Dunia yang Tak Sama

28 4 0
                                    

Kessa duduk terdiam di atas tempat tidur. Teringat dengan apa yang telah diputuskan oleh kedua orang tuanya, membuatnya memainkan imajinasi sendiri tentang apa yang nanti dihadapi jika dirinya menuruti kehendak orang tua. Gambaran yang tidaklah menarik perhatian hingga membuat gundah. Terbayang bagaimana kehidupan anak seusia dirinya di luar negeri sana yang dikenalnya lewat cerita, berita-berita, film-film yang pernah ditonton, lewat aplikasi saluran hiburan dan media sosial di internet. Kehidupan dengan budaya yang berbeda dan lingkungan yang tidak biasa. Di sana juga harus beradaptasi dengan tetangga dan orang-orang sekitar yang belum dikenal. Semua itu baginya adalah dunia baru yang asing. Tak pernah terbayang sebelumnya untuk mencoba hidup atau sekedar singgah di sana.

Terbaca jelas guratan kesedihan. Di sana Kessa tak menginginkan kehidupan lain apalagi dunia asing yang tentu saja bagi seorang remaja seperti dirinya jadi terasa tidak nyaman. Tapi hidup berpisah dengan kedua orang tua juga tidak lebih menyenangkan. Jelas Kessa tak menginginkan keduanya. Kessa tak siap menerima kenyataan itu. Jika itu membuatnya terpaksa harus memilih, Kessa akan mungkin akan lebih memilih untuk tetap tinggal di dalam negeri. Setidaknya untuk saat ini itu jauh tidak membuat terlalu merepotkan.

Kessa menghela napas panjang. Sebuah kenyataan pahit di sana yang terus bergelanjut untuk dipikirkan. Kessa tahu itu akan membuat perubahan terlalu besar untuk dijalani. Takdir baru dalam dunianya yang baru saja stabil. Entah apa yang harus dilakukan untuk menghindari jika itu bisa diubah. Mungkin ini akan berbeda bagi orang lain, untuk orang yang menyukai lingkungan baru. Tidak bisa disama ratakan walau Kessa pernah masuk ke dunia lain, alam gelap yang tak kalah menakutkan untuk seorang anak.

'Tok, tok', terdengar pintu diketuk dari luar kamar. Sedikit pelan untuk sekedar memberi tanda bahwa orang tuanya datang dan hendak masuk kamar menjumpai salah satu putrinya yang cantik jelita. Pintu kamar itu memang hanya tertutup tanpa terkunci dari dalam, tapi itu tidak membuat seorang ibu atau ayah masuk sekehendak hati, masuk begitu saja tanpa memberi isyarat walau Kessa tak menginginkan isyarat itu berlaku untuk adik dan kedua orang tuanya. Akan terdengar aneh jika orang tua juga perlu izin untuk memasuki kamar anaknya. Beberapa saat kemudian tampak pintu dibuka sendiri oleh ibunya yang menunggu lama, tapi belum ada sahutan dari dalam kamar. Kessa masih dirundung gelisah sehingga tidak segera menyahut ketukan itu.

          Ibunya lalu melangkah masuk dan duduk di bibir ranjang menghadap Kessa. Ibunya berpikir, sebagai seorang yang sedang tumbuh dewasa, Kessa jelas tak cukup mengerti dan memang ini sama sekali bukan sebuah kesalahan jika tak harus memikirkan apa yang berkaitan dengan kebutuhan orang dewasa. Hal tentang pekerjaan, topik itu tak cocok anak baru menginjak dewasa juga karena belum cukup umur untuk memikirkannya. Menurutnya anak remaja seumuran Kessa ada kalanya tak cukup memahami mengapa para orang-orang dewasa harus memikirkan begitu serius bagaimana mendapatkan atau mempertahankan sebuah pekerjaan sampai harus pergi ke luar negeri. Untuk alasan demikian sampai rela meninggalkan rumah, terpisah jauh dari keluarga.

          "Kessa jika itu berat buatmu, kami tidak memaksa kamu untuk tinggal bersama di luar negeri,"ucap ibunya lirih, mengetahui anaknya masih memikirkan keputusan itu.

          Kessa sendiri masih terdiam, menurutnya mereka tidak mengharapkan petualangan besar, atau sesuatu yang lebih. Tidakkah cukup untuk hidup di tanah yang subur? Tanah yang kekayaannya sanggup menghidupi beberapa generasi tanpa perlu merasa khawatir. Jika ini benar seharusnya semua orang tak akan keropotan karena semua penduduknya akan mendapat bagiannya masing-masing dengan tanpa bersusah payah. Lalu mengapa harus repot-repot mencarinya sampai ke luar yang belum tentu di sana menyenangkan untuk dijalani.

Mungkin kita hanya memainkan rasa khawatir yang berlebihan hingga membuatnya terpedaya untuk terus mencari apa yang dianggap sanggup menyelesaikan segalanya. Ya, uang hal yang utama dicari di peradaban modern ini. Jika uang adalah sumber utama yang berkaitan erat dengan kelangsungan hidup melebihi kebutuhan utama makanan dan pakaian itu sendiri, mengapa kita tidak mencetak uangnya sebanyak yang dibutuhkan.

