HAPPY READING
.
.Joel terbangun di pagi hari dengan suasana hati yang baik. Di sebelahnya tampak Mahesa masih nyaman dalam tidurnya, membuat Joel bergerak pelan agar tak mengganggu tidur lelaki tersebut. Kemarin malam, Mahesa memutuskan untuk tidur di kamar Joel, menemani adiknya yang sedikit rewel karena merasa pusing dan tidak enak di beberapa bagian tubuhnya.
Jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi, di mana sangat jarang Joel bisa bangun sendiri untuk melaksanakan salat subuh. Biasanya, Keisya-lah yang akan membangunkannya.
Saat Joel hendak membuka pintu kamar mandi, Keisya lebih dulu membuka pintu kamar Joel. "Loh, udah bangun. Barusan mau Bunda bangunin," ujarnya sembari berjalan memasuki kamar Joel. "Ya, udah sana, wudhu dulu."
Joel pun berlalu melanjutkan kegiatannya yang sempat tertentunda.
Keisya menepuk pelan tangan Mahesa yang masih tertidur pulas. "Aa, bangun, udah subuh." Beberapa kali panggilannya tidak membuahkan hasil, hingga Joel datang dengan tangan yang basak terkena air.
"Bangun, A, ntar rezekinya dipatok ayam baru tau!" Joel mengusapkan tangannya yang basah ke wajah Mahesa, membuat lelaki itu terbangun dengan keadaan linglung.
"Mana ayamnya?" tanag Mahesa dengan pandangan yang belum sepenuhnya fokus.
"Ga ada ayam, udah sana salat dulu!" Keisya menepuk kaki Mahesa yang tak kunjung beranjak ke kamar mandi.
"Oh, salat." Entah sudah sadar atau belum, Keisya dan Joel hanya memerhatikan Mahesa yang sesekali menabrak perabotan seperti meja dan lemari.
"Aa kalo tidur susah bangunnya, ya, Nda. Ga kaya aku," kata Joel sembari menggelar sajadah yang akan ia gunakan untuk salat.
Keisya ingin membantah karena nyatanya ketiga anaknya sama saja. Namun, niat itu ia urungkan saat melihat Joel sudah mengangkat takbir.
Keisya pun beranjak dari ranjang Joel, mengingat ia belum memasak sarapan untuk keluarganya. Sebelum itu, Keisya lebih dulu menyiapkan pakaian hangat dan kupluk yang akan Joel kenakan setelah mandi.
Joel telah selesai melaksanakan kewajibannya. Namun, niatnya untuk mandi ia urungkan sejenak karena ada hal yang ingin ia lakukan terlebih dahulu. "Nulis wishlist-nya sekarang aja, deh. Nanti biar cepet dikerjain, umur, kan, ga ada yang tau." Joel tersenyum hambar saat mengingat kembali betapa ganasnya penyakit yang menggerogoti tubuh Joel secara perlahan.
Joel duduk di meja belajarnya, lalu membuka sebuah buku bersampul ungu yang ia beli saat pergi ke toko buku bersama Mahesa dan Welly. Joel terdiam sejenak saat merasa bingung kalimat apa yang harus ia tulis pertama kali.
Beberapa saat, halaman buku yang Joel buka masih kosong tanpa goresan pena di atasnya. Joel mendesah frustasi, lalu mengetukkan penanya ke meja beberapa kali. "Apa, ya?" lirihnya.
"Oh, iya!" Joel berseru dengan mata berbinar lalu mulai menulis beberapa kalimat di bukunya.
Setelah memakan waktu kurang lebih dua puluh menit hanya untuk menulis wishlist akhirnya kegiatan itu selesai. "Yang pertama, nge-vlog bareng Mas Athar. Itung-itung buat kenangan." Joel berpikir sejenak, memikirkan apakah ada keinginannya yang belum ia tulis. "Lima aja, deh. Ini juga belum tentu tercapai." Tangan Joel menutup buku catatan tersebut, lalu meletakkannya ke tempat semula.
"Saatnya mandi!"
—
"Mas Athar!"
Athar yang tengah mengedit video di komputernya mengalihkan pandangan saat mendengar suara yang ia kenal memanggil namanya. "Kenapa Pangeran? Tumben ke sini." Athar berujar dengan penuh keheranan. Pasalnya, kamar Athar ada di lantai dua. Pasti melelahkan bagi Joel untuk menaiki tangga di saat kondisi tubuhnya tidak begitu sehat.
"Aku masuk, ya?" tanya Joel, memastikan jika ia boleh masuk ke kamar Athar.
"Oh, sini-sini." Athar bangkit, lalu mempersilakan Joel untuk duduk di sofa yang ada di kamarnya. "Ada apa, kok, senyum-senyum gitu?" tanya Athar yang merasa heran. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa Athar senang melihat Joel yang tampak ceria pagi ini.
"Emang ga boleh?" Joel mencebik, saat sudah duduk di sofa Athar. "Aku udah mutusin buat hidup bahagia mulai sekarang!" serunya sembari memeluk hangat tubuh besar Athar.
Athar tertegun. Pelukan ini, pelukan yang sama seperti saat Joel berusia sepuluh tahun. Nada biacara yang sama seperti sebelum penyakit itu menggerogoti hidup Joel. Tanpa sadar, air mata mengalir di pipi Athar.
"Mas? Kok, nangis, sih?" Joel melepas pelukan keduanya lalu mengusap air mata Athar. "Jangan sedih. Aku, kan, udah senyum, nih! Masa gantian Mas yang sedih?"
Athar tersenyum sembari berusaha menghapus air matanya. "Mas seneng. Akhirnya bisa lihat Pangeran senyum lagi. Mas kangen banget sama semangat Pangeran yang kaya gini. Makasih, ya, udah mau bertahan?" Tangan Athar menepuk pelan kepala Joel yang tertutup kupluk berwarna putih.
Senyum Joel mengembang hingga lesung pipinya terlihat. "Aku bakal jalani hidup dengan bahagia! Karena aku masih punya keluarga dan temen-temen yang sayang sama aku, bener, kan, Mas?"
Bukannya berhenti, air mata Athar justru mengalir semakin deras. Sudah lama sekali Athar tidak mendengar celotehan Joel yang selalu membuat suasana menjadi hangat. Sudah lama sekali nada antusias itu tak terdengar oleh Athar.
"Betul, Pangeran punya kami semua yang sayang sama Pangeran. Terutama Mas Athar! Mau seluruh dunia jauhin Pangeran, Mas Athat ga bakal pernah lakuin itu. Pangeran selalu punya Mas buat bersandar, oke?" Meski dengan suara bergetar, Athar berhasil menyelesaikan kalimat tersebut.
Joel tersenyum hangat, senyumnya tak luntur barang sedetik pun. "Aku mau minta sesuati, loh, Mas." Joel mengingat kembali tujuan awalnya menemui Athar.
"Apa? Mas bakal kasih apa pun selagi Mas mampu." Athar menunggu permintaan itu keluar dari mulut adiknya. Sudah lama sekali ia tidak membelikan sesuati untuk Joel. Athar senang Joel bisa kembali menjadi dirinya yang ceria.
"Tapi aku malu," ucap Joel dengan pipi yang memerah. Kontras sekali dengan kulitnya yang putih pucat.
"Bilang aja, mau apa? Pangeran mau minta HP baru? Laptop? PS5? Apa pun, Mas bakal sanggupi." Joel melongo saat mendengar beberapa barang yang Athar sebutkan. Ia tahu Athar memiliki banyak uang meski masih kuliah, tetapi Joel, kan, tidak meminta barang ....
"Bukan itu! Aku mau nge-vlog sama Mas Athar." Joel berkata dengan cepatm Wajahnya memerah, dan ia sembunyikan di bahu Athar.
"Hah?" heran Athar.
"Is, aku malu!" Joel berseru sembari memukul Athar beberapa kali.
Athar tertawa dengan keras, lalu memeluk adiknya erat. "Bisa banget! Mau nge-vlog di mana? Mall? Pantai?" tanya Athar.
"Pantai!" Joel dnegan penuh semangat memeluk erat tubuh Athar. Rindu sekali rasanya bermanja-manja dengan masnya yang satu ini. Lelaki paling jahil, tetapi lelaki ini pula yang selalu melindungi Joel sejak kecil.
Joel beruntung hidup di keluarga yang selalu memberi kasih sayang untuknya. Meski rahangnya terasa pegal sekarang. Berapa lama Joel tidak seceria ini hingga rahangnya pegal hanya karena terlalu banyak tersenyum?
.
.
—tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Joel's Wishlist [TERBIT]
Teen Fiction"Kesehatan itu harus berjalan bersama kebahagiaan" - Joel Prince Adhytama