END

79 11 6
                                    

⚠️LONG CHAPTER ⚠️
HAPPY READING 💐
jangan lupa vote dan komen

.

.

.

Alex menghubungi Nessa untuk membicarakan tentang operasi David, biar bagaimanapun Alex butuh pendapat Nessa,  di restoran sebrang rumah sakit Alex, Nessa, Bara dan Gabriel berkumpul untuk membicarakan tentang David, sedangkan Ansel dan Aiden menjaga David di ruang rawat.

Nessa dan yang lain menghabiskan makanan mereka dengan baik meski dengan perasaan khawatir, Alex belum membicarakan apapun tentang David namun dari raut wajahnya terlihat jelas jika mereka kemungkinan besar akan mendengar hal yang kurang baik.

"Jadi bagaimana pak, apa yang ingin anda bicarakan?" Tanya Nessa begitu Alex telah selesai makan.

Alex menjelaskan kembali apa yang di sampaikan dokter padanya, bagai terhantam beribu-ribu batu mendengar penjelasan Alex tentang kondisi David, hanya dengan mendengarnya saja mereka seperti tak sanggup untuk hidup bagaimana dengan David yang harus merasakan sakitnya.

***
"Sumpah ya lo tuh kalo sakit bilang anjir, jiwa gue kek melayang liat lo diem aja kek mayat tau-taunya malah pingsan." Ansel mendumel dengan tangan yang sibuk mengupas buah jeruk.

"Jangankan lo bang, gue aja nih yang denger kabar kak Dav masuk rumah sakit berasa kek di tusuk seribu duri." Sahut Aiden yang duduk di tepi ranjang pesakitan David.

"Halah kalian mah omdo." David menyahut dengan tawanya.

"Baru juga pingsan belum mati, apa ga kalian yang pingsan kalo gue mati." Lanjut David membuat Ansel maupun Aiden terdiam.

"Gue boleh minta sesuatu ngga sama kalian?" Tanya David saat yang lain masih saja diam.

"Minta apa? jangan aneh-aneh, mahal sih gapapa." Sahut Ansel sedangkan Aiden hanya mengangguk.

"Kalau gue pergi nanti kalian tetep jadi saudara ya, kalian harus saling jaga." Jawab David dengan sedikit tersenyum, pandangannya lurus menatap plafon putih yang terlihat lebih menarik di banding melihat kedua saudaranya.

"Lo ngomong apa sih Dav, ngomong tuh yang baik-baik." Sahut Ansel dengan sedikit membentak.

David membenahi posisinya tanpa tersinggung dengan bentakan Ansel, posisinya kini sedikit bersandar agar lebih jelas melihat Ansel dan Aiden.

"waktu gue ngga lama lagi, dokter bilang jantung gue udah ga bisa di pertahananin lebih lama lagi, jalan satu-satunya cuma operasi transplantasi jantung." Ujar David membuat Ansel yang tadinya enggan melihat David langsung menolehnya, sedangkan Aiden masih membisu dengan tatapan yang tak teralihkan dari ujung baju yang telah kusut ia genggam.

"Lo mau kan?" Tanya Ansel sedikit tercekat, ia ingin banyak berbicara namun tenggorokannya seperti tercekik hingga hanya satu pertanyaan itu yang mampu ia utarakan.

"prosesnya ngga semudah yang di bayangin Sel, presentase berhasilnya cuma 20% itu belum termasuk efek pasca operasi, capek Sel gue udah ngga kuat lagi."

"Ngga! kak Dav ngga boleh nyerah." Aiden menoleh dengan air mata yang telah mengalir deras, mendengar setiap kata yang di lontarkan kakaknya seperti terhunjam beribu batu.

pintu terbuka membuat David menoleh ia tersenyum melihat siapa yang datang, kini semua keluarganya ada bersamanya, dalam batin ia bertanya apa ini waktu yang tepat untuk ia berpamitan.

"papa, bunda." Panggil David begitu mereka telah masuk.

"iya sayang." Jawab Nessa sedangkan Alex hanya tersenyum.

Rumah untuk pulang? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang