20. Aku Akan Menemanimu Dirimu Sampai Kapanpun

10 2 0
                                    

"Ini belum seberapa!"

Kali ini aku benar-benar melihatnya hanya sendirian. Tanpa mengerti bagaimana dia pindah, mendadak aku langsung dikejutkan oleh serangan senjata sabit kematian dari arah depanku. Namun, beruntungnya, aku berhasil menghindar dari serangan tersebut.

Dengan nafas terengah, aku memegang pisau erat-erat. "Kau benar-benar tidak mudah dihentikan, ya?" Kata dari makhluk itu pada diriku. Makhluk itu maju, langkahnya berat tapi pasti. Tanpa menunggu lebih lama, aku melangkah maju dan mengayunkan pisau ke arahnya.

Setiap tebasan menembus dagingnya, menyisakan darah yang memercik ke wajah dan tubuhku. Aku terus menghujamkan pisau, sekali lagi dan lagi, sampai akhirnya makhluk itu terhuyung, nanun aku tak berhenti sampai sini.

Saat aku mencoba melakukan satu ayunan pisau lagi, sebuah pukulan keras tiba-tiba menghantamku dengan kekuatan brutal. "Diam, bajingan!" teriak makhluk itu, suaranya menggelegar penuh kebencian. Rasa sakit menjalar cepat, seakan tulang-tulangku remuk akibat benturan itu.

Lagi-lagi, aku terjatuh ke dalam genangan air hitam ini. Seolah-olah dunia ini sengaja membuatku terus kembali ke titik yang sama. Penuh dengan rasa sakit dan keputusasaan. Air yang dingin menyelimuti tubuhku, membuat setiap gerakan terasa berat dan lambat. Aku terbatuk, mencoba menahan rasa perih di paru-paruku.

"Apa kau menyerah sekarang?" Makhluk itu menatap diriku begitu tajamnya, "Atau bila perlu kita akhiri."

Aku mengusap darah yang mengalir di wajahku, rasa perih menyengat setiap pori kulit. Dengan susah payah, aku bangkit, tubuhku bergetar antara lelah dan marah. "Bukan aku yang akan berakhir!" teriakku, suaraku serak dan penuh kemarahan. Dunia seakan menertawakanku, tapi aku tidak peduli lagi.

"Ayo, katanya kau akan mengakhiri diriku? Jangan cuma bicara, sekarang maju!"

Dengan keberanian yang tiba-tiba memuncak, aku tak lagi memperdulikan apapun. Dengan cepat, aku maju ke depan, pisau di tanganku siap untuk menusuk. Namun, saat aku mengarahkan pisau itu ke depan, tiba-tiba ada dorongan kuat dari belakang yang membuatku tersandung dan kehilangan keseimbangan.

Aku terjatuh di atas lantai yang putih bersih, tubuhku yang penuh darah tampak kontras dengan permukaan yang berkilau itu. Tetapi, hal yang lebih mengejutkan untuk diriku sendiri ketika aku mendengar suara yang sangat amat familiar.

"Astaga, Youngjae?! Apa yang terjadi padamu?!"

"Apa?!" Aku mendongak cepat, terkejut menemukan diriku kembali di kelas. Semua mata tertuju padaku, wajah mereka penuh kejutan dan ketakutan. Ada yang salah dengan diriku, tapi apa?

Perlahan, pandanganku menurun ke tangan yang gemetar. Jantungku berdebar kencang saat melihat tanganku yang berlumuran darah segar. Darah menetes, membasahi lantai di sekelilingku. Nafasku tersendat ketika mataku menjelajahi lengan, baju, hingga seluruh tubuhku. Mataku langsung terbelalak sempurna, menyadari bahwa tubuhku benar-benar dipenuhi oleh darah.

Bagaimana ini bisa terjadi?! Aku keluar dari dunia itu, tapi darah ini masih ada. Aku menatap kembali sekeliling, terutama pada teman-temanku, yang tak bisa bergerak, tak bisa berbicara. Wajah mereka seolah menurut penjelasan, namun aku sendiri tak mempunyai jawaban apapun.

Sebuah bisikan yang dingin kembali terdengar, merayap di telingaku, "Ini baru permulaan. Nikmati atau takutlah. Hahaha, sungguh menggelikan.

Aku tidak bisa melakukan apapun, tetap terdiam, terpaku dalam mimpi buruk yang kini menjadi kenyataan.

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, hah?! Kau memang aneh!" Suara temanku memecah keheningan, nadanya campuran antara ketakutan dan ketidakpercayaan, "Kau benar-benar gila! Aku harap, kau bisa pergi dari sekolah ini!"

Who Are You? (Hold On)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang