Mas Athar Super Jahil

467 32 2
                                    

HAPPY READING
.
.

"Adek, ayo, bangun." Keisya menepuk pipi tirus anaknya pelan. Dulu, sebelum Joel ada di posisi ini, dia adalah anak yang menggemaskan karena pipi berisinya. Namun, meski kini pipinya tirus, Keisya tetap bersyukur karena Joel masih bisa ia peluk hingga sekarang.

Tanpa sadar, air mata Keisya kembali menunjukkan eksistensinya. Hati ibu mana yang tidak hancur saat melihat buah hatinya harus berjuang melawan penyakit yang sangat ganas? Jika bisa, Keisya ingin sekali menggantikan posisi Joel hingga anak itu tidak perlu lagi menahan sakit bahkan dalam tidurnya.

"Bunda, jangan nangis ..., " lirih Joel. Ia benci dirinya yang selalu menjadi sumber kesedihan sang bunda. Joel benci saat melihat Keisya menangisinya. "Joel gapapa, Nda." Tangan Joel terulur mengusap pipi Keisya yang basah.

"Maaf, ya, Dek. Bunda gagal jagain kamu," tutur Keisya. Tangan Keisya menggenggam tangan Joel yang digunakan untuk mengusap pipinya.

"Bunda, ini bukan salah siapa-siapa. Ini takdir, Joel gapapa, Nda." Begitulah Joel. Kalimatnya selalu bisa membuat semua orang tenang.

"Udah, yuk. Kok, jadi nangis gini, Ayah sama yang lain udah nunggu buat sarapan," ujar Keisya berusaha menghentikan tangisnya hingga menyisakan sesak di dada yang tak kunjung sembuh. Ia pun berdiri dan membantu Joel yang tampak lemas pagi ini. "Adek kenapa, Nak?" Keisya mentap Joel khawatir.

Joel menggelengkan kepalanya pelan. "Laper, makanya lemes," jawabnya.

Meski tahu kalimat tersebut merupakan suatu kebohongan, Keisya sebisa mungkin tertawa. "Ya, udah, ayo, Bunda bantu." Tangan Keisya merangkul pinggang Joel yang lebih tinggi darinya.

"Berat ga, Nda?" tanya Joel saat sudah keluar dari pintu kamarnya.

"Ngga, Bunda, kan, kuat!"

Tawa kecil Joel lepas saat mendengar jawaban sang Bunda. Hal tersebut membuat hati Keisya menghangat.

"Yo, Gengs! Kalian kepo banget sama adek gue. Nah, ini dia baru bangun tidur." Tiba-tiba saja, entah dari mana sosok Athar muncul dengan kamera ponsel yang di arahkan ke Joel.

"Mas! Apaan, sih!" Joel membuang muka dan melepas rangkulan Keisya, membuat tubuhnya hampir limbung.

"Adek!" panik Keisya, untungnya Athar berhasil menahan tubuh adiknya yang lemas

"Nah, dia emang gini suka manja," ujar Athar pada kamera ponsel yang mengarah ke Joel dan dirinya.

"Udah, Mas. Jangan gitu, kasian Joel," ucap Keisya. Meski saat ini Keisya tersenyum hangat melihat interaksi kedua anaknya.

"Udah dulu, ya, Gengs! Ibunda Ratu sama Pangeran udah laper, bisa ngamuk!" bisik Athar pada kamera yang menyala.

"Gila, lo!" teriak Joel marah. Ia bukannya tidak mendukung kegiatan Athar sebagai content creator hanya saja, Joel takut Athar dihujat netizen karena Joel yang merasa dirinya tak setampan Athar ataupun Mahesa.

"Adek, bicaranya yang sopan, ah, sama Mas Athar." Keisya menegur Joel yang hanya dibalas dengan dengkusan kesal oleh sih bungsu.

"Gapapa, Nda. Ya, udah, sini Mas bantu ke ruang makan." Athar melepas rangkulannya pada bahu Joel, kemudian berjongkok di depan sang adik. "Mas gendong, ayo!" seru Athar yang tak diberi penolakan oleh Joel. Punggung Athar terlalu nyaman untuk dilewatkan.

Beruntung kamar Joel berada di lantai bawah, jadi Athar tidak perlu menuruni tangga dengan beban di punggungnya. Sejak sakit, kamar Joel dan kedua orang tuanya memang pindah ke lantai satu. Tujuannya agar mempermudah Joel jika butuh minum atau segala macamnya di dapur. Lagi pula, Keisya tidak tega melihat Joel kelelahan naik turun tangga setiap hari.

"Wih! Tumben akur," goda Mahesa saat melihat Joel yang nyaman bersandar di bahu Athar.

"Lagi jinak, A," sahut Athar membuat Joel menjambak rambut lebatnya. "Aduh, sakit!" Athar berteriak keras melebih-lebihkan perlakuan adiknya.

Athat kira Joel akan merasa bersalah dan minta maaf padanya, tetapi anak itu justru menjewer telinga Athar tanpa menggunakan perasaan. "Pangeran!" teriak Athar, "sakit, loh!" Kalimat itu keluar setelah Joel melepaskan tangannya dari telinga Athar.

"Makanya jangan jahil!" kesal Joel.

Tanpa sadar keduanya terus berdiri di sisi meja makan. "Udah duduk," titah Raga yang sedikit iba pada Athar.

"Aku duduk di sebelah Aa!" Joel memberi penolakan saat ia didudukkan oleh Athat di dekat sang Ayah.

Athat pun hanya bisa menurut dan kembali menggendong Joel. "Udah nyaman?" tanya Athar begitu Joel duduk di sebelah Mahesa.

"Udah. Makasih, Mas," jawab Joel tanpa melihat ke arah Athar. Meski begitu Athar tahu bahwa Joel tengah malu saat ini.

"Apa pun untuk Pangeran," sahut Athar.

Sarapan pagi itu berjalan dengan lancar. Keheningan memenuhi ruang makan dan hanya di isi oleh dentingan antara sendok dan piring masing-masing anggota keluarga. "Aku udah," ucap Joel mendorong mangkuk buburnya ke tengah meja makan.

"Kok, ga habis?" tanya Raga saat melihat mangkuk tersebut masih berisi setengah dari porsi yang Keisya ambilkan.

"Mual," jawab Joel tanpa menatap balik semua anggota keluarga yang kini terfokus padanya.

"Ya, udah. Gapapa, Bunda siapin obatnya dulu, ya," ujar Keisya sebelum beranjak ke menyiapkan beberapa obat yang harus Joel konsumsi pagi ini.

"Aa berangkat dulu, Yah. Bilang ke Bunda maaf ga pamit, buru-buru banget." Mahesa menyalami tangan sang Ayah, kemudian beralih mengecup kening kedua adiknya. Ingin berlama-lama di rumah, tetapi pekerjaan menanti membuat Mahesa harus segera menyelesaikannya. Saat ini Mahesa meneruskan perusahaan yang ayahnya bangun, membiarkan Raga pensiun dini dan menikmati kehidupan masa tuanya.

"Mas pagi ini ada kelas?" tanya Raga.

Raga yang tengah minum pun terlebih dahulu menyelesaikan kegiatannya. "Ada. Ini mau berangkat," jawab Athar, "berangkat, Yah. Sampein ke Bunda juga." Athar mencium tangan sang Ayah, kemudian tak lupa mengusap kepala adiknya. "Jangan bandel!" pesannya pada Joel yang hanya mendengkus kesal.

"Loh, udah pada berangkat?" tanya Keisya yang berjalan sembari membawa piring kecil berisi beberapa butir obat.

"Udah. Kata Mas sama Aa maaf ga sempet pamit sama Bunda," jawab Raga mewakili Joel yang hanya diem.

"Adek?" panggil Keisya begitu menyadari Joel hanya diam sejak tadi.

Joel menatap kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca. "Yah, Nda, Joel ga mau kemo lagi," ujarnya tiba-tiba membuat Raga dan Keisya tersentak kaget.

"Adek, kenapa gitu, Nak?" tanya Keisya. Wanita itu berjalan mendekati anaknya lalu memeluk Joel.

Joel lelah dengan semuanya. Di saat kedua kakak laki-lakinya bisa membuat kedua orang tua mereka bangga, Joel hanya bisa membuat semua orang kerepotan. "Capek. Joel cuma habisin uang Ayah sama Bunda aja. Joel ga akan sembuh, Yah, Nda ...." Jawaban Joel berhasil membuat Raga merasakan sesak di dadanya.

"Joel, tatap Ayah!" tegas Raga yang duduk di hadapan Joel. "Ga ada yang sia-sia selagi kita mau berusaha. Ayah sama Bunda ga mau kehilangan kamu, kami semua sayang sama Joel. Semua orang mau Joel sembuh, Nak. Kami mohon." Raga menatap netra Joel yang berkaca-kaca. Kepala Joel tertunduk. Ia diam tak lagi menyahuti perkataan Raga.

"Udah, ya? Minum obat dulu," ujar Keisya yang merasa Joel sudah tenang setelah hening beberapa saat. Joel tak menolak perintah Keisya, meski rasanya ia muak melihat obat-obatan yang setiap hari harus ia konsumsi.

.
.

-tbc

Joel's Wishlist [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang