BAGIAN 19

205 33 19
                                    


***




Kini tersisa David dan Ansel pada ruang rawat David, keduanya saling diam seperti enggan untuk berbicara.

"Dav maaf." Ujar Ansel setelah beberapa lama saling diam.

"Kenapa minta maaf?" Tanya David sembari memainkan Lego, tangan David yang tak bisa diam itu tadi memainkan selang infus hingga darahnya naik, maka dengan inisiatifnya Ansel membeli Lego di toko depan rumah sakit.

"Maaf tadi gue malah berangkat bareng Sam." Jawab Ansel sembari menatap takut-takut pada David yang bermuka datar, biar Ansel lebih galak tapi di atas Ansel masih ada David.

"Gapapa, gue jatoh bukan salah lo kok, gue nya aja yang ga fokus sama jalan." Sahut David dengan senyumannya, senyuman favorit Ansel.

"Gue boleh nanya ngga? Tapi jangan marah ya." Tanya Ansel was-was.

David tak menjawab namun tatapannya mengisyaratkannya agar Ansel berbicara.

"Kenapa nangis kemarin? Siapa yang udah bikin lo nangis?" Tanya Ansel setelah memantapkan hatinya untuk bertanya.

"Gue juga ngga tau kenapa gue nangis, gue sebenernya juga ngga mau nangis." Jawab David dengan kekehan mirisnya.

"Kalo ada apa-apa cerita ke gue Dav, gue bukan orang lain lagi buat lo." Ujar Ansel sembari menatap David yang menunduk.

"Kalaupun gue cerita juga lo ngga bakal percaya sel, gue juga ngga mau hancurin kebahagiaan lo sekarang sel, biar gue menderita asal lo bahagia, gue cuma mau nebus kesalahan gue yang buat mama tiada." Ujar David dalam batin, secara lisan ia hanya tersenyum.

"Sel, lo sayang banget ya ke tante Giselle?" Tanya David.

"Bangettt, mommy tuh udah kaya ibu kandung bagi gue, tapi biar gimanapun rasanya lebih besar ke mama kok, walaupun gue belum pernah liat mama langsung tapi gue sayang banget sama mama." Jawab Ansel dengan senyuman cerahnya.

"Bahagia terus ya sel, apapun yang terjadi sama gue nantinya jangan pernah salahin diri lo." Ujar David spontan membuat Ansel menyerit bingung.

"Maksudnya?"

"Eh gapapa, tadi gue mau nanya kok lupa ya, itu Samuel kan setahun lebih muda dari kita, tapi papanya meninggal pas kita lahir itu gimana konsepnya?" Tanya David mengalihkan perhatian.

[inimah readers juga pada ngga sadar kannn, hayo ngaku]

"Itu sebenarnya Sam itu anaknya mommy tapi bukan dari suaminya." Jawab Ansel sedikit tak enak, ia juga susah menjelaskan.

"Oke oke gue paham." David mengangguk walaupun sebenarnya belum paham sepenuhnya dengan jawaban Ansel, tujuannya hanya untuk mengalihkan perhatian Ansel dari ucapannya tadi.

"Gue laper deh sel, gofood ayam geprek dong." Ujar David membuat Ansel geram ingin menyentilnya namun tak jadi.

"Pala lo ayam geprek, orang sakit makannya bubur."

"Yang sakit kan kaki sama tangan gue sel bukan mulut gue, bukan juga perut gue, kenapa ga boleh makan." David berkata kesal yang malah membuat Ansel semakin gemas.

Dering ponsel David mengalihkan perhatian mereka, rupanya Alex yang video call pada David.

"Sini biar gue aja yang pegang." Pinta Ansel yang melihat David kesusahan memegang ponselnya, tangan kanannya di perban dan tangan kirinya di infus.

"Halo pa." Ujar Ansel begitu sambungan video call mereka tersambung dan menampilkan wajah papanya yang terlihat khawatir.

"Halo sel, David mana?" Tanya Alex, karena ponsel David masih sepenuhnya menghadap Ansel.

"Halo papa!" Teriak David girang, tangannya melambai-lambai dan di pukul Ansel agar tangan David anteng, kan kalau sampai darahnya naik lagi ke selang infus Ansel juga yang repot, tadi saja ia sudah terkena jambakan, tendangan bahkan gigitan David saat darahnya naik ke selang infus dan harus di ganti.

"Halo Dav, gimana nak kondisi kamu?" Tanya Alex begitu ia melihat David, hatinya terasa teriris melihat putranya yang terluka di mana-mana, belum lagi kabar dari Bara jika kondisi jantung David semakin memburuk namun dengan cerianya David masih menyapanya seolah dirinya memang baik-baik saja.

"David baik-baik aja, David kan strongg!!" Jawab David, ingin mengangkat tangannya tapi tak jadi karena di pegang Ansel.

"Papa segera pulang kok, kalo papa pulang David harus udah sembuh ya nak, Sel jagain adeknya." Ujar Alex membuat Ansel mengangguk dan David berprotes.

"Dav kembaran Ansel pa bukan adek ih."

Alex maupun Ansel hanya mampu tertawa, kepribadian mereka yang bertolak belakang kadang membuat orang lain berpikiran jika mereka bukan saudara kembar.

**
Waktunya makan malam Gabriel menyuapi David makan malam karena tangan kanannya masih susah untuk di gerakkan, iya Gabriel datang menemui adik bandelnya.

"Nambah lagi ngga?" Tanya Gabriel.

"Udah kali bang udah kenyang." Jawab David dengan mulut penuh makanan.

"Kok lo sekarang kurusan?, kurang makan lo?, rumah gedongan gitu masa iya kurang makan." Tanya Gabriel sembari meneliti David dari kepala sampai kaki, terlihat jelas jika berat badan David berkurang, pipi gembul kesayangan bundanya kini menghilang.

"Mana ada kurang makan, gue tuh diet bang biar keren." Jawab David dengan menaik turunkan alisnya.

"Dav, lo bahagia ngga?"

David menatap Gabriel yang juga menatapnya, pertanyaan Gabriel barusan membuat David ingin sekali mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarganya.

"Bang, mau David bahagia mau David sedih sekalipun David terluka, mereka tetap keluarga David, tapi biarpun sekarang David hidup dengan keluarga baru David, Bang iel, bunda, Aiden tetap jadi keluarga bagi David, dan akan menjadi bagian terindah dalam hidup David karena pernah hidup dengan kalian." Jawab David dengan senyumannya, lagi ia akan menyimpan sendirian sakitnya karena Giselle.

"Sorry Dav, gue ngga pernah jadi abang yang baik buat lo, gue nyesel pernah bilang lo anak pungut dan ucapan itu jadi kenyataan." Ujar Gabriel tanpa menatap David yang kini tersenyum pada Gabriel.

"Bang, biarpun tiap-tiap hari kita bertengkar tapi gue ngga pernah beneran marah sama lo, gue malah seneng karena ngerasa kalo hidup gue ngga sepi."

Gabriel tersenyum pada David, menarik pelan David dalam dekapannya, jarang sekali Gabriel memeluk David seperti ini, biasanya hanya ada pertengkaran diantara mereka, namun ternyata hal-hal seperti itu malah membuatnya selalu merindukan David, David yang bandel dengan sifat berbanding terbalik dengan Aiden yang penurut kini hanya dapat menjadi memori indah dalam hidup Gabriel karena David bukan lagi tanggung jawabnya.


***
See u next chapter guyss
Jangan lupa vote dan komen
감사합니다





AYO VOTE DAN KOMEN












Rumah untuk pulang? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang