Gaffar terdiam, menatap lekat seluruh inci wajah Larissa. Sedari tadi, ia tak henti-hentinya menatap lekat sang gadis. Senang. Itulah perasaan saat ini yang bisa ia jabarkan. Senang melihatnya takut dibawah kuasanya. Sebenarnya, Gaffar tidak masalah kalau handphonenya rusak. Tapi, ia senang melihat orang menderita. Setelah berurusan dengannya.
"Kenapa ga bisa jawab? bisu?" Gaffar berbicara dengan suara yang lirih terdengar berat, tangannya terangkat menepis genggaman tangan sang gadis dengan temannya, kasar.
Larissa sedikit terkejut dengan perlakuan Gaffar, tapi, ia tak berani bersuara sedikitpun. Terlalu takut. Apalagi dengan auranya, sungguh, tidak nyamannya...
"Gausah berperilaku seakan-akan lo takut. Kita santai aja. Lihat ke gua, bisa?" Gaffar terkekeh kecil sembari menatap Viola. Ya. ia tahu siapa perempuan yang berada dibelakang tubuh gadis yang berurusan dengannya ini. "Minggir."
Viola yang mendengarnya langsung panas dingin, ia tersenyum canggung, menganggukkan kepalanya mengerti. Berbisik lirih tepat ditelinga Larissa."Anjing, pergi aja, yuk? sama gue."
Larissa menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk tenang, ia mulai berjalan mundur selangkah demi selangkah. Tangannya mulai bergerak menggenggam tangan Viola, lagi.
Tapi, Gaffar, menyadari pergerakan Larissa. Dengan cepat tangannya terangkat mencengkram erat lengan Larissa. Bertepatan Larissa bersiap untuk lari.
"Ish!"
Dengan kasar Gaffar menarik Larissa kearahnya, Larissa membelalakkan matanya terkejut. Kehilangan keseimbangan, ia memegangi pundak Gaffar. "Wait. Don't run."
Gaffar menyipitkan matanya menatap lekat mata Larissa. Dengan santainya, ia mengeratkan cengkraman tangannya. Larissa berteriak kesakitan. Matanya berkaca-kaca "It's hurts.."
Viola langsung panik dibuatnya, ia menggelengkan kepalanya gugup. Temannya TEMANNYA SEDANG DILUKAI OLEH KETUA GENG LANGSUNG ANJING!
Viola berusaha menarik Larissa dari cengkraman Gaffar, ia berusaha untuk melepaskan temannya itu.
Tapi, disisi lain, Viola tak sadar. Ada sepasang mata tajam serta dingin menatap lekat Viola, bibirnya menyeringai penuh arti. Tangannya, bergerak menyugar rambutnya perlahan kebelakang. Menunggu gilirannya.
"Kalau ga mau sakit, ikutin apa kata gua. Masalah lo sama gua belum selesai. Sebegitu mudahnya, lo pergi gitu aja?"
"Aku udah ganti rugi. Apanya yang belum selesai?" Larissa menatap mata Gaffar, dengan mata lugunya. Ia berusaha untuk melepaskan cengkeramannya "Lepasin tangan kamu dulu."
"Tapi, menurut gua, belum." Gaffar mendekatkan wajahnya, menyeringai sinis, "Gua perlunya, lo. Dateng kehadapan gua. Bukannya lewat rekening teman lo."
Viola mengigit bibir bawahnya menahan takut. Sial. ketahuan, kah? bukannya ia mengatasnamakan nama Larissa? kenapa ia bisa tahu? Dengan keberanian penuh, Viola dengan cepat menepis tangan Gaffar, lalu, melindungi Larissa dibelakang tubuhnya. "Dia udah ganti rugi, Gaf."
Kening Gaffar mengerut. Ia terlihat emosi. Gaffar menyipitkan matanya menatap Viola "Siapa lo? berani nyebut nama gua?"
"Mulut lo mau diapain?"
Viola menggelengkan kepalanya, mengeratkan genggaman tangannya dengan Larissa. "Larissa udah ganti rugi. Buat handphone lo. Kenapa sekarang lo malah ga terima? ambil duitnya. Lupain lo pernah berurusan sama temen gue."
"Itu memang pure gue yang nawarin buat nolongin dia."
Alis Gaffar terangkat, terkekeh kecil. ah... Larissa? good name. Gaffar menyugar rambutnya kebelakang, menatap wajah Larissa dengan pandangan tajam, bibirnya terbuka, berbicara dengan nada suara yang rendah "Ingat motto hidup gua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS | GAFFAR & LARISSA
Teen FictionKatanya, Garis kehidupan sudah ditentukan oleh Tuhan. Tapi, sebagian besar, semua orang memilih melenceng dari tujuan hidup. Karena, tidak sesuai dengan kemauan mereka. Tapi, ada seseorang yang memilih untuk tetap mengikuti alur yang sudah ditetapka...