Larissa menundukkan kepalanya, tangannya tak berhenti mencengkeram roknya, lagi. Ia sedang berada di ruangan kosong yang ada di sekolah, jujur, ia tak tahu ada ruangan ini disekolah nya.
Hawanya benar-benar tak enak, udara seakan-akan hilang, tak ada pasokan udara bagi Larissa untuk ia hirup.
Ruangan ini didominasi warna hitam, juga abu abu, dengan hiasan ala anak geng. Terdapat sofa disini, bisa dikatakan, ini ruangan yang cukup terjaga. Lagi asik-asiknya melamun, Larissa tersentak ketika mendengar suara kasar Gaffar padanya,
"Kenapa diem aja? Bisu lo?" ucap Gaffar sarkas, ia menyipitkan matanya menatap Larissa yang ketakutan akibat ulahnya, sekilas melirik memar ditangannya, tak merasa bersalah karena sudah membuat anak orang kesakitan.
"Engga.." Larissa mengusap-usap tangannya yang terasa kebas juga nyeri, terdapat memar keunguan disana, ia menghela nafas. "Aku ada ngelakuin kesalahan lagi, kah? Sampai-sampai kamu nyeret aku kesini?"
Gaffar menyandarkan tubuhnya, berceletuk, "Kenapa ga bales chat gua?"
Larissa lantas merasa bingung, ia dengan cepat meraih handphone disaku nya, ya.
Ada notif pesan dari Gaffar untuknya, 1 jam yang lalu. Ia sedang berada di kantin tadi, handphonenya selalu ia atur menjadi 'Jangan ganggu', Larissa menahan nafasnya, ia dengan takut-takut melirik Gaffar yang sedang menatapnya datar,"Maaf, aku ga denger notifikasi kamu." Larissa dengan polosnya, mengarahkan handphonenya kearah Gaffar, ia tersenyum canggung, "Aku mode dnd."
Gaffar dengan kasar mengambil handphone Larissa, ia dengan santai memeriksa handphone yang bukan miliknya itu. Larissa kaget bukan main, ia refleks berdiri dari duduknya, mencoba meriah handphonenya dari Gaffar.
"Jangan diperiksa handphone aku, privasi tau! Siniin, kak." Larissa mencoba mengambil dari tangan Gaffar, semakin ia berusaha mengambil, semakin Gaffar mengangkat handphonenya kesana-kemari,
"Diem atau gua tambah hukuman lo."
Singkat, tapi membuat Larissa mati kutu, ia terdiam, dengan lesu, Larissa mendudukkan dirinya dilantai, dibawah kaki Gaffar. Menatap lelaki itu dengan pandangan lesunya, bibirnya cemberut,
"Dibiasakan, jangan selalu mode dnd. Lo asisten gua, harusnya selalu standby, jaga-jaga kalau gua nelfon atau chat lo, harus dijawab detik itu juga, paham?"
Larissa menganggukkan kepalanya mengerti, tangannya terangkat, meminta agar handphonenya dikembalikan, tapi, Gaffar masih tak mengijinkannya.
"Belum selesai."
Larissa mendengus, ia menundukkan kepalanya, merasa bosan, ia mulai menggambar pola abstrak dilantai, menunggu Gaffar selesai dengan kegiatannya.
Sebenarnya, Larissa ingin marah. Itu, kan, privasinya! Tak boleh diperiksa atau dibuka-buka. Tapi, Gaffar bos nya sekarang, ia harus menuruti semua keinginan juga perintahnya. Melawan? Hukuman bertambah, Larissa tak mau lebih lama bersama dengan Gaffar. Bisa mati muda ia disini.
Disisi lain, Gaffar dengan fokus memeriksa semua hal yang ada di handphone Larissa, tak terkecuali. Namun, saat ia membuka galeri, ia terpaku sejenak.
Ada beberapa foto-foto Larissa, itu cantik menurut Gaffar, manis sekali. Tangannya dengan lincah mengirimkan semua foto-foto asisten mungilnya ini ke nomornya. Setelah terkirim, ia hapus jejaknya, pintar sekali...
Gaffar kemudian menggulir aplikasi pesan itu, hanya untuk tahu, nomor siapa saja yang Larissa save selain dirinya. Tatapannya jatuh ketika melihat sebuah nomor yang di pinned. Laki-laki? Gaffar menyipitkan matanya saat membaca nama kontak tersebut
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS | GAFFAR & LARISSA
Novela JuvenilKatanya, Garis kehidupan sudah ditentukan oleh Tuhan. Tapi, sebagian besar, semua orang memilih melenceng dari tujuan hidup. Karena, tidak sesuai dengan kemauan mereka. Tapi, ada seseorang yang memilih untuk tetap mengikuti alur yang sudah ditetapka...