Bab 7

10 5 4
                                    

Kembali ke waktu sekarang …

Nara yang terengah-engah berhasil menemukan Sales yang sedang berjongkok di depan bunga mawar merah di taman tepat di sebelah jalan setapak menuju ke arah kelas mereka—tidak banyak orang yang berlalu-lalang karena menggunakan jalan lain yang lebih dekat—Nara mendatanginya perlahan dari sebelah kanan dan sepintas teringat dengan tatapan tajam Sales saat di kelas.

“D-dimana Alvin?” tanyanya.

“Entah,” jawabnya seraya mencium mawar merah.

“Apa? TADI KA—”

“Kamu pacarnya Alvin?” sela Sales sembari menoleh ke arah Nara.

Nara terdiam lalu melihat tatapan Sales yang cukup penasaran dan sedih. Jika ia menjawab ‘Bukan’ sudah pasti Alvin akan direbut darinya jikalau menjawab ‘Iya’ Sales pasti tidak percaya karena tidak ada bukti pasti ataupun saksi.

Nara pun terpikirkan mengenai drama sekolah tahun lalu di mana ia berperan sebagai Klenting kuning dan Alvin berperan sebagai Ande-ande Lumut. Nara pun menyeringai dan dengan pedenya mengungkapkan hal itu,

“Alvin mengungkapkan perasaannya duluan padaku karena sudah melihat perjuanganku untuk mendapatkan cintanya. Aku selalu ditinggal sama teman-temanku yang juga mengejar Alvin tapi di hadapan semua orang kami berhasil melewati rintangan dan juga kami berdua berciuman,” ujarnya seraya mengibaskan rambutnya.

“Begitu, ya.” Sales berdiri lalu melewati Nara tanpa merespon lebih lanjut untuk mengetahui detailnya.

Nara yang puas melihat ekspresi Sales langsung tertawa puas hingga perutnya kram. Ia sama sekali tidak menyadari ada seseorang yang melihat dan mendengar percakapan mereka dari awal hingga akhir. Orang itu tersenyum seringai lalu pergi dari sana,

KRING! KRING! KRING!

Bel masuk pun berbunyi memaksa semua murid yang berada di luar untuk masuk ke kelas masing-masing sebelum guru mapel datang. Sales dengan wajah datar menaiki tangga lalu terdengar keributan yang bahkan bisa mengguncang sekolahan bahkan guru-guru yang ada di lantai bawah bergegas naik ke arah sumber suara itu.

Sales dengan cepat naik lalu masuk ke kelas yang dikerumuni teman-teman sekelasnya dan tak lama setelah itu Sales di dorong sedikit oleh guru BK yang raut wajahnya tak mampu dijelaskan. Tak ada aba-aba, guru BK itu menerobos kerumunan itu dengan mudah lalu menjewer telinga seseorang.

“SUDAH IBU BILANG JANGAN RIBUT KHUSUS DI LANTAI 2! PUNYA TELINGA, GAK? ITU AYAM GEPREK IBU LARI GARA-GARA KAMUUU! GANTI AYAM GEPREK IBU SEKARANG!” tarik guru BK.

“Ampun, bu. Ayamnya lari berarti masih hidup bukan karena saya yang teriak nyaring, bu,” ucap siswa itu yang ternyata Dio.

Keributan pun terhenti seketika selepas kepergian Dio dan sekarang mata mereka tertuju pada Sales. Mereka saling berbisik-bisik hingga Alvin berdiri hingga menjatuhkan kursinya membuat mereka langsung mematung diam.

Dengan berjalan santai dan memasukkan salah satu tangannya di saku Alvin berada tepat di depan Sales,
Mereka saling kontak mata lalu sama-sama melangkah ke depan dan melewati satu sama lain membuat seisi kelas langsung bingung dan heran. Sales memperlihatkan pesonanya yaitu mengibaskan rambutnya untuk menambah percaya diri sedangkan Alvin

“Vin? OI, Alvin pingsan! Cepat bawa dia ke UKS.” Teman-temannya langsung menggendong Alvin sembarangan yaitu kaki diangkat dan kepalanya di kempit oleh ketek temannya itu. Dengan cepat mereka turun dari tangga menuju UKS yang berada di sebelah gedung olahraga basket.

