***
Pagi setelah huru hara David yang demam, kini David telah bersiap dengan seragamnya dan segera menuju dapur untuk ikut sarapan bersama.
"Loh udah bangun kak?, bunda baru aja mau siapin sup." Ujar Nessa membuat Gabriel dan Aiden berbalik badan menoleh pada David yang sibuk membenarkan seragamnya.
"Ya udah dong bun, lagian adek kenapa ga bangunin Kakak sih??, kalo telat sekolah gimana, kalo kakak sih ga masalah, tapi nanti singa jantan samping kamu itu berkumandang."sahut David sembari melirik ke arah abangnya yang bersiap melempar piring ke arah David.
"Bun liat bun! Itu bang iel mau aniaya David bun." David menunjuk Gabriel yang kembali menurunkan piringnya.
"Kalian ini loh ribut terus tiap hari apa ngga capek? Bunda yang denger aja capek, lagian kakak kan masih sakit, tadi bunda yang minta adek buat ngga bangunin kakak, biar istirahat dulu di rumah." Sahut Nessa sebelum Gabriel sempat membalas perkataan David.
"Ya kan Dav ngga mau di tinggal sendiri di rumah bun, ntar kalo tiba-tiba Dav kambuh terus ngga ada yang tolongin terus mati gimana? Apa ngga sedih bunda?" Sahut David yang sukses membuat Gabriel melemparinya dengan kubis mentah buat lalapan.
"Itu mulut kalo ngomong pakek filter dikit napa sih, ngebet pen mati lo." Gabriel menatap tajam David yang mulutnya ga bisa pakek filter kalo ngomong.
"Ya kan siapa tau kayak dulu kan, dahlah Dav pamit ya bun bayyy." David menyahut sembari mengecup pelan kening bundanya dan melesat pergi keluar rumah tanpa menyentuh sarapan yang di bikin Nessa pagi ini.
Nessa menunduk sedih mengingat ia pernah hampir kehilangan David untuk selamanya, itu terjadi ketika David masih SMP, waktu itu David sedang berada di rumah dengan Gabriel saat bundanya pergi bekerja dengan Aiden, Nessa bekerja serabutan, kadang di pasar kadang buruh cuci, saat itu Nessa tengah buruh cuci di rumah teman Aiden dan Aiden memilih ikut bundanya sekaligus bermain di rumah temannya, David sedang sakit dan Nessa meminta Gabriel menjaganya, namun di sore hari Gabriel mendapat panggilan dari teman-temannya untuk latihan olimpiade sains di rumah gurunya, dan dengan terpaksa Gabriel meninggalkan David sendirian di rumah, awalnya Gabriel menawarkan David untuk ikut namun karena David mager ia menolak untuk ikut.
Dalam kondisi sakit David berada di rumah sendirian, di temani televisi kecil membuat David tak begitu jenuh, hujan rintik-rintik yang membasahi bumi membuat David nyaman meringkuk di balik selimut, ia merasa aman dan nyaman sebelum petir menyambar dengan keras membuat David tersentak kaget dan hal itu membuat jantungnya yang lemah terasa sangat sakit dan menyiksa, David semakin meringkuk di balik selimut, keringat dingin membanjirinya, nafasnya tersengal dan David tenggelam dalam kegelapan, dan semenjak saat itu David tak pernah lagi di biarkan di rumah sendirian dalam waktu yang lama.
"Bunda jangan sedih, Dav pasti bercanda aja kok, emang tuh anak kan suka bikin orang lain emosi sampe pengen jual." Tutur Gabriel sembari bangkit dari duduknya dan mengusap bahu bundanya.
Nessa tersenyum pada putra sulungnya itu, "Udah sana berangkat, kasian adeknya nanti telat."
***
David sampai di sekolah lebih awal dari biasanya, dengan kepala yang masih pusing David nekat sekolah hari ini, David sudah berjanji akan datang ke cafe milik abangnya Ansel, dan ini kesempatan yang bagus untuk David mendapatkan pekerjaan, maka ia tak akan melewatkan meskipun ia sedang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah untuk pulang?
Fiksi Penggemar"pulang itu ke rumah kan?" -David Start [31-05-2024]