3. Forbidden Love

31 7 0
                                    

Quest Day 3Genre Utama: FantasySub Genre: Fantasy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Quest Day 3
Genre Utama: Fantasy
Sub Genre: Fantasy

🌻🌻🌻

- Forbidden Love -

Sejarah mencatat legenda. Ada banyak kejadian luar biasa-entah itu kebaikan maupun keburukan-yang tercatat di buku-buku usang nan lusuh, menyajikan banyak hal yang pada akhirnya menjadi sebuah larangan ... ataupun perayaan. Selalu ada dua sisi kehidupan yang hidup berdampingan meskipun tak ada yang menyadari, kehidupan yang beriringan tanpa saling mengusik, setidaknya sebelum ada salah seorang, bahkan mungkin dua pihak saling mengetahui. Terlebih, jika lancang menaruh cinta.

Jauh di dalam hutan berdindingkan pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi, ada satu rumpun makhluk hidup yang menyerupai manusia hidup dengan damai, berdampingan dengan alam yang terbentang luas. Keberadaannya kerap dianggap sekadar mitos, tetapi beberapa bagian sejarah justru menguak bahwa makhluk berkulit sedikit keemasan dengan tampilan yang memikat itu memang nyata adanya. Setidaknya rumor ini pada awalnya hanya sebatas fiktif belaka yang sulit untuk dipercaya keakuratannya. Hingga tiba-tiba, seorang pria mendengar seorang wanita rupawan yang bernyanyi dengan begitu merdu di bibir hutan.

Memutuskan untuk tetap berada di hutan menjemput pagi ketika tak ada rusa yang didapat, menjadi awal dari semuanya, meskipun yang membuatnya terbangun lebih awal adalah mimpi buruk. Lantas, dia melihat adanya wanita cantik dengan kulit yang berkilau di tengah gelap malam, pria itu pun menjadi lebih sering datang ke hutan itu. Satu malam, si wanita yang sedang memainkan seruling itu lalu memergoki sang pria. Sialnya, wanita cantik itu justru lebih menggerai rambutnya demi terlihat lebih ayu.

Dia mencoba menggodaku? Pikiran yang terbesit. Pria itu menanggapi, mencoba mengikuti gerakan si wanita itu yang sedang menari. Namun, semakin menari, si pria merasa kepalanya mulai berkunang-kunang. Saat matanya hendak tertutup, barulah pria itu sadar bahwa wanita penggoda itu adalah seorang elf dari telinganya yang tampak panjang dan runcing.

"Bangsamu nyata. Kau sungguh indah."

"Bahkan ketika kau akan mati, aku tetap terlihat indah?"

"Setidaknya, kau tahu siapa nama manusia yang tergila-gila padamu ini. Aku Melies."

Kejadian itu harusnya membuat Melies menjadi ketakutan untuk kembali memasuki hutan, tetapi dia justru lebih terbirit-birit ketika sebuah keajaiban dia masih hidup. Setiap malam, mereka berbincang banyak hal, tentang bangsa elf lebih dominan. Melies selalu menanggapi cerita itu dengan antusias sampai pada akhirnya Melies tahu bahwa nama dari sang elf wanita itu adalah ... Liesel.

Cinta tak pernah memandang tuan untuk bertamu, perbedaan kehidupan pun bahkan ia buta darinya, menerobos saat perasaan nyaman mulai memiliki rumah di atas hati masing-masing. Siapa sangka, Melies berhasil merebut cinta sang elf. Jauh sebelum mereka saling mencintai, hal ini rupanya bukan pertama kali. Suatu ketika, Liesel membuka mata Melies dan mengajaknya memasuki kawasan para elf diam-diam.

"Lie, ini tak masalah?" tanya Melies dengan mata yang memandangi sekitar, takjub akan hal ini. Sejak awal tak ada yang berani menjelajahi hutan sejauh ini, ratusan tahun lalu manusia dikecam wabah yang digadang-gadang ulah elf, lebih tepatnya karena persatuan bangsa elf dan manusia dalam pernikahan, hingga akhirnya berujung pada kehancuran. Dua bangsa tersebut akhirnya damai ketika di ujung peperangan menyisakan sedikit dari mereka, dengan perjanjian damai adalah hidup tenang dan tak saling mengusik. Sayangnya, cinta terlarang ini kembali terjadi pada Melies dan Liesel.

Liesel menjawabnya, "Seharusnya menjadi masalah, Meli."

"Ya, aku tahu legenda yang beredar di bangsaku."

"Bangsa kita pernah saling menyerang karena salah satu dari mereka jatuh cinta ... dan menikah." Liesel menunduk saat mengatakan itu. Dia menyadari kesalahan yang mereka lalukan berdua. Hanya saja, mereka tak bisa keluar dari peliknya hati yang semakin terjerat rasa.

"Lie ... maukah kau berjuang denganku?"

"Berjuang dengan cinta." Tatapan mereka bertemu, Melies sudah memangkas jarak, hidung mereka sedikit lagi bersentuhan meskipun Melies harus sedikit menunduk karena tubuh Liesel yang lebih kecil dan pendek. Namun, tiba-tiba angin bertiup kencang hingga mereka terpental dan terjerat pada dua batang pohon.

Melies dan Liesel mendongak bersamaan. Di hadapannya berdiri seorang elf pria yang sedikit lebih tinggi dari Liesel, tetapi janggutnya menjuntai dengan warna yang sama dengan rambutnya. Wajahnya tak ada keriput, tetap menawan dan berseri. Janggut itu yang menjadi penanda bahwa dialah tetua elf-dalam pikiran Melies.

"Cinta? Kalian ingin mengulang sejarah? Kalian rindu bau debu yang bercampur darah? Kalian ingin mengacaukan dua bangsa ini lagi seperti ratusan tahun yang lalu?" Tongkatnya menancap pada tanah. Liesel tak lagi berani mendongak, dia begitu ketakutan sementara Melies masih menatapnya. Dia ingin berlari-setidaknya untuk sedikit perlawanan. Sayangnya, ranting pohon itu telah diminta oleh tetua elf untuk mengikat mereka.

"Kalian harus berakhir. Satu nyawa tak sebanding dengan ribuan nyawa yang akan melayang saat perjanjian damai dilanggar."

"Tidak! Aku mencintainya."

"Dan tak mencintai bangsamu? Liesel adalah cucuku."

Melies terperanjat. Benarkah? Pantas saja dia terlihat begitu murka.

"Angkat wajahmu, Lie. Kami sudah menyadari ini sejak awal, tapi berusaha untuk menegurmu pelan-pelan, menceritakan bagaimana kelamnya saat peperangan itu terjadi. Tapi lihatlah, berani-beraninya kau membawa dia ke sini!" Janggut tetua elf itu sampai bergetar menahan amarahnya yang membumbung.

"Tapi kami saling mencintai!" Sedikit keberanian akhirnya ada pada diri Liesel.

"Kesalahan tetap kesalahan. Keselamatan bangsa lebih penting, sekalipun kau adalah cucu dari kami. Mari kita lihat, cinta siapa yang paling besar."

Tiba-tiba, ranting pohon yang lain datang membawa sebuah minuman yang berwarna hijau. Melies menatapnya aneh sementara Liesel sudah mengenali cairan itu. "Tidak! Kumohon, aku akan melepaskannya. Tapi jangan pakai cairan ini?"

"Oh, jadi kau percaya cintanya lebih besar, ya? Itu berarti dia yang akan mati."

"Cairan apa ini?" Melies menyela.

"Cairan cinta sejati. Yang memiliki cinta lebih dalam akan turut melebur bersama cairan itu dan ... mati."

"Jangan meminumnya, Meli, aku mohon!" Liesel menjerit. Namun, ranting itu dengan paksa memasukkan cairannya ke dalam mulut keduanya. Hingga berselang beberapa menit ... yang merasakan kejang-kejang hingga mengeluarkan busa dari bibirnya adalah ... Liesel.

Lie .... Pupil mata Melies membesar, lantas setelahnya turut memejam mata dengan damai. Pengaruh cairan itu sejatinya berada pada Melies, tetapi Liesel mati sebab menenggak racun yang telah diraciknya sendiri. Liesel membawanya demi mempersiapkan keadaan ini. Ya, Liesel ingin memilih mati bersama.

Kini, di dunia lain, tak ada yang menghalangi cinta kita lagi, Meli.

🌻🌻🌻

Quest Day 3, End.

3 Juni 2024

(Tokoh Liesel akan selalu hadir di setiap bab dengan cerita yang berbeda)

Magic Mix [Short Story] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang