Mereka bertiga mengambil barang-barang seperti tas dan buku-buku sebelum kemudian menuju ke kosan Alvin. Setelah selesai mereka berjalan menuju gerbang sekolah hingga tak sengaja berpapasan dengan murid kelas lain salah satunya dari kelas astronomi yang membicarakan seorang perempuan yang mengancam dan membungkam orang-orang dengan uang.
Alvin yang mendengar itu melemparkan tasnya dan kunci kosan meminta kedua temannya untuk pergi duluan. Dio yang tak mengerti hanya bisa bengong kecuali Arel yang menatap kepergian Alvin dengan tatapan tajam—sudah mengenai tujuan Alvin kemana. Mereka berdua pun lanjut jalan dengan wajah ragu.
Alvin sendiri berlari masuk sekolah dengan mata yang melihat sekitar lingkungan lalu naik ke lantai 2 milik kelas astronomi yang amat sangat sepi bak bangunan tak berpenghuni hingga ia mendengar suara seseorang berteriak di salah satu ruangan lantai 3 dekat dengan pintu ekskul astronomi.
Teriakan itu sangat mengerikan dan nyaring memaksa Alvin membuka paksa pintu yang tertutup itu dan menemukan dua siswi yang menjerit karena muncul kecoa dan cicak di saat bersamaan. Mendengar alasan itu, jantung Alvin seakan berhenti sejenak dan rasa kesal sedikit menguasainya ketika menangkap dengan kasar kedua hewan itu lalu melemparnya ke luar jendela.
"Te–terima kasih," ucap kedua siswi itu dengan raut muka hampir menangis.
Alvin langsung pergi dengan sorot mata yang siap mengoyak siapapun yang menghalangi jalannya. Ia turun ke lantai 1 dan sekilas melihat rambut yang terbang di lorong ujung. Dia mengikutinya dan sampai di taman belakang yang penuh dengan tanaman berduri nan cantik disertai wangi bunga yang memikat siapapun yang menciumnya.
“Sales?” Alvin melangkah mendekat perlahan menuju ke arah Sales yang duduk bersila di depan bunga seraya menunduk dan tersenyum kecil sebelum kemudian senyuman itu pudar dengan cepat.
“Ini kesempatan terakhirmu, jika masih mendekatiku maka aku akan pindah—tidak, aku akan enyah dari hadapanmu!” ucapnya tiba-tiba.
Alvin langsung berhenti bergerak dengan tatapan tidak percaya. Kaki Sales bergeser sedikit lalu berdiri memandang langit yang sangat gelap di matanya, ia berpikir sejenak mengenai diri sendiri yang terlalu naif untuk bersenang-senang dan lupa dengan tujuan utama. Kini, demi tujuannya Sales harus mencari tahu temannya dan menjauh dari Alvin.
“Kenapa tiba-tiba begitu? Salahku dimana? Kenapa kamu seperti ini lagi?” tanya Alvin dengan tatapan kesal.
Sales berbalik badan lalu menatap kedua mata hitam yang sangat tajam. Tampak jelas wajah Sales yang mengkerut jengkel, kedua tangannya mengepal kuat, dan bibirnya ia angkat ke kiri. Ini adalah salah satu kebiasaan Sales ketika kesabaran sudah berada di ambang batas. Alvin mengetahui kebiasaan ini dan terus saja menyudutkan Sales.
“Pertanyaan itu tidak wajib dijawab! Tinggalkan aku! Jika mengikari kesempatan terakhirmu maka bersiap saja,” ucapnya seraya menjambak rambutnya hingga rontok saking frustasinya.
“Sebenarnya kamu ini kena—”
“PERGIII! PACARMU SUDAH NUNGGU!”
Belum mengerti apa yang dimaksud serta ingin membantah, Alvin yang sudah diperingatkan hanya bisa memendam semua perasaan kerinduan, sayang, kesal, marah, dan berbagai perasaan lainnya. Ia tak bisa melakukan apapun lagi untuk mendekati Sales kembali tanpa tahu bahwa Sales menjaga jarak dengannya karena ia tak ingin mengganggu hubungan Alvin dengan Nara terlebih lagi ada segerombolan siswa yang mengincarnya.“Jika hilang ingatan tak bisa membuatmu jauh dariku maka aku hanya perlu memaksamu menjauhiku dengan segala cara. Aku tak ingin kehilanganmu, Alvin. Bahaya selalu mengintaiku,” gumam Sales.
…
Alvin yang sudah di kosan langsung masuk dengan wajah frustasi. Dio yang makan pecel di kursi meminta Alvin untuk sabar seraya memberikan gorengan yang ada di piringnya. Alvin menolaknya seraya duduk di lantai disusul Arel yang memakai baju Alvin yang bergambar beruang kutub.
Arel tak langsung membuka percakapan di karenakan ada orang lagi makan pecel tak tahu diri karena pecel itu Arel yang beli dan semuanya dihabiskan oleh Dio dengan alasan lapar berat akibat menjawab soal di papan tulis di tambah melihat Alvin yang diam-diam bisa bucin berat ke Sales.
“Diamlah! Makan ya makan aja gak usah ngerosting orang!”
“Tenang dong kalian berdua nanti gak aku kasih contekan baru kapok! Langsung ke topik, siswa-siswa yang ngeroyok Sales sama Emma itu si—”
“Nara. Ditambah lagi dia menyuap teman sekelas dan siswa-siswi dari kelas lain kayak astronomi,” sela Alvin.
“Betul, tapi permasalahannya adalah …Kenapa bisa begitu? Jika pun ia berniat menyingkirkan Sales seharusnya gak perlu bawa-bawa gengnya,” jelasnya.
“Maksudmu, ada orang yang mengomporinya supaya menggunakan gengnya?”
Arel mengangguk. Ia sepertinya mencurigai ada pihak dari luar yang mulai mencampuri sekolah saat ini bak peringatan sebelum bencana. Dio yang susah mencerna apa yang mereka maksud hanya bisa menikmati makanannya seraya pura-pura mengerti agar kedua temannya itu tidak menjelaskan ulang.
Walaupun begitu, Arel dan Alvin tahu akan hal itu dan tutup mulut. Mereka berdua lanjut diskusi hingga berakhir di jalan buntu akibat kekurangan informasi hingga Dio tiba-tiba memberi tahu mereka jika sebentar lagi sekolah akan mengadakan acara malam atau prom night yang diikuti semua siswa bahkan bakal ada yang dari luar sekolah.
“Itu dia! Jika benar ada pihak luar nanti aku coba cari tahu sendiri dan lu pada jagain Sales, dia lagi marah gara-gara salam paham,” suruh Alvin.
“Moh ah! Ngapain aku jaga mantan pacar lu? Mending aku ikut Sania,” tolak Dio.
“Aku gak masalah asalkan lo gak protes caraku menjaga Sales,” ucap Arel dengan ekspresi wajah menyembunyikan sesuatu.
“Jaga jarak!” tegas Alvin.
"Oke, oke," balas Arel.
Mereka sudah setuju satu sama lain tanpa tahu bahwa seseorang menguping mereka. Orang itu tersenyum seringai lalu menulis percakapan mereka di buku kecil miliknya lalu pergi begitu saja. Di salah satu lembar kertas terdapat tulisan ‘Belle si anak terkutuk’ masih belum diketahui apakah ada kaitannya dengan acara malam ataupun dengan Nara anak gengster.
Keesokan harinya di sekolahan, Nara kembali mengusik Sales kali ini ia turun tangan. Ia terus menjelekkan Sales berharap ia akan terpuruk dan berhenti sekolah saja ataupun melakukan sesuatu yang melebihi ekspektasi dirinya.
“Alvin kan pacarmu, kenapa kamu terus mengusikku?” tanya Sales.
“Kenapa ya? Soalnya seru ngusik orang yang lebih lemah ditambah lihat orang lain hancur tu kayak lihat sirkus hahaha!” Nara menekan-nekan kepala Sales dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
“Soalnya aku keluarga gengster jadi kayak gini makanan sehari-hariku. Nanti aku kasih uang banyak jadi jangan kasih tahu tindakanku ini, okeh.” Nara langsung pergi begitu Alvin dan lainnya sudah datang.
Tanpa panjang lebar, Alvin dengan wajah datar dan dinginnya mendatangi Nara dan mengajaknya untuk pergi ke prom night. Semuanya langsung terkejut apalagi Nara sampai-sampai kedua matanya hampir keluar seakan ini adalah penantian lamanya yang sudah ia harapkan sejak tahun lalu. Ia mengangguk lalu memeluk Alvin di hadapan semua orang.
“Rasanya kayak lihat Alvin melamar Nara.Oh, ada Sania. Sania aca—”
“Aku ada tamu. Jadi, aku gak ikut dansa di prom night." Sania melewati mereka dengan santai lalu duduk di bangkunya.
“Tamu?” curiga Sales.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salesthia
Teen FictionKehidupan SMA yang normal berubah ketika kedatangan murid baru.