Boboiboy Fanfiction
© Boboiboy | Animosta Studio
Note : perlu diingat jika ini hanya karangan semata dan penulis tidak mengambil keuntungan apapun dari cerita ini
..
..
"Gempa! Ayo main ini!" Taufan berseru. Memamerkan sebuah kotak besar pada Gempa. Itu adalah kotak berisi kepingan puzzle yang harus mereka susun satu persatu. Gempa penasaran dari mana saudaranya itu mendapatkan puzzle. Tapi dia tidak bertanya.
Mereka membersihkan ruang tamu, mendorong sofa dan meja ke sudut ruangan lalu mulai menebar puzzle di lantai dan menyusunnya.
"Aku tidak tau kakak suka menyusun puzzle. Kupikir kakak tidak akan menyukainya karena berantakan dan terkesan membosankan."
"En, kadang-kadang memang membosankan. Apalagi kalau main sendirian, tapi 'kan kau ada disini bersamaku sekarang."
Gempa terdiam. Dia menatap kakaknya yang masih sibuk memilih kepingan puzzle yang cocok. Dia selalu memikirkan hal ini, betapa Taufan pasti kesepian hanya seorang diri di rumah ini. Namun dia juga tau jika Taufan pasti merasa kesepian walau tinggal bersama-sama mereka di rumah orang tua mereka. Sebanyak Gempa senang Taufan tak lagi merasa sendirian sekarang, dia tetap saja merasa bersalah karena membuat Taufan kesepian dalam waktu yang begitu lama.
"Menurutmu butuh berapa lama ya untuk menyelesaikannya?"
Gempa menyingkirkan segala pemikiran tentang menyalahkan dirinya sendiri dan kembali fokus pada saudaranya. Dia memberikan senyuman pada Taufan sambil ikut memilih-milih kepingan puzzle, "Aku tidak tau. Puzzle-nya terlihat cukup rumit, 'kan?"
Taufan membalas dengan senandung. Sudah hampir 6 bulan Gempa tinggal bersama-sama Taufan, dan dia telah mempelajari banyak hal tentang dan dari saudaranya ini selama yang selama ini tak pernah dia ketahui bahkan ketika mereka tumbuh besar dalam satu atap. Misalnya saja Taufan memiliki tubuh yang cukup fleksibel. Gempa baru mengetahuinya saat menemukan Taufan membaca buku dalam berbagai posisi yang terlihat menyakitkan untuk Gempa tetapi tidak bagi Taufan. Atau seperti bagaimana Taufan menamai semua boneka yang dia miliki dan akan menambahkan panggilan, 'Tuan' atau 'Nyonya' di depan nama mereka. Contoh paling nyata adalah 'Tuan Beruang' yang menjadi boneka kesayangan Taufan. Atau fakta bahwa Taufan sering merendam dirinya sendiri di dalam bak mandi ketika dia stress—Gempa butuh banyak usaha untuk mengeluarkan Taufan jika dia sudah melakukan hal ini. Gempa juga belajar banyak hal tentang dunia kepenulisan selama dia berkerja bersama Taufan. Ya, meski Gempa harus mengakui jika dia sering dimarahi oleh Taufan karena membuat kesalahan—sekarang dia mengerti mengapa Taufan dijuluki sebagai penulis yang susah disenangkan.
Selain itu, berkat Taufan-lah Gempa kembali menekuni hobi yang telah lama dia tinggalkan. Dia lupa kapan terakhir kali dia bersenang-senang saat menggambar sesuatu. Kini jantungnya selalu berdebar penuh kebahagiaan setiap kali memikirkan seperti apa gambar yang akan dia ciptakan untuk menggambarkan suatu adegan dalam novel Taufan.
Berbicara mengenai novel Taufan, Gempa memiliki banyak pertanyaan tentang novel tersebut. Mungkin dia harus menanyakannya selagi Taufan dalam mood yang baik saat ini.
"Kakak."
"Hm?"
"Mengenai bagian terakhir dari novel yang kau serahkan padaku kemarin.. aku punya pertanyaan."
Taufan masih terlihat sibuk memilih dan menyusun kepingan puzzle, tetapi Gempa tau dia berhasil menarik perhatian saudaranya.
"Bagian ketika pemeran utama membakar gereja tetapi malah bersikap seolah yang melakukannya adalah orang lain. Aku penasaran mengapa dia melakukan itu."

YOU ARE READING
Menari dengan Kata
FanfictionTaufan selalu berkata jika seorang penulis diakui sebagai penulis jika dia hidup untuk tulisannya dan bagaimana dia berhasil membawa pembaca ke dalam dunia yang dia ciptakan. Menurut Gempa, Taufan adalah penulis yang seperti itu.