Tujuan Gaffar

5 1 3
                                    

Malam-malam seperti ini, adalah kesukaan Larissa. Apalagi, menikmati secangkir cokelat panas, diminum saat hangat, nikmatnya tiada tara. Tapi pupus harapannya saat mendapatkan notifikasi pesan di handphone Larissa. Larissa berdecak sebal. Apalagi ini? menganggu waktu me time Larissa malam ini


Larissa sebenarnya malas untuk pergi keluar saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Larissa sebenarnya malas untuk pergi keluar saat ini. Apalagi, udara lagi dingin. Larissa tak tahan udara dingin. Juga, kayak pengen hujan gitu loh, hehe.


Tapi, kenapa Gaffar tiba-tiba mengajaknya pergi keluar? malam-malam lagi. Ia kembali menatap layar ponselnya, pesan lagi.

 Aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aneh. kenapa tidak ada balasan lagi dari bos nya itu? ketiduran, kah? atau... marah? Larissa mengendikan bahu acuh tak acuh, ia mematikan ponselnya. Kemudian, lebih memilih menonton film di laptopnya.

Disisi lain, Gaffar yang sedikit bersantai di balkon kamarnya, terdiam. Tangannya mencengkram handphonenya. Nafasnya terdengar berat. Menatap layar ponselnya dengan pandangan datar.

"Gua baru tau, lo kerja, Sa. Tapi, kenapa? padahal lo sekolah."

Gaffar menghela nafas, meletakkan handphone dimeja kecil bersebelahan dengannya "Apa mungkin, lo kekurangan uang?"

Gaffar terdiam menatap pepohonan lebat yang ada didepan, lebih tepatnya, hutan-hutan kecil, buatan sang ibu untuknya.

"Orangtua lo, kemana, Sa?"

Sepertinya, Gaffar harus mempunyai rencana lain. Disisi lain, ia kesal. Karena, Larissa sudah bekerja dengannya, sebagai asistennya. Dan ia akan membayar Larissa dengan gaji yang cukup tinggi untuk seorang asisten dalam satu bulan.

Bukan apa. Gaffar hanya menyukai raut wajahnya yang ketakutan setiap kali melihat Gaffar. Ia juga menyukai tangan mungilnya yang mencengkram erat roknya atau celana yang ia pakai karena terlampau kesal, tapi tak bisa melakukan apapun.

Gaffar suka sekali. Seperti tikus yang dihadang oleh sekumpulan kucing liar disuatu tempat kecil. Sendirian, tak bisa melakukan apapun selain berpasrah diri.

Jujur, sebenarnya, Gaffar melakukan semuanya sendirian. Ia tak suka dibantu, menurutnya, itu menggelikan. Secara, kan, dia lelaki sejati juga pure jantan.

Ayahnya, selalu mengajarkannya mandiri. Katanya, anak cowo itu, harus kuat, gagah, berotot, juga kekar badannya. Biar ga diinjak-injak atau di ejek cowo letoy.

Tapi, Bundanya, selalu memanjakannya, dibelakang sang ayah. Itulah, sisi lain yang Gaffar punya. Dia anak bunda, loh.

Oke. Mungkin, kedua orangtuanya akan terkejut ketika ia merekrut asisten, cewe mungil lagi. Jelas sang ayah akan marah, karena, ayahnya adalah seorang pria yang menjunjung tinggi perempuan.

Tapi, entah kenapa, Gaffar suka sekali dengan rencananya kali ini. Apalagi, bertujuan untuk membuat asisten mungilnya ini tertekan.

Dari awal, Gaffar tak marah hanya karena handphonenya pecah, ia bisa beli lagi. Tapi, melihat tingkah dan perilaku takut serta kebingungan yang jelas di mata sang gadis... he like it.

Gaffar menyeringai lebar, ia tertawa sendiri. Bertepuk tangan dengan pemikirannya."Larissa... lo berurusan sama gua, sampai mati."

"Dan, jadi asisten gua yang paling pinter. Biar gua buktikan, kalau gua ga pernah main-main sama omongan gua."

Gaffar menyugar rambutnya kebelakang, menjilat bibirnya yang terasa kering. tangannya yang berotot itu, terkepal.

Gaffar Novanno Semantha, selalu memiliki pemikiran-pemikiran yang diluar batas kemampuan orang lain. Selalu satu arah. Kalau pilihan satu yang ia suka. Ia akan selalu memilih pilihan satu itu. Walaupun banyak pilihan yang ada.

Apalagi, sebelumnya, Gaffar. Tak pernah berurusan dengan yang namanya WANITA
selain bundanya yang cantik.

Jadi, mungkin. Ini akan menjadi tujuan paling bahagia menurut Gaffar.

Membuat sang gadis tunduk padanya.

Hanya dengannya, gadis itu tetap hidup.

Karena Gaffar, akan membuat kehidupan gadis itu, sengsara saat tidak bersamanya.

Tentram dan bahagia saat bersamanya.

Gaffar, tertawa pelan. Angin berhembus kencang menerpa wajahnya, ia semakin tertawa terbahak-bahak mengingat wajah sang gadis. Ah... betapa bahagianya dia.

Wajah itu, kesukaannya.

Ia harus mengorek lebih dalam informasi si mungilnya itu, lebih banyak.

Karena, dengan itu, ia akan mempersempit ruang Larissa agar tidak pergi kemanapun.

"Asistenku yang mungil, bersiaplah untuk tunduk pada Tuan muda mu ini..

juga, bersiaplah menyambut hari paling  sengsara yang ada di hidupmu."

GARIS | GAFFAR & LARISSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang