Chapter 4

356 51 3
                                    

Boboiboy Fanfiction

© Boboiboy | Animosta Studio

Note : perlu diingat jika ini hanya karangan semata dan penulis tidak mengambil keuntungan apapun dari cerita ini

.

.

"Apa kau benar-benar memimpikan itu ketika mengikuti ujian skripsi?" Taufan bertanya sambil berusaha menyembunyikan rasa geli nya. Gempa hanya dapat tersenyum kecil, dia meremas pelan tangan Taufan lalu berkata, "Kakak tak akan percaya betapa gugupnya aku saat itu. Aku bahkan tak dapat tidur malam sebelumnya dan hanya tidur 30 menit pada dini hari. Itu pun malah memimpikan hal aneh."

"Apa pajak telah membuatmu mabuk hingga bermimpi dirasuki setan pajak saat ujian skripsi?" Taufan tertawa terbahak-bahak.

"Iya. Saat terbangun pun kurasa jauh lebih baik dirasuki setan pajak ketika ujian agar aku bisa menjawab pertanyaan dari pengujiku."

"Aku tak menyangka kau ternyata merasakan hal seperti itu saat akan ujian. Padahal aku dengar dari Bunda kau sangat bersemangat waktu itu."

"Aku semangat untuk dibantai dosen-dosenku." Gempa memberikan senyuman pasrah pada Taufan bersamaan dengan acungan jempol. Taufan kembali tertawa terbahak-bahak saat mendengar jawaban Gempa. Walau sebenarnya apa yang Gempa ceritakan pada kakaknya itu merupakan hal yang memalukan untuk Gempa akui, tetapi dia senang ceritanya mampu membuat suasana hati Taufan membaik.

Setelah apa yang terjadi pada Taufan di malam sebelumnya, Gempa menjadi merasa tidak yakin untuk meninggalkan Taufan bersama orang lain, bahkan jika itu adalah saudara-saudara mereka. Tidak, justru jauh lebih aman untuk membuat Taufan menghindari saudara-saudara mereka. Apa hubungan persaudaraan mereka memang seburuk itu?

Taufan tak mengatakan apapun tentang apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Halilintar, dia terlihat berusaha menghindari semua topik pembicaraan mengenai hal tersebut. Gempa tak ingin memaksa kakaknya walau sebenarnya dia penasaran. Dia akan menanyakan ini secara langsung pada Halilintar, itupun setelah Taufan keluar dari rumah sakit. Yang membuatnya lebih merasa bersalah adalah bagaimana Taufan masih menanyakan keadaan Halilintar walau tubuhnya menegang dan dia terlihat sangat tidak nyaman saat membicarakan tentang kakak pertama mereka.

Gempa berharap dia bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki hubungan persaudaraan mereka. Taufan tak pantas dibenci oleh saudara-saudara mereka, dia sama sekali tak melakukan kesalahan. Seharusnya mereka sadar akan hal itu, mereka bukan lagi anak-anak yang menuntut perhatian orang tua dan merasa iri satu sama lain.

"Kuliah itu menyenangkan ya?"

Pertanyaan yang ditanyakan oleh Taufan terdengar sangat polos di telinga Gempa. Dirinya paham bahwa Taufan asing dengan dunia perkuliahan. Saat mereka lulus SMA, Gempa dan Halilintar mengikuti serangkaian tes untuk masuk universitas. Sayangnya saat itu Taufan malah harus berjuang untuk hidupnya karena kecelakaan yang dia alami. Taufan mengalami kritis selama 2 hari lalu sempat jatuh dalam koma selama seminggu sebelum akhirnya tersadar. Gempa mengingat tangisan putus asa yang Taufan keluarkan, ketika dirinya yang telah diterima pada salah satu universitas impiannya sebelum kelulusan mereka, terpaksa mengundurkan diri karena keadaannya. Setelah keluar dari rumah sakit pun, Taufan harus menjalani serangkaian rehabilitasi untuk memulihkan kondisinya.

Taufan selalu menjadi sosok yang pantang menyerah, tetapi kala itu Taufan memilih untuk mengubur mimpinya untuk berkuliah dan fokus pada karirnya sebagai penulis. Gempa tak tau apakah keputusan Taufan itu adalah hal yang tepat atau tidak, bukan dia yang seharusnya menilai hal itu. Dia hanya senang karena melihat Taufan bahagia dengan jalan yang sudah dipilihnya. Karena Taufan terlihat sangat hidup ketika dia mulai membuat karya-karyanya yang baru.

Menari dengan KataWhere stories live. Discover now