Setelah bel masuk berbunyi beberapa menit lalu, Rin memutuskan mempercepat langkahnya untuk sampai ke kelas, ia tidak ingin tertinggal pelajaran apapun. Namun baru saja melewati ruang Konseling, Rin tertahan saat melihat dua orang yang tengah duduk di depan meja kaca ornamen warna-warni dengan Kepala sekolah.Bas dan Ken.
Keduanya duduk berderet di bangku lipat menghadap Bu Rianti. Namun coba tebak apa yang di lakukan keduanya, saat Bu Rianti menasehati mereka.
Si berandal memainkan kakinya dan mengetuk ngetuk meja menandakan ia sama sekali tidak peduli dengan apa yang di sampaikan Bu Rianti, sementara Ken dengan santai memainkan satu permainan dalam handphonenya di hadapan kepala sekolah yang sedang berbicara itu, dengan beberapa luka yang sudah mulai mengering di ujung bibir tentunya.
"Ada apa Bas?" Tanya Bu Rianti yang bersender di atas kursi putarnya. "Ada masalah apa dengan Ken?"
Bas tidak menjawab, mukanya masam tak acuh, seakan pertanyaan itu tidak penting baginya. Lagipula Bas bebas memukuli siapa saja yang ia mau tanpa harus ada masalah. Lantas kenapa ia harus meminta izin dulu untuk memukuli putra donatur itu.
"Kamu pasti tau Ken siapa bukan?"
Laki-laki itu mengangkat wajah. "Tau"
"Jadi kenapa kamu memukulinya?" Tanya Bu Rianti sekali lagi.
"Saya bebas memukuli siapa saja Bu, kalau saya mau"
Rianti menghembuskan napasnya frustasi. "Kalau kamu cerita, saya mungkin bisa bantu, nggak perlu ada kekerasan lagi" Ucap Bu Rianti mendengkus. "Setidaknya jangan buat masalah dengan Ken, track record kamu sudah cukup buruk di semester ini"
Laki-laki itu berdecih remeh. "Ibu pikir saya takut dengan dia dan orang tuanya?"
Rianti lantas menggeleng. "Saya tau kamu tidak takut siapapun, tapi ini demi masa depan kamu. Saya yakin kamu tidak ingin keluar dari sekolah dengan cara sia-sia seperti ini"
Ken terlihat tersenyum penuh kemenangan, Apa yang harus ia takutkan jika tanpa mengeluarkan sepatah kata kendali ada di dalam genggamannya.
Hidup menjadi kaya itu memang sungguh menyenangkan. Tapi sisi buruknya jauh lebih tidak enak.
Sementara Bas harus mengalah dan diam saat itu juga. Ia paham maksud itu. Seburuk-buruknya hidupnya ia juga tidak ingin terus menerus berantakan. Setidaknya saat wejangan itu baru saja masuk di telinga kanannya dan keluar dari telinga kiri.
"Saya harap kamu mempertimbangkan kata-kata saya ini" Ucap Rianti menyenderkan tubuhnya kembali di sandaran kursi putar. "Kalian sebentar lagi kelas dua belas, jadi tolong jangan membuat masalah"
Setelah beberapa menit keduanya bangkit dari duduk dan keluar dari ruangan, Rin buru-buru mendekatkan diri ke dinding samping pintu, agar tidak ketahuan menguping. Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Rin mengerjap untuk meyakinkan dirinya tidak salah dengar setelahnya.
"Gue tau rahasia lo" Seru Bas selepas melewati pintu. "Dua pekan lalu di gudang dekat hutan"
Ken terkekeh. "Atas bukti apa lo nuduh gue?" Tanyanya remeh tanpa menoleh sedikitpun. "Jangan ikut campur masalah yang lo nggak tahu"
Berandal itu terdiam, menatap Ken yang tengah berjalan satu langkah di depannya.
"then let's prove it" Pancing Bas.
Langkah Ken terhenti di ujung lorong, ia berbalik ke arah Baskara dengan sangat percaya diri.
"Silahkan, kalau lo ada bukti?" Sahut Ken angkuh seakan menantang. Tangannya menepuk sebelah pundak Bas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Attention
Teen FictionSetelah kejadian penculikan yang menimpa dirinya di Guna Bangsa, serta ingatan di hari kejadian yang tiba-tiba menghilang. Arinanda Ginantari semakin banyak mengalami masalah terutama dengan murid bergelar gifted seperti Baskara, Di bantu oleh Saty...