Kessa hanya tertunduk sedih. Memang sulit rasanya untuk mendapatkan tempat, jika masing-masing orang hanya mau dihargai tanpa tidak menghargai orang lain. Sebaik apapun itu jadi sesuatu yang sia-sia untuk dibanggakan. Akan sangat mengkhawatirkan saat orang berusaha mencari keselamatannya sendiri. Kebaikan hanya jadi basa-basi demi mendapatkan keuntungan lebih. Tak jelas apa yang jadi tujuan jika jeberuntungan lebih mendominasi.

"Entahlah apa ini perlu, tak selayaknya melebihi kebutuhan jika ini hanya sekedar untuk bertahan. Ini jadi seperti tidak ada hal yang lebih penting dalam mencari cara untuk mendapatkan tempat. Kau akan belajar banyak dari keadaan ini. Semoga kelak kau akan mendapatkannya di kehidupan ini," ujar ibunya. Ibunya lalu bangkit dari duduknya.

Sementara Kessa masih dengan duduk dalam diamnya. Tak ada yang lebih menarik perhatian dirinya selain ketidak berdayaannya menerima keadaan.

"Sebenarnya ayahmu mendapat tugas baru di luar daerah, jauh dari tempat tinggal kita sekarang, tetapi ayahmu menolak dan lebih memilih untuk mencari pekerjaan baru. Beruntung ayahmu memiliki teman yang membutuhkan seseorang untuk berkerja di luar negeri. Ini memang tak baik bagi kita, ini bukan suatu kemajuan. Ayah melakukannya demi alasan untuk mempertahankan pekerjaannya. Tidak ada yang salah dengan ayah. Ayahmu hanya mencoba memegang teguh bahwa tak ada yang lebih baik dari terus berusaha memberi yang terbaik walau dunia tak berpihak. Kita tidak boleh berpaling dengan orang memiliki komitmen yang demikian. Adalah hal menyakitkan manakala apa yang diusahakan dengan susah payah tidak membawa kemajuan apapun bahkan cenderung menghancurkan diri sendiri," ungkap ibunya sebelum melangkah pergi meninggalkan kamar Kessa.

Sejenak Kessa termangu sebelum akhirnya bangkit dari tempat tidur. Kessa lalu menghampiri cermin untuk melihat raut wajah dan merapikan rambut yang sedikit berantakan. Ada yang perlu dibenahi sebelum melangkah keluar kamar selain penampilannya yang telah rusak oleh sebuah masalah yang masih sulit dilepas begitu saja. Apa boleh buat, untuk sementara waktu setidaknya ini yang harus terjadi karena tak ada yang bisa dilakukan untuk menghindarinya. Kessa menghela napas, seperti domba gemuk yang kepayahan, lelah akibat kehabisan tenaga setelah seharian tercurah seluruhnya dan harus menyelesaikan pekerjaan yang masih jauh tersisa.

Beberapa lama kemudian Kessa keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah untuk selanjutnya melangkah menuju ruang makan. Tiba di ruang makan, Kessa langsung menarik salah satu kursi yang melingkari meja makan bundar besar. Hari sebentar lagi akan melewati siang, Kessa merasa perlu mengisi perutnya. Memang agak telat waktunya untuk makan siang dan Kessa telah melewatkan waktu makan siang bersama keluarga. Ruang makan itu jadi sepi, hanya Kessa yang sendirian duduk hendak menikmati makan siang. Dibukanya tudung besar penutup makanan yang berada di tengah meja. Di sana tersaji beberapa jenis masakan yang dimasak sendiri oleh ibunya. Menurut ibunya penting wanita harus bisa memasak karena kita tidak selamanya mengandalkan masakan dari luar rumah untuk berpetualang yang tak ada ujungnya dan pada akhirnya akan membunuh cita rasa itu sendiri karena expetasinya yang terus berkembang jika tidak bisa mengendalikan hasrat. Bagi Kessa, ibunya adalah seorang koki yang hebat. Di tangannya aneka jenis bahan makanan di olahnya dengan sentuhan seni memasak yang sangat baik dan bercita rasa. Hari itu ibunya selain masak sayur asem, juga ada ikan jambal, tempe goreng dan lauk tumis cumi kesukaan keluarga. Tampak ibunya mengerti benar saat dalam kesedihan, selera makan bisa saja berkurang. Untuk itu perlu memancingnya dengan masakan kesukaan yang menggugah selera.

Beberapa sendok nasi sudah dituang di piring, menyusul sayur asem, beberapa potong tumis cumi dan beberapa sepotong ikan jambal. Tak lupa tempe goreng kesukaannya. Sebagai seorang gadis yang memiliki etika, Kessa mulai menikmati setiap suapan makanan dengan penuh keanggunan. Tak ada kesan terburu-buru dan jauh dari sifat rakus. Memang kita harus selalu menjaga etika kita dalam banyak hal termasuk saat berada di meja makan. Etika menunjukkan orang seperti apa diri kita.

          Beberapa menit kemudian Kessa selesai dengan makan siangnya.

Unlucky GiRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang