BAB 20: RENCANA PERNIKAHAN

40 23 1
                                    

Assalamualaikum, lop!

Hai, hai, hai, readers🤍

Jangan lupa bersyukur🥰

                ~SELAMAT MEMBACA~

Aku melakukan kegiatan seperti biasanya dengan fokus mengelola cafe mesti fokusku saat ini sudah tidak lagi tentang bekerja saja melainkan sudah saatnya memikirkan tentang pernikahan yang saat ini sedang kujalani prosesnya. Melalui perantara keluarga, aku dan Kanayah tidak pernah berkomunikasi langsung agar terhindar dari fitnah.

Minggu depan saatnya kembali ke rumah Ibu Aisyah bersama dengan Om Farhan untuk tahapan selanjutnya yaitu bertukar CV untuk pembahasan lebih jelas.

Kurang dari dua hari sebelum pergi, aku menghubungi Om Farhan untuk menemaniku nanti.

***

Hari ini aku dan Om Farhan berangkat ke rumah Bu Aisyah, untuk membahas mengenai pernikahanku dengan Kanayah, anak Bu Aisyah.

Sesampainya di sana, aku dan Om Farhan bertemu dengan Bu Aisyah dan juga adik laki-laki dari almarhum suaminya dan langsung membahas CV yang telah ku ajukan, begitupun dengan CV yang diajukan oleh Kanayah.

Saat aku membaca CV milik Kanayah, aku tidak keberatan sedikitpun tentang kebiasaannya dan membuat kesepakatan untuk kebaikan rumah tangga kami kedepannya.

Giliran membahas CV ku, Bu Aisyah melihat biodataku dan langsung menatapku lekat.

"Ada apa, Mbak?" tanya Om dari Kanayah bingung.

"Akso? Lahir di Konya?" ucapnya yang semakin membuat kami terheran.

"Iya Akso Bu, dan saya lahir di Konya," ucapku menjelaskan.

"Ha, Algajendra dan Sezen?" ucapnya lagi sambil menutup mulutnya terkejut.

"Itu kakak laki-laki saya dan istrinya, Bu. Orang tua Ilker," ucap Om Farhan.

"Mereka teman saya sewaktu masih di Turki, Konya," jawabnya dengan lirih setelah mengetahui orang tuaku telah tiada dan ternyata mereka sudah kenal, malah berteman.

"Ibu Aisyah temannya Aa Alga dan Teh Sezen?" tanya Om Farhan memastikan.

"Iya, Pak. Alga itu teman saya dari masa pendidikan S1 sampai melanjutkan pendidikan ke Turki dan Sezen adalah wanita hebat yang ku kenal, yang menikah dengan Alga," jelasnya.

"Apa ibu tau mengenai ayah dan ibu saya semasa dulu?" tanyaku antusias.

Kemudian Bu Aisyah menjelaskan secara jelas mengenai ayah dan ibu semasa muda dahulu.

Aisyah POV

Memilih hidup mandiri di perantauan adalah langkah yang berat, namun demi melanjutkan pendidikan agar menggapai cita-cita, aku dengan senang hati melakukannya. Saat aku memilih melanjutkan pendidikan di Turki, suatu ketika aku sedang menolong wanita paruh baya yang mengalami sesak napas di tempat pemberhentian bus dan berusaha meminta pertolongan tetapi tidak ada seorang pun yang membantuku. Namun beberapa saat kemudian ada seorang wanita mendekatiku dan menawarkan bantuan pertolongan karena tidak ada yang peduli terhadapku, merasa bahagia di saat itu, dengan segera kami membawanya ke Rumah Sakit terdekat dengan taksi. Saat itu kami pun berkenalan dan sedikit berbagi cerita, aku berbagi cerita mengenai perjalananku bisa sampai ke Turki dan Henes bercerita mengenai kehidupannya juga dan sesekali bertanya mengenai Islam, saat itu dirinya masih non-Muslim dan memiliki nama Henes.

Kemudian setelahnya kami tidak ada bertemu lagi, hanya saja bercerita lewat pesan karena sempat bertukar nomor ponsel saat di Rumah Sakit. Setelah itu aku juga mendapat kabar bahwa ada salah satu adik tingkatku sedang berada di sini juga untuk melanjutkan pendidikan dan mendapatkan beasiswa, itulah Algajendra.

