. Gue gak tega lihat lo kerja dengan perut gede gitu."

Wonyoung hanya diam ketika Haruto menarik lembut lengannya hingga mereka saling berhadapan.

"Biarin gue yang menanggung semua biaya hidup lo sekeluarga. Gue gak mau lo kenapa-napa, Won."

Seminggu tinggal di rumah Wonyoung bukan berarti Haruto cuma numpang tidur dan makan begitu saja. Haruto juga memberikan uang pada Eunbi tanpa sepengetahuan Wonyoung, meski awalnya ditolak mentah-mentah oleh wanita paruh baya itu.

"Lo sendiri belum kerja, gimana caranya mau nanggung hidup gue?"

Haruto tertawa, "Haduh... Tanpa kerja pun gue tetep punya duit, Won."

"Iya, tapi duit ortu lo." Dengus Wonyoung. Ia menepis lengan Haruto dan melanjutkan niatnya masuk ke dalam kamar.

"Fine. Gue bakal selesaikan skripsi gue secepat mungkin."

Ucapan Haruto kembali menghentikan langkah Wonyoung yang akan memasuki kamarnya.

"Setelah gue kerja nanti, lo harus resign dari semua pekerjaan lo."

"Oke, gue tunggu."

Pintu kamar Wonyoung tertutup. Menyisakan Haruto yang mengacak-acak rambutnya kesal. "Keras kepala banget si lo, Won."

Dengan semangat berkobar, Haruto masuk ke dalam kamarnya. Mengeluarkan macbooknya dari dalam tas dan mulai mengerjakan kewajibannya sebagai mahasiswa yang selama ini ia telantarkan.

Sebenarnya Wonyoung hanya sengaja berkata begitu supaya Haruto terpacu untuk menyelesaikan skripsinya. Sebab selama tinggal bersama, Wonyoung belum pernah melihat Haruto menyentuh macbooknya sama sekali. Padahal katanya Haruto juga penelitian di kota ini. Haruto malah selalu asik bermain dengan Rowoon dan Hajun selain merecokinya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 dan hampir semua penghuni rumah itu mengelana di alam mimpi kecuali sepasang manusia yang berada di kamar berbeda.

"Pengen martabak manis deh." Gumam Wonyoung yang tengah tiduran di ranjangnya.

"Kamu laper ya, nak?" Wonyoung mengusap perutnya dan tendangan lembut langsung ia rasakan dari dalam sana. Lengkungan senyum langsung tercipta di bibirnya.

"Tapi ini sudah malem banget, sayang. Mama gak berani keluar."

Paling banter Wonyoung pulang kerja jam delapan malam. Begitu sampai di rumah, Wonyoung tidak pernah keluar lagi. Karena memang trauma keluar malam setelah hampir diperkosa dulu.

Wonyoung kembali merasakan tendangan di perutnya. Namun kali ini lebih kuat dan beruntun. Sang anak sepertinya tak terima dengan ucapannya barusan.

"Iya, iya. Kita coba tanya papa kamu ya. Siapa tau dia bisa nemenin."

Wonyoung turun dari ranjang dan pergi ke kamar Haruto.

Tok tok

"Ru, lo sudah tidur?"

Pintu kamar Haruto terbuka. Menampilkan Haruto dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.

"Ada apa, Won?"

Marry me ||WONRUTO|| ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang