Malam ini cuacanya dingin. Angin berhembus kencang menerpa pepohonan rindang disepanjang jalan. Disertai dengan gemericik air hujan yang mulai turun, membasahi kota Semarang. Seorang gadis berlari menuju rumahnya menerjang hujan yang mulai deras turunnya. Sambil menenteng sebuah plastik berisikan makanan sisa, dari tempat kerjanya.
"Hujan.." Larissa. si cewek mungil itu sedang berlari menuju rumahnya. berdecak kala merasakan dinginnya udara malam. Tubuhnya mulai basah karena tidak memakai payung untuk melindungi tubuhnya. matanya berbinar ketika melihat diujung sana, tepatnya disebelah kiri, Rumahnya mulai terlihat. Dengan banyaknya bunga Mawar Putih sebagai cirinya. Senyuman manis terbit di bibir mungilnya. saat ingin berbelok kearah kiri, karena gelap, serta pandangan sedikit blur karena terkena gemericik air hujan. Larissa tersandung sesuatu yang terasa seperti benda padat ditengah jalan.
"Aduh!" Larissa terjatuh dengan posisi tengkurap, wajahnya terbentur aspal lumayan kencang, Ia meringis kecil sembari mendudukkan diri, hidungnya kembang kempis, ingin marah. menatap kearah kakinya ingin memarahi benda tersebut karena membuatnya jatuh.
"Ish! nyebelin bang--" namun, Larissa malah terdiam kaku menatap lekat kearah aspal. disana, bukannya sebuah batu, tapi tubuh! mata Cokelat itu terlihat melotot panik kearahnya. dia tertabrak seorang pria? terlihat tersungkur dengan posisi tak elit. Perlahan pria itu mendudukkan dirinya diatas aspal. terdengar nafasnya yang memburu. memegangi kepalanya.
"Sial." Suaranya terdengar berat dan rendah. berdecak. "Kalau jalan lihat kanan kiri." pria itu menolehkan kepalanya kearah Larissa. terlihat mata sipit itu menyorot tajam kearahnya.
"Maaf, aku ga sengaja. sini aku bantu." Larissa terlihat panik, dengan refleks Ia berdiri dan mengulurkan tangan, ingin membantunya berdiri.
"Ck." Bukannya menerima uluran tangannya, Pria itu malah berdiri sendiri dari duduknya, menggelengkan kepalanya pelan. Larissa yang melihat hal tersebut menurunkan tangannya dengan kikuk.
"Aku ga sengaja, maaf.." Larissa mendongakkan kepalanya menatap wajahnya dengan pandangan khawatir, apalagi melihat dahinya yang luka.
"Gua ga butuh maaf lo." Tangan telunjuknya menunjuk kearah aspal, Larissa yang melihat tangannya, melirik kearah yang ditunjuknya. sedetik kemudian nafasnya tercekat. terlihat sebuah Handphone yang Larissa tahu itu mahal, tergeletak tak berdaya. Layarnya pecah.
"Ganti rugi."
Larissa terdiam kaku, menggaruk pipinya sambil menatap wajahnya dengan pandangan penyesalan, sambil berbicara dengan lirih.
"Aku ga punya uang buat ganti."
Menundukkan kepalanya menatap aspal, mengigit bibir bawahnya menahan takut. terlihat sepasang sepatu mahal berdiri tepat dihadapannya. Telunjuk pria itu mengangkat dagunya. tatapan Larissa bertemu dengan tatapan pria dihadapannya. terlihat tajam serta penuh penekanan.
"Kalau gitu, gimana nasib handphone gua?" Pria itu terdiam sejenak sebelum berbicara dengan suara seraknya "Gua biarin aja lo pulang, gitu?"
Hujan semakin deras, namun, tampak Larissa masih belum bisa pulang, mengingat bahwa ia masih berhadapan dengan kekacauan yang dia buat. menghela nafas sembari menggelengkan kepalanya pelan. melirik wajahnya, dengan polosnya, ia mengambil dompetnya yang hanya berisikan uang 100 ribu. tinggal satu. bibirnya mengerucut kesal, menghela nafas.
"Aku cuman punya uang segini. nanti, sisanya aku ganti. mau, ga?"
Pria itu menatap uang yang dia beri. senyuman miring terlihat dibibir tebal itu. terlihat mengejek. "Ga cukup"
Mendengar hal itu, Larissa terlihat kesal, dengan cepat dia bersuara "Yaudah kalau ga mau! mau digantiin malah diejek. terserahmu deh!"
Larissa menendang kakinya dengan cepat, mendengus kesal, sembari memelototinya "Anak sombong ga ditemenin. Aku ga suka!" ucapnya sambil menatap wajah Pria urakan tersebut.
Dengan cepat Larissa berlari meninggalkan pria tersebut, menuju rumahnya yang terletak sekitar 50 meter dari tempatnya berdiri, meninggalkan Pria urakan itu menatap lekat punggungnya dengan pandangan datar. nafasnya terdengar berat. bibirnya membentuk sebuah seringai nakal. terkekeh berat.
"Urusan kita belum selesai, Brat." ucapnya bersuara dengan lirih. "Lo gaakan pergi gitu aja, tanpa maaf dari gua." setelah mengatakan hal itu, terlihat mobil mewah berhenti tepat disampingnya, terlihat lah seorang pria tua berjalan kearahnya sambil menatapnya dengan pandangan khawatir, memegangi sebuah payung.
"Tuan Muda Gaffar, silahkan masuk. hujannya deras. Nanti, Tuan bisa sakit." Ucap Pak Kurdi, Supir pribadinya. Anak muda itu melirik kearahnya. Gaffar. menganggukkan kepalanya pelan, sembari memasuki mobil mewah itu dalam keadaan basah kuyup. Lalu mobil itu menyala dan meninggalkan tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS | GAFFAR & LARISSA
Fiksi RemajaKatanya, Garis kehidupan sudah ditentukan oleh Tuhan. Tapi, sebagian besar, semua orang memilih melenceng dari tujuan hidup. Karena, tidak sesuai dengan kemauan mereka. Tapi, ada seseorang yang memilih untuk tetap mengikuti alur yang sudah ditetapka...