Dengan masa pendidikan setahun lagi di Turki, aku sering bergabung di organisasi sesama mahasiswa dari Indonesia yang pastinya semakin sering bertemu dengan Alga.

Saat tiga bulan sebelum kepulanganku ke Indonesia, aku mendapat kabar bahwa Henes ingin berpindah kota ke Konya, tempatku saat berada di Turki untuk melanjutkan pendidikan. Saat ku tanya alasannya ternyata dirinya memilih keluar dari rumah orang tuanya karena memilih untuk memeluk Islam, mualaf. Dan aku membantu dirinya untuk tinggal bersamaku.

Suatu hari, saat Alga datang ke penginapanku untuk membantunya menyelesaikan tugas, dirinya pun bertemu dengan Henes dan bercerita tentang perjuangan Henes untuk memeluk Islam.

Setelah waktu berlalu, Alga bercerita kepadaku bahwa dirinya akan melamar Henes dan meminta restu ibunya, dan kami pun mendatangi rumah orang tua Henes yang berada di Izmir. Namun setibanya kami di sana, kami tidak mendapatkan respon yang baik, melainkan lontaran kata kasar yang diucapkan untuk kami, tetapi Henes masih diizinkan untuk berbicara kepada ibunya dan diperbolehkan masuk dan kami menunggu di luar rumah.

Kemudian Henes keluar dengan sesegukan dan mata yang sembab karena mendengar ucapan ibunya, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke Konya. Karena saat itu Alga belum mempunyai cukup tabungan dirinya memutuskan mencari kerja paruh waktu agar tidak mengganggu pendidikannya begitupun dengan Henes yang seorang wartawan, ia memfokuskan dirinya.

Namun tidak lama aku pun pulang ke Indonesia karena telah selesai pendidikan di Turki dan memutuskan untuk menerima lamaran dari seorang laki-laki yaitu ayah Kanayah.

Beberapa tahun setelahnya aku mendapatkan kabar bahwa Alga dan Henes sudah menikah, kemudian saat suamiku pindah tugas ke Singapura dan tidak kembali lagi ke Indonesia sampai suamiku meninggal dunia, aku turut ikut bersamanya dan tidak lagi berkontak dengan mereka hingga saat ini.

Pada suatu ketika saat menemani anak bungsu ku melihat konser dari Grup Band yang masih hangat namanya di Indonesia, aku memperhatikan wajah vokalisnya yang seperti tidak asing bagiku, namun aku lupa wajah siapa itu, ternyata dirinya adalah Ilker, anak dari temanku sewaktu di Turki dan sekarang akan menjadi calon menantuku.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, ternyata Alga dan Henes telah tiada. Sewaktu muda dulu aku dan Henes sempat berandai-andai jika kami menjadi besan yang kompak, dan saat ini Allah mengabulkan itu semua dengan keadaan yang berbeda tetapi aku tetap bersyukur. Ilker adalah anak yang baik dan insyaallah sholeh, dengan begitu aku merestuinya untuk menjadi pendamping anakku kelak.

***

"Henes itu nama ibu Kamu sebelum memeluk Islam, Nak. Ibu Kamu sangat baik," ucap Bu Aisyah setelah menjelaskan kisah kedua orang tuaku.

"Kamu sangat mirip sekali dengan ibumu, terlebih warna matamu yang biru, Ibu jadi rindu dengannya," sambungnya lirih.

"Terimakasih, Bu. Saya juga rindu dengannya," jawabku.

Kemudian setelah kami membahas CV dan tidak ada kendala, Om Farhan mengajukan tanggal pernikahan yang disetujui pula oleh Bu Aisyah dan keluarganya.

"Alhamdulillah...Semoga dilancarkan segalanya, aamiin," ucap Bu Aisyah penuh harap.

"Aamiin ya Allah," jawab kami semua.

Setelah berbincang kembali, aku dan Om Farhan berpamitan untuk kembali ke rumah dan menyiapkan segalanya untuk pernikahan nanti.

***

                ~TERIMAKASIH LOP~

Komennnn yang banyakkk ya lop,,,

Jangan lupa vote juga

Terimakasih

Syahadat Kedua (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang