03 ;

43 10 0
                                    




"Mas?"

Pukul 1 dini hari, Jendela kamarnya tampak masih terbuka lebar, hembusan angin sesekali menghamburkan tirai gorden abu yang terpasang di jendela yang kacanya setengah pecah.

"Ngapain ibu kesini malam malam. Ganggu!"

Suara serak khas menjawab penuh emosi di ujung kasur. Penghuninya nampak sedang berantakan, dari dulu pun memang penghuni dan rumahnya selalu berantakan, ia duduk di atas lantai sedang menghisap sebatang rokok yang di selip di tangan kanan.

"Kamu belum tidur jam segini Mas?"

"Menurut ibu?" Bas mendengus. "transferan udah masuk, ibu gak perlu susah datang kesini"

Wanita yang di panggil ibu itu nampak tersenyum sekilas. "Ibu cuma lewat lalu lihat jendela kamu lampunya masih menyala makanya ibu mampir"

"Udah gak perlu, aku baik-baik aja selama ini tanpa ibu"

"Kurang-kurangi merokoknya Mas, bahaya buat kesehatan" Ucapnya penuh kesabaran.

Entah puluhan lebih bungkus rokok yang berjejer di sembarang tempat. Sangat berantakan, aroma nikotin yang menempel di dinding serta serat-serat kain sepray. Sangat khas. Tidak tahu sejak kapan merokoknya menjadi tambah parah dari sebelumnya.

"Peduli apa ibu soal hidup saya"

Perkataan itu nyaris menghentikan desir darah wanita yang berada di ambang pintu, namun semua keadaan ini memang benar. Ia selalu baik-baik saja tanpa seorang ibu, hidup sendirian bertahun tahun rupanya tidak terlalu buruk.

Wanita itu menghela napas. "Ibu bawakan makanan di atas meja, jangan lupa di makan Mas, dan jangan terlalu sering begadang"

Matanya terpejam, membawanya ke dalam kenangan bertahun-tahun lalu.

.

"Ternyata ibu udah khianatin kita dari dulu?"

Bas menatap ibunya dengan penuh rasa kekecewaan. Tangannya mengepal di bawah meja.

"Ibu tega khianatin papa yang nggak berdaya gitu aja?"

Wanita itu terlihat biasa saja. Ini pertama kalinya bagi Bas melihat ibunya tidak arogan seperti yang ia kenal, biasanya wanita itu selalu hebat dalam urusan berdebat.

Wanita itu menghembuskan napasnya. "Ibu salah, tapi ini strategi Mas. Kita tidak bisa hidup seperti sekarang kalau ibu menyerah dan diam waktu itu" Ucapnya dingin.

Bas tertawa masam. "Stategi seperti apa bu? Ninggalin papa yang udah sakit-sakitan demi uang yang banyak?"

"Ibu tau ibu salah, ibu minta maaf. Tapi nanti pasti kamu akan mengerti"

Bas bangkit dari tempatnya, kemudian berhenti di meja kerja ibunya. Menatap foto keluarga yang terpajang, ada ibunya disana tetapi anak kecil yang ada di dalam gambar bukan dirinya.

"Dia seumuran denganku? itu artinya ibu sudah lama berkhianat dengan laki-laki itu? pantas saja kata bude ibu menghilang satu tahun"

Ibu memejamkan matanya sebentar, lalu setelahnya iya mengaku dan mengangguk.

.

Berengsek.

Ia benci dengan ibunya kalau ingatan itu muncul bahkan ia benci semua orang saat ini.

"Ibu bisa pergi sekarang" Usirnya dingin.

Oke, mungkin ia bisa di bilang anak durhaka. Namun ia juga tidak menipisnya, ia memang durhaka, semua orang dari dulu juga tau ia durhaka.

Zero Attention Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang