Pagi-pagi sekali, Larissa dibuat lelah. Sebab, Gaffar tiba-tiba menelponnya, mengatakan bahwa Larissa harus sampai disekolah pukul setengah 7. Secara, kan, biasanya, ia sengaja datang lebih lambat ke sekolah. Larissa kalang kabut. Bahkan, ia mandi secara tergesa-gesa, sarapan pun, hanya memakan roti tawar tanpa toping.
Ia hanya tak ia ingin hukumannya bertambah, jika benar, ia harus mengganti uangnya. Lebih sialnya lagi, Gaffar akan semakin menekannya untuk membayar ganti ruginya.
Juga, ditelepon tadi, Gaffar mengatakan jika Larissa terlambat barang 1 menit saja, ia akan meminta uang cash saat itu juga. SIAL SEKALI!
"Gila aja ketemu sama cowo gituan. Ibu... Larissa cape." Larissa berlari menuju halte bus, ia sesekali mengigit roti tawarnya, kedua kaki mungilnya terus berlari mengejar bus yang tepat didepannya.
"Liat aja, kalau dia sendiri belum datang, aku tendang lagi kakinya, suer deh!"
Larissa menarik nafas, ia mendudukkan tubuhnya dikursi barisan belakang, menatap jam tangannya, masih ada 15 menit lagi. Larissa mengusap wajahnya yang berkeringat, pagi-pagi sekali sudah berkeringat, hanya untuk mengikuti perintah bos jadi-jadian.
"Seandainya aja, aku punya uang. Aku jamin langsung bayar saat itu juga. Tapi, aku gapunya uangnya." Ucap Larissa lirih, ia memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus menerpa wajahnya. Ia sengaja membuka jendela tadi, kepanasan.
Oke. Sudah sampai, Larissa langsung berlari pelan keluar dari bus, ia tidak perlu membayar, ia punya kartunya. Larissa berjalan ketika sudah memasuki wilayah sekolah, ia menghela nafas, sepi sekali...
"Ambil." Tanpa aba-aba, Gaffar mengangkat tangannya yang memegangi tas nya, ia menatap Larissa dengan mata sinis nya. "Cepet, lelet."
Larissa mengelus dadanya, sabar. Ia tersenyum tipis, mengambil tas Gaffar, dipeluknya. "Setelah itu apa lagi, bos?"
Gaffar bersedekap dada, menatap Larissa, ia menyipitkan matanya "Cepet juga lo dateng." Gaffar tersenyum mengejek, ia melirik tas ranselnya yang dipeluk Larissa.
"Asisten emang harus gitu, disiplin."Larissa mendengus lirih, menundukkan kepalanya "Gara-gara dia juga aku datengnya cepet. Belum sarapan nasi lagi, nyebelin banget." Ucap Larissa bergumam lirih, ia menghela nafas sembari mendongakkan kepalanya, sedikit terkejut melihat Gaffar yang juga menatapnya sedari tadi, mungkin?
Gaffar menyipitkan matanya, bibirnya sedikit terangkat "Belum sarapan? siapa suruh? " Larissa yang mendengarnya merasa emosi, ia tersenyum dengan terpaksa "Kamu, kan? yang nyuruh buru-buru?"
Larissa mencengkram roknya kesal. Namun, ia tetap tersenyum, matanya yang jernih itu menatap tepat di mata Gaffar, lalu berbicara "Ga nyadar?"
Kena lo. Gaffar tertawa didalam hati. Tuh, kan. Ini yang dimaksud olehnya, kesalnya seorang Larissa itu khas sekali menurutnya, ia tak pernah melihat orang marah seperti ini sebelumnya. Tangannya, lagi. Mencengkram erat roknya, atau mungkin juga tali tasnya?
Ia memang sengaja membuat asisten barunya ini kesal padanya, memang ini tujuannya menyuruh Larissa datang pagi-pagi sekali ke sekolah. Hanya untuk...
melihat wajah emosinya.
Gaffar tersenyum mengejek, ia menunjuk tangan Larissa yang terlihat tegang, berbicara "Tangannya biasa aja, lecet tuh."
Ia mengigit pipi bagian dalamnya, sembari mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan si mungil. "Kenapa? kesel sama gua? Ngomong sini."Gaffar menatap lekat Larissa dengan mata datarnya, ia menyeringai puas karena benar-benar mendapatkan apa yang ia inginkan. Pagi ini, ia suka sekali. Asupan pagi yang mengenyangkan juga sedikit memberikan energi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS | GAFFAR & LARISSA
أدب المراهقينKatanya, Garis kehidupan sudah ditentukan oleh Tuhan. Tapi, sebagian besar, semua orang memilih melenceng dari tujuan hidup. Karena, tidak sesuai dengan kemauan mereka. Tapi, ada seseorang yang memilih untuk tetap mengikuti alur yang sudah ditetapka...