Chapter 8

206 38 12
                                    

Boboiboy Fanfiction

© Boboiboy | Animosta Studio

Note : perlu diingat jika ini hanya karangan semata dan penulis tidak mengambil keuntungan apapun dari cerita ini

..

..

Sebenarnya Gempa ingin menggunakan motor saja saat pergi ke Pantai bersama Taufan, tetapi katakan saja Gempa adalah seseorang yang memiliki terlalu banyak kekhawatiran. Dia menghawatirkan banyak hal yang mungkin tak akan terjadi juga mereka ternyata akan membawa banyak barang dan Gempa memilih untuk mencari aman dengan mencegah kekhawatirannya itu terjadi. Dia datang ke rumah orang tuanya pagi ini, meminjam mobil milik sang Ayah untuk digunakan pergi ke Pantai bersama Taufan.

"Kakak kok gitu sih?! Kita juga mau ikut!"

Gempa sudah mengharapkan reaksi seperti ini saat dia datang ke rumah orangtuanya untuk meminjam mobil. Di dalam hati dia sedikit menyalahkan dirinya sendiri karena tidak memperkirakan waktu kedatangannya. Seharusnya dia datang saat adik-adiknya sudah berangkat ke sekolah.

Di hadapannya, Duri dan Solar terlihat kesal padanya. Saat Gempa datang, sebenarnya mereka sudah bersiap untuk segera berangkat ke sekolah, tetapi mengurungkannya terlebih setelah mendengar alasan kedatangan Gempa. Solar—yang sungguh mengejutkan—bahkan mengatakan untuk membolos sekolah demi pergi bersama Gempa dan Taufan. Gempa sangat terkejut saat mendengar adiknya yang paling rajin ke sekolah malah mengusulkan untuk membolos! Ayah dan Ibu tidak mengatakan apapun, mereka hanya tertawa. Sebenarnya kedua orang tua mereka mengijinkan jika Duri dan Solar tak ingin pergi ke sekolah hari ini. Kata mereka kedua adiknya itu juga perlu libur setelah mereka begitu rajin pergi ke sekolah. Namun Gempa melarang keras keduanya untuk membolos hanya demi pergi ke Pantai bersama dirinya dan Taufan.

Dia tak ingin membuat mereka merasa bolos itu adalah hal yang baik. Selain itu, dia hanya ingin pergi berdua bersama Taufan!

Dengan bersungut-sungut, Duri dan Solar akhirnya pergi ke sekolah—walau mereka sudah sangat terlambat. Gempa juga menjanjikan untuk mengajak mereka pergi ke Pantai kali berikutnya.

"Kalau Blaze dan Ice gimana? Mau ikut juga?" Gempa bertanya pada kedua adiknya yang lain. Mereka telah duduk di bangku perkuliahan, jadwal mereka jauh lebih fleksibel dibanding kedua adik bungsu mereka. Seperti sekarang ini, Ice tengah berbaring di sofa—entah tidur atau hanya melamun—sementara Blaze sedang duduk di lantai, menonton tv sambil sarapan. Walau pertanyaan Gempa hanya sekedar formalitas belaka bagi keduanya, dia tidak akan mempermasalahkan jika mereka memang ingin ikut—meski hatinya akan sedikit tidak rela.

"Aku ada kelas jam 1 siang nanti." Ice berkata.

"Aku tidak ada kelas hari ini. Tapi ada rapat Himpunan." Kali ini Blaze yang menjawab.

Gempa mengangguk, tetapi di dalam hati dia bersorak. Di sisi lain, Ayah dan Ibu berkata jika Gempa mulai memonopoli Taufan sekarang. Gempa tertawa tetapi tidak membela dirinya sendiri. Di dalam hatinya dia berkata, 'Bukankah kalian sudah memonopoli kakak selama 22 tahun hidupnya?'

Tepat sebelum dia pulang, Halilintar keluar dari kamarnya. Kakak pertamanya itu terlihat kelelahan—mungkin pekerjaannya yang membuatnya begitu lelah. Dia terkejut saat melihat Gempa, tetapi menyapa Gempa dengan canggung. Sepertinya efek dari pembicaraan mereka kala itu mempengaruhi Halilintar dengan cara yang tak Gempa ketahui. Gempa berusaha bersikap biasa saja dengan kakak pertamanya, dia membalas sapaan Halilintar dengan jauh lebih santai.

"Kakak, aku dan Kak Taufan ingin ke Pantai hari ini. Apa kakak ingin ikut?"

Sejenak, ekspresi pada wajah Halilintar terlihat bersemangat. Membuat Gempa yakin jika kakak pertamanya itu akan menjawab 'ya'. Namun kemudian Halilintar terlihat menyadari sesuatu dan menggelengkan kepalanya, ekspresi bersemangat yang tadi ada di wajahnya menghilang begitu saja.

Menari dengan KataWhere stories live. Discover now