School

2 1 0
                                    

Ia tersenyum manis sembari berpose didepan kaca. Larissa tertawa pelan, inilah kebiasaannya. Berpose layaknya didepan kamera. hari ini dia bersekolah seperti biasa. Khas seorang Larissa Riquel Cantika saat bersekolah adalah jepitan bunga Mawar Putih di kepalanya. Disertakan dengan tas ransel bewarna biru langit dengan gantungan kunci paw kucing sebagai tandanya, dikasih sang ibu.

Karena dulu, sewaktu SMP Larissa pernah kehilangan tasnya, tertukar dengan punya temannya karena sama warnanya. Jadi, semenjak saat itu, dia dibiasakan untuk memberi tanda di tasnya. Berjaga-jaga semisalnya tas miliknya ada yang mirip dengan orang lain. Tidak tertukar lagi.

Setelah semuanya selesai, ia berlari pelan keluar dari kamarnya, sembari mengigit sandwich ditangannya, berjalan keluar rumah, pintunya sudah ia kunci, calm.

Ia mulai berjalan menyusuri jalan setapak untuk menunggu bus. iya. Selama ini Larissa bersekolah menaiki bus. Biasanya ada di ujung jalan, ada halte disana.

Dulu, dia selalu diantar menggunakan mobil. 2 tahun lalu kehidupannya sangat sempurna. semuanya ada. Tidak ada kekurangan. Perlu kemudian meminta, langsung ada, saat itu juga.

Tapi, semenjak sang Kepala Keluarga meninggal dunia, tidak ada lagi hal sempurna itu. Larissa berdiri tegak menatap jalanan.

Senyuman manisnya terbit ketika melihat bus mulai berhenti tepat dihadapannya. Ia berjalan memasuki bus tersebut. Dengan pelan mendudukkan dirinya di kursi belakang, menghela nafas.

Menatap keluar jendela, yang menurutnya menarik perhatiannya. Tapi, terdiam sejenak kala merasakan bangku disebelahnya ada yang duduk. Pelan-pelan ia melirik ke arah kiri.

Terdapat seorang pria, sepertinya anak SMA. karena, bajunya sama seperti yang ia pakai saat ini. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup Hoodie hitam. Namun, hidungnya terlihat, mancung. Dia terlihat memejamkan matanya.

Larissa memalingkan wajahnya ketika melihat pria itu bergerak di kursinya. Takut kepergok sedang menatapnya. Kan, malu. Kembali berdiam diri, menunggu bus yang ia tumpangi sampai tepat di sekolahnya.

Tapi, dia terdiam kaku ketika merasakan bahunya berat, menoleh kaku menatap. menahan nafasnya. Pria disebelah tertidur, kepalanya bersandar di bahunya. Larissa terdiam kaku. Tidak enak ingin membangunkannya. Alhasil, ia hanya berdiam. Namun, tangannya menahan kepala pria itu, takut kalau terjatuh.

Sebenarnya melihat setengah wajahnya, Larissa kasihan. Karena ujung bibirnya terdapat lebam dan luka robek. serta dahi yang terdapat luka goresan. Larissa Deja Vu. Apakah anak ini mengalami kekerasan? tapi, Larissa tidak berhak tahu. Jadi, ia hanya pasrah dan diam saja.

Beberapa menit kemudian, bus berhenti tepat didepan sekolahnya. Semua penumpang yang ada didalam bus yang sama dengannya sudah berjalan keluar. Tapi, Larissa dan pria ini belum. Larissa ragu untuk membangunkannya. Setelah beberapa menit bergelut dengan pikirannya, ia berniat membangunkannya.

"Hei... bangun." Ucap Larissa, suaranya terdengar halus dan lembut, tangan lentik miliknya terangkat menyentil dahinya singkat. menatapnya.

"Hm." Pria itu mulai membuka matanya,  menegakkan tubuhnya, mengusap wajahnya. sembari menoleh. Terlihatlah mata tajam serta sedikit penekanan. Ingat itu?

Larissa terdiam kaku. ini...ini PRIA YANG MALAM KEMARIN IA TABRAK! DAN HANDPHONENYA PECAH! Larissa mengigit bibir bawahnya menahan takut. dengan polosnya ia tersenyum canggung sembari mengangkat satu tangannya.

"Halo?"

Pria itu menatap lekat matanya seakan-akan menembus jiwanya, terlihat ujung bibirnya tertarik membentuk seringai nakal. Dengan pelan dia membuka tudung Hoodie nya. Larissa menahan nafasnya.

Wajahnya tampan serta sedikit manis. hidungnya mancung seperti orang bule. Larissa iri. bibirnya tebal dan sedikit merah. rambutnya bewarna blonde, Larissa mengernyit heran, seingatnya sekolahnya tidak mengijinkan semua murid menyemir rambutnya.

"I found you, Brat." Suaranya terdengar berat dan rendah. Mata hitam sedalam samudra itu menatap lekat matanya dengan pandangan datar. Larissa membelalakkan matanya terkejut. tersenyum canggung. Menggaruk kepalanya, kebingungan.

"Sorry, it's my fault. please?" Meskipun pria itu tidak mengatakan secara langsung. Larissa tahu maksud tujuannya. Pasti kearah kejadian malam itu.

"No." Pria itu mendekatkan wajahnya kearahnya, berbisik lirih tepat ditelinganya, nafasnya terdengar berat menerpa wajahnya.



"Setelah ini, lo ga bisa kabur dari gua, Naughty Girl."
















Tolong, please?

GARIS | GAFFAR & LARISSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang