Keesokan harinya saat matahari baru saja terbit, Kessa dan Ayana sudah bangun dari tidurnya. Setelah terlebih dulu menyantap sarapan yang disediakan penginapan, mereka segera pergi untuk melanjutkan perjalanan kembali. Mereka masih punya waktu sehari dan harus menggunakan waktunya sebaik mungkin agar cukup untuk perjalanan pulang nanti. Mereka pun harus kembali ke jalanan di depan halaman penginapan. Di sana mereka menyewa dua ojek sepeda motor karena mobil angkutan umum tidak akan diperbolehkan melewati jalan-jalan tertentu. Perjalanan kali ini melewati jalan-jalan pedesaan untuk sampai ke tempat yang di tuju. Jalan itu cukup baik kondisi aspalnya. Jalan yang melewati banyak tikungan dan menanjak. Pemandangan di sekitarnya tentu sangatlah indah. Ada pemandangan kuning keemasan dari hamparan tanaman padi yang menunggu siap panen, menghampar luas di petak-petak sawah berundak-undak di balik bukit-bukit. Gemericik aliran air irigasi yang jernih, permukaannya berkilau di terpa sinar matahari. Bukit-bukit yang berdiri di bawah puncak gunung, melukiskan keagungan tersendiri. Suara kicau burung sahut menyahut, terbang bergerombol menyerupai pesawat sedang menunjukkan akrobatiknya di udara. Terlihat seorang anak sedang mengawasi kerbau yang sedang mengais-ngais rumput. Anak itu duduk termenung sendirian di ladang rumput tanpa membawa seruling.
Kessa selalu rindu suasana kampung halamannya yang asri dan damai itu. Dengan suhu sekitar 20°C, menjadikan tempat itu nyaman untuk menetap. Sebuah tempat yang banyak ditumbuhi pepohonan. Begitu hijau dan sejuk. Tempat bermain dan tumbuh saat masa kecil dulu hingga beberapa tahun. Begitu menyenangkan bisa berlarian di pematang sawah bermandikan sinar matahari, bermain di sungai yang airnya mengalir jernih dan segar. Kessa rindu kenangan manis waktu kecil dulu.
Kini sepeda motor yang mereka tumpangi sudah sampai di depan sebuah rumah. Selanjutnya Kessa turun dari sepeda motor tepat di tengah, di depan halaman rumah itu diikuti Ayana yang berada di belakangnya. Halaman rumah itu cukup luas dan tidak memiliki pagar yang mengelilingi halamannya. Kessa melangkah memasuki halamannya diiringi Ayana yang berjalan di sampingnya. Memasuki teras rumah, Kessa sedikit ragu, memastikan mereka tidak menghampiri rumah yang salah. Maklum saja sudah sepuluh tahun lebih Kessa meninggalkan kampung halaman itu.
Kessa mengetuk pintu rumah yang tertutup dan mengulanginya beberapa kali. Cukup lama mereka berdiri di depan pintu sebelum akhirnya pintu di buka oleh seorang perempuan separoh baya. Raut muka perempuan itu sudah banyak berubah oleh usia yang makin bertambah dan tentu saja guratan hidup yang membentuknya, namun begitu Kessa masih mengenalinya. Perempuan itu anak terakhir dari saudara yang dimiliki dari orang tua yang hendak dijumpai. Agaknya hanya perempuan itu yang berada di dalam rumah hingga cukup lama pintu baru dibuka. Sebaliknya perempuan itu terkejut saat menyadari siapa tamu yang berdiri di hadapannya. Perempuan itu masih mengenal Kessa dengan sangat baik. Perempuan itu tiba-tiba hendak menutup pintu kembali. Kessa segera menahannya.
"Aku harus menyelesaikan satu urusan!" ujar Kessa kepada perempuan itu. Kessa tak mau pergi dengan sia-sia, tapi juga tak mau mendesak untuk masuk ke rumah guna mencari seseorang yang entah di mana keberadaannya.
"Orang yang kau maksud tidak berada di rumah. Semalam tiba-tiba saja mendadak mendapat serangan jantung sehingga kami merasa perlu membawanya ke rumah sakit. Sekarang keadaan beliau sedang kritis. Kami tidak punya waktu untuk mengururusi urusan orang lain," tutur perempuan separoh baya itu.
Kessa terkejut mendengar penuturan perempuan separoh baya itu. Kessa jadi ikut merasa sedih. Sejenak Kessa menundukkan kepala saat perempuan separoh baya itu melanjutkan kembali menutup daun pintu yang sempat tertahan oleh Kessa, tamu yang kehadirannya seperti tidak diharapkan. Kessa membiarkan saja daun pintu itu ditutup rapat. Tak ada gunanya menahan jika orang yang hendak dijumpainya keberadaannya tidak ada di dalam rumah.
"Kita harus ke rumah sakit, mungkin masih punya waktu untuk menjumpainya!" ujar Ayana kemudian.
Kessa sesaat menoleh ke arah Ayana. Mempertimbangkan usulan sahabatnya yang mungkin ada benarnya. Kessa pun mengangguk dan tanpa menunggu lama langsung pergi meninggalkan rumah itu.
oo0oo
Melalui koridor-koridor rumah sakit, Kessa akhirnya sampai di koridor depan ruangan icu rumah sakit. Keadaan koridor itu penuh dengan isak tangis orang-orang yang Kessa masih kenal betul. Kessa lalu beringsut bermaksud untuk melihat ke dalam ruangan dari ambang pintu. Di lihatnya seorang perawat menutup wajah seorang pansien dengan kain putih yang membalut tubuh pansien itu di antara sanak saudara yang berdiri mengelilinginya dengan tangisan penuh kesedihan.
"Sepertinya kita sudah terlambat," ujar Kessa lirih pada Ayana. Terkejut dan sedih rasanya, mengetahui orang yang dikenal dengan baik dan ingin dijumpainya tiba-tiba telah tiada. Air mata Kessa tanpa terasa ikut menetes menyaksikan untuk yang terakhir kalinya laki-laki itu kini terbujur tak berdaya melawan kuasa Tuhan. Apa boleh buat keinginan Kessa untuk coba mencari tahu dan berkaitan erat dengan mistery yang menyelimuti nasib buruk yang selalu menimpa dirinya tak bisa diperoleh.
Ayana menyentuh pundak Kessa bermaksud memberi kekuatan agar Kessa tidak terpuruk pada keadaan yang paling rendah. Ayana merasa perlu mengingatkan Kessa untuk tidak jatuh terlalu dalam. Duka yang mendalam atas kehilangan orang yang mungkin Kessa sangat butuhkan.
Kessa lalu menoleh ke arah Ayana. Tampak sebagian bola mata Kessa telah tergenang air mata dan menetes pelan saat kelopak matanya berkedip. Beberapa saat kemudian Kessa menghela napas sebelum akhirnya beranjak dari tempat itu. Selanjutnya dengan menumpang angkutan umum Kessa memutuskan untuk kembali ke stasiun kereta api untuk pulang ke rumah. Hari itu sudah cukup melelahkan dengan kejadian-kejadian yang menguras kesabaran bercampur dengan kepedihan yang patut untuk ditangisi. Walau perjalanan itu akhirnya tidak membawa hasil. Kini tanpa gambaran pasti, kutukan itu akan terus mengiringi hari-harinya.
Sore hari Kessa baru tiba kembali di rumah Ayana. Kessa mengantarkan Ayana kembali ke rumahnya dan setelah menurunkan sahabatnya itu, tak lupa Kessa mengucapkan terima kasih karena sudah ikut serta menemani perjalanannya. Ayana hanya mengangguk senang bisa ikut menyertai sahabat dalam usahanya untuk mencari penyelesaian atas kutukan yang menimpa Kessa. Ayana akhirnya memeluk Kessa sebelum mereka berpisah.
Setelah melepas pelukannya, Kessa sejenak tertegun. Akan kebingungan dan berat rasanya tanpa dukungan dari seorang sahabat. Kessa merasa beruntung memiliki Ayana yang setia menemani suka dan duka hari-hari yang dilewatinya. Kessa sungguh berterima kasih atas kesediaan Ayana yang telah memberi kekuatan saat dirinya jatuh dalam ketidak pastian. Entah bagaimana jadinya dan apakah sanggup tetap berdiri menerima takdir yang tak diinginkan.
Ayana sekali lagi mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja. Kessa pun menerima isyarat itu dengan menorehkan senyum. Sesaat kemudian Kessa berpamitan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlucky GiRL
Novela JuvenilKessa mencoba bertahan di kelamnya jalan. Dalam balutan kisah yang mengharu biru, semampunya berdamai, bertingkah gila menghadapi hari-harinya yang diliputi kesialan. Melalui prosesnya, Kessa terpaksa berjuang keras meredamkan kekuatan supernatural...