"Apa sih motivasi lo ngikutin gue sampai masuk kamar?"Ken bertanya keheranan.
Gadis itu malah memilih mengekori Ken dari sekolah dan dengan senang hati mengantarkan Ken hingga persis di hadapan kasur yang Ken tengah duduki. Kamar yang selalu menjadi tempat bagi Ken si pecundang yang tetap terlihat kalah di mata Papanya.
Kadang Ken bisa heran sendiri, semakin Ken menggalaki gadis itu, dia malah semakin senang di sisi Ken. Mungkin sudah lebih ratusan kali Ken selalu marah-marah saat bersamanya, merosting pakaiannya yang sedikit nyeleneh dan tentu saja mengusirnya dengan sangat kejam dari rumahnya sendiri.
Bagi Ken, dirinya sendiri itu memang tidak tahu malu. Sudah menumpang, malah tidak tahu diri.
"Karena gue itu sepupu lo yang paling baik hati"
Dan satu lagi bagaimana bisa gadis itu menyimpulkan dirinya yang paling baik hati. Ya meski itu memang sepenuhnya benar, Silfia memang baik kepada Ken.
"Gue lagi nggak mood buat berantem sama lo, mending lo keluar dari kamar gue!"
Si pemilik rumah sekali lagi terusir dari rumahnya sendiri.
"Kamar lo?" Tanyanya heran. "Inget yaa ini rumah gue"
Ken memutar bola matanya sangat malas, memilih tidak menjawab. Tangan Ken melempar tas yang menyampir di sebelah pundak ke atas kasur sebelum meregangkan diri. Menarik lepas simpul dasi yang terasa sesak meskipun longgar.
Entah apa dosa yang membuat seisi rumah ini harus menganggung beban untuk menampung anak seperti Kenzo. Jujur Ken sepenuhnya merasa bersalah walau tidak pernah terucap lewat mulut.
"Jadi, rencana lo apa?" Cetus gadis itu.
Hajar Bas sampai mampus dan koma di rumah sakit hingga hidupnya bisa berjalan normal!. Sejauh ini hanya itu yang terlintas.
"Nggak ada"
"Nggak ada?" Tanyanya ulang. "Terus lo bakalan gini-gini aja?"
"Terus gue harus ngapain?"
Silfia mengedikan bahu. "Tadi om Gunawan bilang apa?"
"Ngusir gue dari rumah"
Silfia menggemas. "Ih bukan itu, maksudnya dia minta lo buat ngapain?"
"Seperti biasa, kalahin si berengsek Bas"
"Lagian lo bukannya belajar malah gebukin anak orang"
"Dia yang mulai duluan"
"Ya harusnya lo nggak emosi, dia itu sengaja biar lo kepancing, dan berakhir mengenaskan seperti sekarang"
Gadis itu ngomel-ngomel dan mengambil ransel Ken di atas kasur, menaruhnya rapi di atas meja belajar. Untungnya Ken sudah sangat terbiasa dengan omelannya yang sedikitpun tidak pernah bisa masuk ke dalam telinganya.
"Bahaya, yang lo ajak tinju-tinjuan tadi punya skill tawuran yang udah di atas rata-rata, lo bisa aja mati tau nggak?"
"Gue juga bisa berantem"
"Gue nggak pernah bilang lo nggak bisa berantem Ken"
Mungkin ini bagian yang paling menyebalkan, selain butuh kesabaran tinggi saat menghadapinya, Ken juga orang yang tidak pernah mau kalah soal apapun, merasa semuanya bisa dia lakukan sendiri. Walaupun tak jarang memang dia tidak bisa sepenuhnya sendirian. Selalu saja begitu.
"Lo hari ini di hukum sama Bu Rianti atau sengaja di suruh pulang Papa lo?"
"Di skors"
Silfia mengerutkan kening.

KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Attention
Novela JuvenilSetelah kejadian penculikan yang menimpa dirinya di Guna Bangsa, serta ingatan di hari kejadian yang tiba-tiba menghilang. Arinanda Ginantari semakin banyak mengalami masalah terutama dengan murid bergelar gifted seperti Baskara, Di bantu oleh Saty...