Hanya dengan melihat Sales seperti itu, Alvin sepertinya tak mampu menggerakkan badannya. Sekarang kelas menjadi sepi hanya menyisakan Sales, 4 siswa, dan Arel. Merasa lupa belum berkenalan, Arel mendatangi Sales yang tampak merapikan rambutnya dengan gelisah seakan ada hal aneh yang membuat teman-temannya menatapnya.

“Oh iya, namaku Arel. Aku ketua kelas di sini.” Arel mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

“Eh? Sudah tahu, kok,” balasnya dingin.

Arel terdiam dalam keheningan serta hembusan angin yang menerpanya dari jendela. Ia tak mampu membalas ucapan Sales yang sangat menusuk jiwa dan raga ini meski sebelumnya ada yang pernah mengatakannya tapi sedikit berbeda tapi tetap saja, sakit sama malunya tetap terasa.

“Ah, yang tadi di seret sama guru namanya Dio. Sekretaris si Sania, bendahara yang rambut pendek berpita di tengah si Emma, dan kembang kelas kita yang tadi ikut ngangkut Alvin namanya Belle.” Arel menunjuk temannya yang lain satu-satu untuk mengganti topik pembicaraan.

Setelah selesai mengenali semuanya—meski sebagian tidak ada di kelas—Arel meminta Sales untuk ikut ekskul supaya punya kegiatan refreshing selama di sekolah. Arel juga menjelaskan berbagai ekskul seperti kelebihan dan kekurangan serta rata-rata kelas yang masuk ekskul tersebut.

“Ekskul yang olahraga apapun itu bisa ningkatin fisik sama mental soalnya banyak cowok-cowok ganteng yang dikelilingi sama pacar mereka. Grrrr,” geram Arel seraya menggosokkan kukunya di gigi.

“O-oh, kamu sendiri ikut apa?” tanya Sales.

“Kamu bisa pake basa gaul aja biar santai. Seterahmu juga, sih. Aku ikut ekskul berita,” senyum Arel seakan menyembunyikan sesuatu.

“Mana yang lain?” tanya guru yang masuk kelas mereka.

“Sibuk, Bu. Sibuk ngerosting Alvin di UKS,” jawab Arel.

Di UKS sendiri, Alvin sudah sadar tapi ia masih pura-pura pingsan karena teman-temannya sedang meroasting di samping telinga dengan tatapan melotot yang dipenuhi rasa penasaran yang amat tinggi sampai-sampai UKS menjadi tempat horor bagi Alvin kalau bangun pasti di interogasi kalau gak bangun ya kayak gini.

2 jam berlalu …

Jam pelajaran berganti menjadi jam bebas karena para guru mendadak mengadakan rapat. Semuanya yang sudah berada di kelas—termasuk Alvin dan Dio yang telinganya merah—diminta untuk tidak membuat keributan ataupun keluar sekolah hingga jam pulang sudah tiba.

Guru itu pun pergi dan lagi-lagi mereka mengerumuni Alvin untuk menjelaskan mengenai hubungannya dengan Sales. Alvin menarik napas panjang seraya melirik Sales yang wajahnya tampak tak tertarik, ia pun mengatakan jika Sales dulu adalah pacarnya dan sekarang mereka sudah putus.

Ia berusaha agar Sales tidak terganggu selama bersekolah disini ditambah lagi ia ingin Sales cemburu padanya meski tidak ada ingatan tentang dirinya. Alvin ingin melihat reaksinya tapi sepertinya dia akan melakukan berbagai cara agar bisa mendekati Sales tanpa membuat dirinya terganggu ataupun kesal.

“Jika pun kami putus tapi kenangan kami tak akan pupus. Jika pun ingatan menghilang tubuh ini akan berjalan ke tempat terkenang, ” ucapnya sedikit senyum.

“KYAAAA! Kalau misalnya aku pacarmu dan kita putus, kamu bakal bilang gitu, gak?” tanya siswi yang bernama Pilia.

“Sssst, pertama kamu gak bakal pernah jadi pacarku jadi kata-kata itu gak akan pernah kamu dengarkan,” balasnya dingin. Ia berubah begitu cepat.

Melihat temannya yang berubah drastis, Dio beranjak dari tempatnya lalu menyeret Arel dan Alvin ke suatu tempat. Sementara di kelas heboh sendiri, di tengah kehebohan itu Sales didatangi oleh Emma yang menatapnya dengan serius.

“Maaf tapi …Bisa ikut aku?”

SalesthiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang