Tangan mungilnya kembali mengusap dahinya yang berkeringat, menghela nafas sembari menaruh beberapa cucian piring yang sudah ia cuci, ditaruhnya ditempat penempatan piring. Cafe Melati Kencana. Larissa bekerja disana. Lebih tepatnya, bekerja di Cafe milik temannya. Larissa bersyukur karena sudah diterima bekerja disini. Disaat ia mencari pekerjaan ditengah gentingnya kehidupan. ia sering tak ada uang untuk sekedar membeli makanan, dapat gaji saja ia bersyukur.
"Rissa.."
Larissa yang merasa namanya dipanggil, menolehkan kepalanya kearah kiri, terdapat anak dari Bos pemilik Cafe tempat ia bekerja. Berdiri menghadapnya, menatapnya. Larissa tersenyum tipis sembari menganggukkan kepalanya pelan.
"Kenapa, kak?" bertanya dengan suara khasnya, lembut dan halus. mata Cokelat terang itu menatap tepat pada mata si lawan jenis.
"Kamu hari ini, ada waktu, ga?" Ucap Reo. anak dari pemilik Cafe. tersenyum canggung kearah Larissa. menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal "Saya ingin meminta waktu kamu sebentar saja."
Larissa mengerutkan keningnya bingung, menganggukkan kepalanya, tersenyum tipis "Aku ada waktu kok, kak. Kenapa memangnya?"
Reo yang mendengarnya tersenyum cerah, berjalan mendekatinya. menatapnya dengan pandangan tenang, namun, jika diperhatikan mata itu menyorot penuh damba. terdiam sejenak kemudian berbicara pelan.
"Saya mau ngajak kamu jalan, temani saya. ke Mall. untuk berbelanja kebutuhan. Bunda yang nyuruh." Reo menatap lekat Larissa, tersenyum tipis. "Kamu tahu, kan. kalau, saya ga bisa dan ga tau kebutuhan dapur sekaligus bahan bikin kue. Jadi, saya perlu bantuan kamu."
"Pasti Bunda mau arisan, ya? pantes kamu disuruh pergi belanja." Ucap Larissa, tertawa kecil. Reo yang melihat itu terdiam menyaksikan hal itu. Tawanya yang sangat indah, orang lain seperti tak punya. Telinga Reo memerah, berdehem beberapa kali.
"Iya. mau bikin kue katanya. bahannya kurang, saya disuruh beli. sengaja kayanya mau bikin saya susah." Ucap Reo
Larissa menganggukkan kepalanya, tersenyum lembut sembari menatap Reo. sembari mengeringkan tangannya yang basah mengunakan kain lap. melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 9 pagi.
"Perginya pengennya jam berapa, kak? aku bisa ikut. tapi, kerjaan aku masih banyak." Ucap Larissa, mengusap tangannya, canggung. menatapnya dengan pandangan bingung. "Atau mau nunggu dulu? ak--"
Belum selesai Larissa berbicara, Reo menyela pembicaraannya, "Ga usah diselesaikan. Biar pegawai yang lain, kita pergi sekarang." Setelah itu Reo dengan lembut menarik tangan Larissa, berjalan membawanya keluar dari Cafe.
"Eh..eh..eh sebentar, masa aku pergi ke Mall pake baju kerja gini, kamu ga malu?" Ucap Larissa, keningnya mengerut "Nanti kakak malu, mana itu tempat bergengsi lagi, aku tutupin pake Cardigan aja, ya?"
Reo hanya menganggukkan kepalanya saja sembari terus berjalan menuju mobilnya, membukakan pintunya untuk Larissa, tersenyum tipis "Didalam mobilku udah ada Cardigan nya, punya Bunda. Sering ditinggal juga. kamu bisa pake itu."
Larissa yang mendengar hal itu menjadi tak enak, ia ingin berbicara tapi seketika terdiam ketika merasakan tubuhnya didorong pelan masuk kedalam mobil, ia hanya pasrah dan hanya menerimanya. Dengan pelan dia memasangkan sabuk pengaman.
"Aku ga suka ditolak, You know that."
Larissa hanya menganggukkan kepalanya mengerti, sembari menatap ke jendela mobil. mobil mulai berjalan menyusuri jalanan lebar. Sedangkan Reo, sesekali melirik Larissa, tersenyum tipis. telinganya memerah malu, jantungnya berdetak kencang. Bukan hal asing lagi bahwa pria ini tertarik dengan gadis yang berada disampingnya, semobil dengannya.
Tak terasa, Mall sudah terlihat didepan mata. memarkirkan mobil. lalu, Larissa berjalan keluar dari mobil. merapikan bajunya, dia sudah memakai Cardigan, milik bundanya Reo. terlihat lucu saat Larissa yang memakainya.
"Sudah, Rissa?" Reo menoleh menatap wajahnya, alisnya terangkat. Larissa menganggukkan kepalanya. Reo mulai melangkahkan kakinya memasuki Mall.
Di sana mereka memilah-milah bahan apa yang diperlukan oleh Bundanya Reo. Larissa dengan cerdik membeli sesuai dengan yang ditulis di kertas, Reo yang menulisnya. katanya, biar tidak lupa. Larissa hanya tertawa pelan mendengarnya. Sedangkan Reo, ia hanya mendorong troli belanja sambil mengikuti Larissa dengan wajah polosnya, karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain mengikuti Larissa didepannya saat ini.
"Benda hijau panjang itu, apa namanya?"
"Kacang panjang, kak."
"Sial. bentuknya kenapa gitu? pasti produk cacat. ga usah dibeli."
"Iya. memang ga ada di daftar, kak."
"Yang putih gading kurus kerempeng itu, apa?"
"Kecambah."
"Nah! kalau yang itu pasti bibit tanamannya bantet. Makanya tumbuhnya pendek, kurus lagi. ga ada sehat nya kalau kita makan, kan?"
"Engga gitu juga, kak."
Seperti itu saja terus menerus, Reo yang bertanya, Larissa yang menjawab. Reo yang kebingungan melihat benda-benda yang menurutnya aneh, Larissa yang menjelaskan kenapa bentuknya seperti itu. Larissa hanya pasrah, dan memaklumi ketidaktahuan Reo tentang perbelanjaan dapur atau apapun itu. maklum, ia adalah anak yang tak pernah menyentuh bahan-bahan dapur. hanya namanya saja yang tahu, bentuknya? tidak.
"Ini aja, kan?" Ucap Larissa, menoleh kebelakang menatap Reo, sembari menunjuk kearah Troli. Reo menganggukkan kepala, "Iya. cuman itu. Ayo kita bayar."
Setelah membayar semua belanjaan, Reo dan Larissa memasuki mobil untuk segera pulang, tidak terasa hari sudah siang. 3 jam lebih mereka didalam Mall, hanya untuk berbelanja bahan dapur.
"Kamu mau langsung pulang?"
"Iya, kak. gapapa?" Larissa menganggukkan kepalanya, tersenyum tipis "Aku mau nyicil jokian tugas, malam ini katanya deadline nya."
Reo menganggukkan kepalanya mengerti. karena ia tahu, selain Larissa berkerja di Cafe ayahnya, Dia juga bekerja sampingan, seperti menerima jokian tugas sekolah manapun. atau mengantarkan barang-barang ke rumah siapapun. Reo sangat amat kagum dengan Larissa, Ya. hanya dia yang tahu.
Selain itu pula, Larissa bisa dibilang pintar semasa hidupnya, sering memenangkan juara olimpiade sekolah, lebih tepatnya di bidang Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA.
"Udah sampai." Ucap Reo kala mobilnya sudah berhenti tepat didepan rumah Larissa. Rumah yang terkesan kecil namun minimalis, terlihat asri dengan beberapa tanaman bunga, lebih dominan mawar putih.
"Terimakasih banyak, kak." Larissa tersenyum sembari menatap Reo. membuka pintu mobil lalu keluar dari sana, melambaikan tangannya.
"My pleasure. Saya juga berterimakasih, sudah menemani saya berbelanja"
"Iya, kak."
Reo pun membalas lambaian tangan Larissa, kemudian mobilnya berjalan pergi meninggalkan pekarangan rumah Larissa. Larissa pun berjalan memasuki rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS | GAFFAR & LARISSA
Teen FictionKatanya, Garis kehidupan sudah ditentukan oleh Tuhan. Tapi, sebagian besar, semua orang memilih melenceng dari tujuan hidup. Karena, tidak sesuai dengan kemauan mereka. Tapi, ada seseorang yang memilih untuk tetap mengikuti alur yang sudah ditetapka...