02. Konflik Yang Sering Terjadi di Sekolah.

34 9 5
                                    

Pukul 10.30

"Dan itu sungguh luar biasa!" Aku sekarang sedang berada di kantin. Ini adalah jam istirahat pertama yang aku isi dengan makan bersama ketiga kawanku. Meskipun hanya ada tiga orang, namun ini sangat menyenangkan karena kami membahas topik tentang horor yang seru.

"Itu seram! Mengapa menyebut itu menyenangkan?!" Salah satu teman kelasku yang akrab denganku itu bernama Ji-ah protes pada temanku yang satunya bernama In-ho karena cerita horor itu menyeramkan. Pantas saja ia mendapatkan ketakutan karena Ji-ah adalah seorang perempuan yang penakut.

"Ji-ah, cerita itu tidak menakutkan. Aku bercerita di siang hari begini, kau masih takut," respon In-ho dengan tenang. "Penakut sekali dirimu!"

"Sudah, jangan beradu argumen nanti malah kedatangan hantu yang kalian cerita," ujarku dengan serius sambil mengunyah makanan.

Ji-ah pun semakin menggerutu "Ini lagi, jangan membuatku semakin merasa takut. Hm, Youngjae. Tadi, Ji-Won kenapa? Marah-marah tidak jelas padamu."

Won-Jin yang sudah tahu semuanya pun langsung menjawab omongan Ji-ah, "Ji-Won itu orangnya pemarah. Padahal, dia sendiri itu pintar tapi malah minta jawaban sama Youngjae."

"Ah, kalian berdua itu seperti tidak tahu saja, bagaimana sikap Ji-Won ," respon Ji-a dengan geram. "Selalu berusaha untuk terlihat sempurna namun dari hasil yang tidak benar."

Aku mengerutkan alis, "Berarti, nilai-nilai besarnya itu hasil dari menyontek?" Sambil mengunyah makanan tanpa membiarkan menelan terlebih dulu. "Wah, ini adalah rahasia yang perlu di bocorkan."

In-Ho langsung menyela dengan serius, "Tapi tunggu dulu, kita berempat cukup tahu saja. Soal menyontek itu, biarkan menjadi urusan Ji-Won. Yang penting, kita jangan meniru tingkah laku yang tidak baik."

"Aku tahu," balasku. "Padahal, aku sudah menawarkan bantuan untuk mengajarinya tapi ia tetap tidak mau, bagaimana aku tidak bisa menahan amarahku coba? Dia salah satu manusia yang tidak ingat bahwa segala usaha pasti ada jalan keluar."

"Betul itu," timpal In-Ho dengan tersenyum bangga. "Wah, perkataan Youngjae sangat menginspirasi," tambahnya.

"Kalian tahu aku sedang berdebat kecil dengan Ji-Won, tapi kalian malah diam saja," ketusku dengan rasa kecewa.

"Pikir juga itu, kami semua sedang fokus mengerjakan tugas bahasa Inggris. Tidak tahu saja, bagaimana guru bahasa Inggris itu galaknya, tapi hari ini dia tidak menunjukkan sikap yang menakutkan," timpal Ji-ah dengan santai.

"Mungkin sedang merasa senang," respon Won-Jin dengan optimis. "Apakah ada lagi orang yang perlu kita bicarakan? Hm, aku tidak punya topik pembicaraan yang menarik saat ini. Eh, tapi kalian ingin pergi bermain ke PC bang tidak? Rencananya nanti malam."

"Wih, kalian mau ke PC bang? Aku ikutlah, berapa sewa main game di PC bang?" tanya Ji-Ah dengan semangat. "Aku juga ingin main game di warnet.

"Jika begitu, sekitar 1.000 won. Aku memang memiliki uangnya di rumah, dari sisa uang saku," jawab Won-Jin dengan semangat. "Aku sengaja mengumpulkan uang untuk bisa masuk ke warnet dan bermain game. Setelah itu, aku tidak ingin bermain lagi, tapi jika aku ingin bermain lagi, aku akan mengumpulkan uang dari uang saku."

"Kau sudah pandai menabung," responku sambil menatapnya. "Aku malah masih suka meminta uang pada ibu. Aku juga ingin membuat rencana untuk membeli komik lagi. Aku ingin komik yang mengisahkan tentang perjuangan melawan kejahatan."

"Komik itu apa?" tanya Ji-Ah. "Kenapa bilang komik? Apa itu suatu permainan dalam video game?"

Aku segera menjelaskan, "Bukan, itu bukan buku biasa tapi komik dengan gambar-gambar yang dicetak. Ayahku yang menurutinya begitu, aku sendiri tidak memahaminya dengan lebih mendalam. Aku membawa komik di dalam tasku. Judulnya 'Meraih Bintang'. Seru tahu, komiknya."

Who Are You? (Hold On)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang