2. Vampire Genetics

38 9 0
                                    

Quest Day 2Genre Utama: FantasySub Genre: HTM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Quest Day 2
Genre Utama: Fantasy
Sub Genre: HTM

🌻🌻🌻

- Vampire Genetics -

Ketika matahari mulai tenggelam, para orang tua akan menarik pulang anaknya lalu menutup pintu-pintu dan jendela dengan rapat, mereka akan tetap mengurung diri dalam kamar kendatipun ada suara ketukan. Berita kematian remaja-remaja selama lima hari berturut-turut menjadi penyebabnya meskipun sudah tentang seminggu belum ada korban lagi, pihak kepolisian belum mendapatkan jejak-jejak terkait siapa dalang dari kasus yang sudah ditetapkan menjadi pembunuh berantai. Para korban yang meninggal selalu memiliki ciri yang sama, badan yang kebiruan seperti lebam serta bola mata yang mengarah ke atas.

Jika ditelusuri lagi, pelaku mengintai remaja yang masih segar, laki-laki ataupun perempuan. Ingin mengira ini ada tindak pelecehan seksual, tetapi lima dari korban keempatnya adalah laki-laki.

"Aku akan mengantarmu dengan aman, tenang saja," bisik pria itu sembari mengelus punggung tangan kekasihnya. Dia menyesali telah membawa gadis yang baru saja menjadi kekasihnya tiga bulan yang lalu itu terlalu jauh, hingga belum tiba di rumah sebelum hari gelap. Sesekali si pria melirik spion mobil untuk memastikan tidak ada siapa-siapa yang membuntuti mereka.

"Tak mengapa, Per, aku tidak takut."

"Liesel, pembunuh itu jelas mengincar remaja seperti kita." Pero menatap Liesel dengan raut wajah yang cemas.

"Tapi empat di antaranya laki-laki, kau harusnya lebih mengkhawatirkan dirimu saat pulang sendirian setelah mengantarku," timpal Liesel. Dia bergerak mendekat ke tubuh Pero dan menyandar pada lengan kekar milik pria itu.

"Ini kotaku, Lie, kau yang harus lebih hati-hati karena baru pindah ke sini dua minggu yang lalu. Setelah sampai rumah kau harus masuk kamar dan menguncinya, jangan membuka pintu meskipun ada yang mengetuk, paham?" Pero membalikkan sedikit kepalanya dan mengecup kening gadis itu.

"Ya, ya, aku tahu. Siapa yang akan membuka pintu tengah malam saat tahu pembunuhan merajalela? Tapi, ngomong-ngomong kau tahu sesuatu—maksudku ... kau mencurigai seseorang?"

"Entahlah, papaku belum menemukan apa-apa."

Liesel beranjak dari posisinya, mata cokelatnya menatap Pero lekat. "Papamu?"

"Lie, kau lupa, ya? Papaku kerja di bagian forensik. Katanya, cukup sulit untuk mencari jejak dari korban dan pelaku. Motifnya juga sangat abu-abu, pasalnya tak ada yang hilang dari korban selain nyawanya. Harga bendanya masih lengkap, juga menurut keluarga salah satu korban, semasa hidupnya dia tak punya masalah dengan siapa-siapa untuk dendam separah ini. Lihat saja korbannya, tak berhubungan sama sekali. Pelaku memang sepertinya memilih acak dan papa bilang ... mungkin saja untuk kesenangannya."

Pupil mata Liesel membulat, mendadak suasana semakin mencekam, pepohonan yang mereka lalui bergoyang sedikit lebih kuat, bahkan suara angin nyaring terdengar di telinga. Pero terlihat mengusap sekali lengannya, Liesel pun menyadari bahwa bulu kuduk pria itu merinding tiba-tiba.

"Kasus yang aneh. Setiap kali papa pulang dari ruang laboratorium, dia akan mengoceh panjang lebar padaku meskipun aku tak tahu yang dia bicarakan. Aku memakluminya, sebab papa pasti butuh tempat bercerita setelah mama meninggal lima tahun yang lalu."

Liesel mencoba tersenyum dan menepuk pelan lengan kekasihnya. "Aku boleh ikut ke rumahmu saja?"

"Tiba-tiba begini?"

"Aku mendadak jadi lebih takut," jawab Liesel lirih.

"Ya, sudah, papa pasti belum pulang jam segini, biasanya jam sebelas ke atas. Bahkan menginap."

Arah mobilnya berbalik menuju kediaman Pero. Liesel yang menghadap luar, mendadak lebih fokus memperhatikan bayangan wajahnya yang samar. Dari bayangan itu, Liesel melihat bibirnya yang sedikit terbuka dan menampilkan taring di sana.

Sesampainya mereka, Pero berjalan ke sisi sebelah untuk membukakan Liesel pintu dengan pandangan yang tak fokus, mengarah ke segala sisi. Saat turun daru mobil, rambut panjang Liesel berkibar diterpa angin, membuat pesonanya semakin kuat. Terlebih, sinar rembulan di atas sans memantulkan cahaya di pipinya yang berkilauan.

"Ayo masuk, Lie."

Liesel meraih genggaman Pero, mereka melangkah dengan cepat. Saat gagang diraih dan pintu terbuka perlahan, suara tegas pria yang menggebu-gebu menyambutnya.

"Per, kamu sudah pulang? Lihat apa yang papa temukan. Meskipun ini belum tentu akurat, tapi DNA yang berhasil kami dapat dari liur yang ditemukan di leher korban kedua itu ternyata ...." Kalimatnya menggantung saat melihat putranya tak datang seorang diri. "Pero ...."

"Ini Liesel, Pa, pacar aku yang pernah aku ceritakan." Pero menjawabnya sembari tersenyum semringah. Namun, reaksi papanya justru bertolak belakang, bibirnya menganga dan sedikit gemetar. Matanya pun membulat. "Pa ... ke-kenapa"

"I-itu—" Telunjuknya terangkat dengan kaku mengarah pada garis di belakang Pero, Liesel.

"Iya, calon menantu papa memang cantik, tak perlu segitunya, dong, Pa." Senyum Pero masih belum pudar. Namun, saat dia turut berbalik, betapa terkejutnya dia melihat penampakan kekasihnya itu.

"Kenapa, Sayang? Aku tetap cantik dengan taring, 'kan? Dan ... calon papa mertua? Apa yang Anda temukan? DNA yang berbeda dengan manusia, ya?" Liesel tersenyum lebar, taring-taringnya semakin mempesona dengan mata merah yang bercahaya. Dalam sekali melompat, Liesel menerkam leher ayahnya Pero.

"Sungguh calon papa mertua yang hebat, Anda berhasil memecahkan. Ah, hampir, karena kau menjadi korban selanjutnya. Ah, darahmu sudah tidak segar. Tak apa, habis ini aku akan menyantap anakmu, kekasihku yang baik."

Pero yang melihatnya itu ingin berlari, tetapi justru jatuh terjerembab.

"Kemarilah, Pero-ku yang manis ...."

🌻🌻🌻

Quest Day 2, End.

2 Juni 2024

(Tokoh Liesel akan selalu hadir di setiap bab dengan cerita yang berbeda)

Magic Mix [Short Story] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang