9🤍

429 45 22
                                    

Sepanjang perjalanan pulang, Haruto terus tersenyum sembari menggenggam tangan kiri Wonyoung. Melepasnya hanya ketika akan memindahkan tuas persneling dan setelah itu akan ia cari untuk digenggam lagi. Wonyoung sampai merasa pegal karena itu. Ingin menarik pun percuma, Haruto akan menahannya lebih kuat.

"Minggu depan kita nikah ya, sayang."

"Kok cepat banget, Ru?"

Haruto cium punggung tangannya sekali, meletakkan tangan Wonyoung di atas pahanya sejenak kemudian mengulurkan tangan untuk mengusap lembut perut Wonyoung. "Minggu depan usianya sudah genap delapan bulan kan? Aku mau sebelum dia lahir kita sudah nikah."

Wonyoung hendak menarik tangan kirinya yang baru terbebas itu tapi Haruto sudah lebih dulu menggenggamnya lagi kemudian menempelkannya di dada. Sehingga Wonyoung bisa merasakan degup jantung Haruto yang sangat kencang saat ini.

Kembali ke ucapan Haruto tadi, Wonyoung rasa menikah minggu depan terlalu cepat untuknya. Ia perlu mempersiapkan hatinya dulu.

"Tapi Ru, emangnya lo yakin mau nikah sama gue?"

"Ulangin."

"Hah?"

"Ulangin pertanyaan kamu dengan kalimat yang lebih lembut."

Dahi Wonyoung mengernyit dalam. Perasaan ucapan barusan sudah lembut. Dia tidak meninggikan suaranya sama sekali.

"Perasaan gue sudah lembut deh ngomongnya." Gumam Wonyoung yang tak kunjung menemukan titik terang.

Haruto berdecak. "Berhenti pakai gue-lo tiap kita ngobrol." Jelas Haruto akhirnya. "Kita sudah mau nikah, sayang. Masa masih pakai lo-gue terus. Kamu sama si Sunghoon itu aja ngobrolnya pakai aku-kamu."

Wonyoung membulatkan mulut, baru paham dengan maksud ucapan Haruto. "Okey, sorry. Aku ulangi kalau gitu."

Haruto mengangguk sembari tersenyum. Senang mendengar Wonyoung mengubah panggilan dirinya.

"Kamu beneran yakin mau nikah sama aku? Kita beda kasta, Ru. Kamu bibit unggul dari keluarga sendok emas sedangkan aku cuma---"

"Cukup. Gak usah dilanjutin lagi." Potong Haruto cepat. Tidak menyangka Wonyoung masih mengingat jelas perkataan pedasnya saat menolak wanita itu dulu.

Haruto sadar ucapannya itu sangat keterlaluan. Mendengar perkataannya dulu dari belah bibir Wonyoung saja ia sudah sesakit hati ini. Apalagi Wonyoung yang dulu ia injak habis-habisan harga dirinya secara langsung dengan lidah tajamnya.

"Maaf sudah bilang begitu sama kamu dulu." Sesal Haruto seraya mengusap punggung tangan Wonyoung yang ia ge genggam.

"Sudah aku maafin. Tapi aku serius sama pertanyaan aku itu." Wonyoung menatap Haruto lurus. "Orang tua kamu apa bakal terima kalau kamu nikah dengan perempuan seperti aku?"

"Mereka pasti bakal terima. Orang tua ku bukan orang tua zaman dulu yang pilih-pilih mantu." Jawab Haruto mencoba menenangkan Wonyoung. Meski dalam hatinya mengamini ucapannya sendiri.



🤍🤍🤍

"Jadi kamu sudah menerima lamaran Haruto, nak?" Tanya Eunbi pada Wonyoung yang sedang memotong sayuran di meja makan. Sebelum melamar Wonyoung semalam, Haruto memang sudah izin lebih dulu padanya.

"Iya eomma, aku coba ngikutin apa kata eomma waktu itu." Jawab Wonyoung, matanya melirik cincin berlian yang melingkar indah di jari manisnya.

"Itu keputusan yang sangat tepat, sayang. Eomma yakin seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa mencintai Haruto."

"Iya, eomma."

Marry me ||WONRUTO|| ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang