12 ;

12 4 2
                                    




Waktu sudah menunjukan pukul setengah tujuh petang ketika dirinya baru saja mengunci pintu depan dan berniat mengambil handuk untuk mandi. Sedari tadi ia hanya duduk di sofa dan mescroll tiktok sambil menunggu ibu yang belum pulang dari pagi, dan Rin berani tebak lagi kalau Ibunya akan pulang tengah malam seperti hari-hari sebelumnya.

Tapi.

Pikirannya tiba-tiba teralih Soal Ken tadi siang saat dirinya menutup pintu. Rin juga masih sangat bingung, laki-laki itu menjadi sangat tidak terkontrol. Seingatnya dulu Ken tidak pernah seperti itu, dan untungnya saja tadi ada Pak Sapto yang sedang berpatroli siang di Blok A, jadi Rin meminta bantuannya untuk menyuruh Ken pergi dari rumahnya, dan Pak Sapto berhasil membuat Ken pergi dengan bersusah payah karena laki-laki itu terus ngotot.

Rin menggelengkan kepalanya sekali, menghilangkan ingatan tentang laki-laki itu. Tangan Rin mengambil handuk di belakang pintu kamarnya, kemudian ia turun ke lantai satu, kamar mandi di kamarnya sering mampet kalau jam-jam menjelang malam, jadi dia memutuskan mandi di kamar mandi bawah. Tapi belum saja Rin melepas semua pakaiannya, tiba-tiba saja lampu kamar mandi mati seketika, Rin membuka sedikit pintu untuk mengintip di ruangan lain, ternyata semua lampu di ruang lain juga ikut padam.

Rin berdecak sebal karena ini dirinya menjadi batal mandi, dengan berat hati akhirnya Rin memasang kembali bajunya yang baru saja ia buka. Tangannya meraba dinding untuk berpegangan, berjalan menuju keluar karena terlalu gelap, ia melangkah hati-hati menuju ruang tamu untuk mengambil senter yang biasanya ada di atas ambalan dekat tv.

Tapi langkah kaki Rin spontan terhenti disertai mata yang membelalak saat melihat pintu ruang tamu terbuka lebar. Tirai jendela di samping pintu sesekali menghambur karena tiupan angin malam.

Rin yakin betul sudah menguncinya tadi, dan kalaupun itu Ibu, Rin bahkan tidak mendengar suara mobil Ibu datang barusan. Jadi siapa yang membuka pintunya?

"Buu?" Rin coba memanggil, berharap jika yang membuka pintu itu adalah Ibu, tapi tidak ada sahutan sama sekali. Ruangan masih terasa sunyi dan hanya terdengar beberapa suara hewan malam.

Mata Rin menyipit ketika cahaya dari rumah no.20 terlihat menyala dan sorotnya sagat terang dari tempat Rin berdiri, tapi kenapa semua lampu di rumahnya bisa padam? Apa Ibu lupa membayar tagihan listrik? Rin menggeleng gusar, Bil tagihan listrik terlunas selalu ada di atas kulkas dan ibu selalu tepat waktu membayarnya. Jadi tidak mungkin aliran listrik ke rumahnya di putus begitu saja.

Rin mulai merasa ada yang tidak beres, pandangannya di alihkan ke kiri dan kanan, dan Rin terkejut saat mendengar suara pelan langkah kaki di dekat tangga yang gelap.

Napasnya di tahan seketika, perasaan gelisahnya mulai muncul. Apa itu perampok? tapi mana ada perampok berkeliaran di jam yang bahkan belum menyentuh angka tujuh. Atau itu penculik? Lagi-lagi Rin ketakutan setengah mati karena pikirannya.

Dari tempatnya berdiri Rin mendongak ke lantai dua, ada bayangan seseorang yang menyelinap menggunakan penutup kepala serba hitam, seperti hoodie yang bergerak menuju pintu kamarnya, bayangan siluet orang itu membawa sesuatu yang terlihat seperti pisau di tangan kanan. Badan Rin mulai gemetar, napasnya terasa memberat. Untung saja dirinya berada di lantai satu, ia tidak bisa membayangkan kalau orang itu menikamnya jika Rin saat ini berada di dalam kamar.

Tanpa membuang waktu Rin langsung berlari tanpa bersuara, pandangannya berkeliling ketika ia sampai di tengah jalan, hampir semua lampu milik tetangganya menyala, terkecuali rumah Rin yang gelap gulita.

Entah kenapa dalam dirinya menyuruhnya untuk berlari ke rumah no.20, Instingnya merasa ia akan aman jika meminta bantuan pada penghuni di dalam rumah itu. Rin mendorong gerbang yang tidak terkunci ketika kakinya membawanya benar-benar ke rumah no.20.

Zero Attention Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang