BAGIAN 29

173 24 9
                                    

happy reading




David mengerjap pelan ketika merasakan usapan lembut di puncak kepalanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya dan memandang sekeliling yang terdapat papa berserta saudara-saudaranya, dalam angan ia tersenyum melihat papa yang di rindukannya, namun dalam realitanya ia hanya memandang kosong Alex yang berdiri di samping ranjang pesakitannya.

"Apa kabar nak? papa kangen banget sama David." Ujar Alex dengan senyumannya.

David tak menjawab, walaupun ia tak menggunakan masker oksigen hanya menggunakan nasal cannula namun ia engga menjawab pertanyaan Alex.

"Papa minta maaf sayang, lagi-lagi papa gagal jaga kamu." Alex meneteskan air mata karena benar-benar merasa bersalah atas kondisi putra bungsunya.

"Bukan salah papa, ini semua salah David, salah David yang udah lahir di dunia ini, gara-gara David mama meninggal." Sahut David dengan menatap ke arah langit-langit kamar, ia tak mampu untuk menatap keluarganya yang berlomba-lomba mengeluarkan air mata.

"Ngga, bukan salah David, jangan pernah salahnin diri kamu kaya gini lagi, papa mohon nak maafin papa, maafin abang, maafin Ansel, balik ya sayang, pulang." Alex seperti di lempari beribu batu di setiap kata yang David ucapkan.

Lagi David tak menjawab secara lisan, hanya air matanya yang turun dari mata indahnya yang menjadi jawaban.

"Dav maaf, lo mau apa gue turutin deh, sekalipun lo minta jantung gue." Ujar Ansel yang tiba-tiba mendekat ke arah David.

"Yakin?" Sahut David membuat Ansel mendongak.

"Emm yakin." Jawab Ansel ragu-ragu, jujur ia spontan mengatakan hal demikian.

"Halah ga usah emang lo mau hidup pakek jantung pisang kalo jantung lo buat gue." Sahut David dengan sedikit terkekeh, dan hal sederhana tersebut mampu menerbitkan senyum di setiap keluarga Ivander, mereka mengira David masih marah.

Tak berselang lama Nessa datang dengan kedua putranya, ruang rawat yang tadinya sunyi kini telah ramai dengan berkumpulnya dua keluarga.

"Satu lagi sayang." Bujuk Nessa agar David mau menghabiskan makanannya, sudah saatnya David makan dan minum obat.

"Udah bunn udah kenyang." Tolak David sembari menggelengkan kepalanya, lidahnya terasa pahit membuatnya tak berselera makan.

"Kenyang apanya baru dua sendok, sini papa suapin." Sahut Alex yang ikut gemas dengan putranya yang susah makan, padahal dulu David tak pernah menolak makanan apapun tapi dengan kondisinya yang sekarang membuatnya susah untuk menikmati makanan, bahkan ia tak bisa lagi makan makanan favoritnya.

David tersenyum melihat papanya yang perduli padanya dengan telaten menyuapinya makan, mengusap sisa makanan yang menempel di bibirnya, melihat saudara-saudaranya ada untuknya, meskipun pernah menorehkan luka namun David tetap menyayangi keluarganya dan tak pernah membedakan kasih sayang untuk keluarga papa ataupun bunda, David bahagia dan membuang jauh-jauh pikirannya untuk meninggalkan keluarganya, David berandai-andai jika saja mama nya masih ada mungkin sekarang David lebih dari sekedar kata bahagia.

"Bagus pinter gini makannya habis, ini baru jagoan papa." Ujar Alex saat David tak sadar jika ia melahap habis makanannya.

"Cepat sembuh ya sayang." Tambah Nessa dengan mengecup puncak kepala David, sekarang David seperti memiliki keluarga yang sempurna.

***

David diperbolehkan pulang ketika kondisinya membaik, namun masih harus dalam pengawasan penuh selama beraktivitas, makan pun tak boleh sembarang harus sehat dan selalu sayur.

Sejak pagi Alex berserta Gillbert serta Nessa membereskan ruang rawat David karena sebentar lagi akan pulang, tadinya Ansel sudah ngambek mau ikutan tapi ngga jadi karena sudah hampir seminggu tak masuk sekolah.

Alex sedikit merasa sedih saat David memilih pulang ke rumah bundanya, namun demi kebahagiaan David dan demi menjaga agar kondisinya tak semakin parah Alex hanya mampu mengizinkan dengan berat hati.

"Udah semua sekarang sini naik kursi rodanya." Ujar Alex sembari mendorong kursi roda mendekati ranjang pesakitan David.

"Pa David ga mau lah pakek gituan." Protes David dengan menyilangkan kedua tangannya.

"Kan cuma sampe parkiran aja, naik kursi roda aja ya." Bujuk Alex dengan sabar.

"Gamauuuu." Sahut David dengan bergegas berdiri dan berlari keluar ruangan.

"Jangan lariii." Bara ikut berlari sembari melempar tas yang tadi ia rapikan.

David tak perduli dan tetap berlari kecil meninggalkan keluarganya yang khawatir takut terjadi sesuatu, namun dalam batin mereka ikut tersenyum saat David berlari dengan tawa lepasnya, seolah tak pernah merasakan sakit pada tubuhnya.


***
see u next chapter guyss
jangan lupa vote dan komen
감사합니다









Rumah untuk pulang? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang