Lamaran

208 21 15
                                    

HAPPY READING

.
.

Mahesa, Joel, Raga, dan Keisya tengah berada di dalam mobil menuju ke kediaman Welly. Hari ini adalah hari di mana Mahesa akan meminang Welly untuk menjadi istrinya. Sosok yang paling bersemangat untuk hal ini adalah Joel. Tidak sabar rasanya melihat dua sejoli itu saling menyematkan cincin. "Aa kapan nikah sama Cece?" tanya Joel.

Mahesa yang tengah menyetir mobil pun tertawa dibuatnya, bahkan Raga dan Keisya ikut tertawa karena pertanyaan tersebut. "Belum tau, ya, tapi Aa mau secepatnya, deh."

"Aku mau ngasih tau wishlist keempat aku sekarang boleh?" kata Joel tiba-tiba, "sebenernya mau pas ada Mas Athar juga. Cuma sayang banget Mas Athar harus ke luar kota."

Keisya yang duduk di sebelah Joel pun mengusap kepala Joel yang hari ini tertutupi kupluk berwarna biru, serasi dengan kemeja yang dikenakan. "Kalau mau nunggu Mas Athar dulu ngasih taunya gapapa, kok, Dek."

Joel menggelengkan kepalanya. "Sekarang aja, nanti kasih tau Mas bisa lewat WA, kan?" Helaan napas terdengar dari Joel sebelum mengatakan wishlist keempatnya. "Aku pengen banget lihat Aa nikah, itu wishlist keempat aku."

Mahesa, Raga, dan Keisya kini tahu alasan Joel begitu semangat akan hubungan Mahesa dan Welly. Mulai dari menanyakan kepada Welly langsung tentang niat Mahesa, bahkan sampai hari ini Joel-lah yang menyiapkan jas untuk Mahesa kenakan. "Aku takut umurku ga cukup buat lihat momen sakral itu," lirih Joel.

Kalimat tersebut berhasil membuat Mahesa menjadi emosional. "Hei, pasti bisa, Dek. Adek, kan, inget kalau Cece bilang Adek bakal sembuh. Aa yakin Adek pasti sembuh dan bisa lihat Aa nikah, bahkan lihat Aa gendong anak Aa nanti. Aa yakin itu." Mata Mahesa berkaca-kaca saat mengucapkan kalimat tersebut.

"Meski Cece bilang keadaan Adek membaik dan sel kanker di tubuh udah Adek berkurang setelah kemo kemarin, ga menutup kemungkinan kalau Adek bakal meninggal sebelum bisa lihat Aa menikah sama Cece, kan?" Air mata Joel sudah membasahi pipinya sejak tadi. Bahkan Keisya sudah menangis tersedu-sedu di tempatnya, begitupun Raga yang tampak mengalihkan pandangannya ke jendela mobil.

Mahesa berusaha menenangkan dirinya agar fokus pada kendaraan yang tengah ia kendarai. "Aa mohon, jangan ngomong gitu lagi, ya, Dek? Adek lihat, Ayah, Bunda, Aa, sama Mas Athar? Kami semua bakal usahain apa pun demi kesembuhan Adek. Apa pun, Dek. Jadi tolong jangan bikin kami semua sedih karena Adek malah putus asa gini."

"Adek, anaknya Bunda yang paling Bunda sayang. Bunda bahkan rela gantiin posisi Adek kalau Tuhan izinkan. Bunda mohon, jangan ngomong yang engga-engga lagi, ya? Bunda ga sanggup, Dek," ujar Keisya dengan terbata-bata oleh isak tangisnya. Wanita yang tampak masih cantik walau termakan usia itu mengecup kening anaknya lama, berusaha menyampaikan kasih sayangnya melalui kecupan tersebut. "Udah, ya? Kita bentar lagi mau sampe, jangan nangis lagi."

Joel tersenyum dan menghapus air mata bundanya. "Bunda juga jangan nangis lagi, udah cantik-cantik nanti riasannya luntur."

"Oh, jadi kalau ga pake riasan Bunda ga cantik? Gitu maksud Adek?" goda Keisya yang mengundang tawa dari Mahesa dan Raga.

Joel merengut kesal dan hendak membantah, tetapi mobil sudah sampai di tempat tujuan. Keisya pun mengusap air mata yang masih meninggalkan jejak di pipi Joel juga kembali sedikit memoles wajahnya agar tak terlihat jika ia baru saja menangis.

Kediaman Welly sepi seperti biasa, mengingat ia hanya tinggal bersama ibu dan abangnya sejak sang ayah meninggal saat ia masih duduk di bangku SMP.

Keluarga Adhytama sudah memasuki rumah Welly dan duduk di ruang tamu yang cukup luas. Raga sebagai kepala keluarga pun mulai menyampaikan maksud kedatangannya ke kediaman Welly. Welly dan Mahesa sendiri sejak tadi hanya saling menundukkan kepala dengan wajah memerah menahan malu. Joel sesekali menggoda Mahesa dengan cara mencolek pinggang lelaki yang duduk di sebelahnya itu.

"Jadi, maksud kedatangan kami ke mari adalah ingin meminang anak ibu untuk putra saya Mahesa Putra Adhytama ...." Raga menatap Abang dan ibu Welly yang menyambut keluarga mereka dengan sangat ramah.

"Saya sendiri tidak bisa menolak atau menerima, yang berhak di sini adalah adik saya. Apa pun yang adik saya inginkan saya harap itu yang terbaik." Herman menatap adiknya yang sedari tadi hanya menundukkan kepala dalam diam.

Welly hari ini tampak anggun dengan balutan gamis putih dan hijab coklat yang berhasil membuat Mahesa semakin terpana.

"Cece cantik, ya, A, kalau pakai jilbab." Mahesa tersenyum malu saat mendengar bisikan Joel di telinganya.

Perhatian kembali teralihkan pada Welly yang akhirnya angkat bicara. "Saya bersedia, Om." Kalimat tersebut keluar dengan suara bergetar Welly yang menahan malu dan haru.

Helaan napas lega keluar dari Mahesa dan Keisya, sedangkan Joel mati-matian menahan diri agar tidak berteriak senang. Sebagai gantinya Joel memeluk Mahesa erat dan menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan kanan.

"Alhamdulillah, kalau gitu kita langsung bahas tanggal pernikahan aja gimana?"

Keisya, Angel, dan Herman mengangguk setuju akan kalimat yang Raga ucapkan. Setelahnya mereka sibuk berdiskusi hingga larut malam. Acara ini sederhana, memang itu yang Welly inginkan. Tidak ada acara pertunangan mewah meski Mahesa sangat mampu memenuhinya. Welly hanya ingin pertemuan sederhana ini agar kedua belah keluarga lebih banyak menghabiskan waktu bersama.

"Sayang banget, ya, A, Mas Athar ga ikut. Jadi ga bisa makan bolu buatan Cece, deh." Joel mengatakan kalimat tersebut dengan mulut yang dipenuhi bolu sehingga kalimatnya pun tidak terdengat begitu jelas.

Mahesa mengambil segelas air putih untuk adiknya, lalu meminta Joel untuk meminum air tersebut. "Jangan ngomong sambil makan!" tegas Mahesa.

Joel yang telah meminum airnya pun hanya tersenyum melihat Mahesa yang marah padanya. "Ngga lagi, deh."

"Udah, Hes, jangan dimarahin joel-nya." Welly menengahi saat Mahesa hendak kembali mengomeli adiknya.

"Iya-iya," ujar Mahesa. Setelah itu Mahesa terdiam sejenak, merasa ada satu hal yang ia lupakan. Lelaki itu menepuk jidatnya saat melupakan satu hal penting yang sudah ia siapkan.

"Nda, Yah. Cincinnya ketinggalan di mobil!"

Ah, pantas saja Joel merasa ada yang kurang dari acara ini. Ternyata ia belum melihat Mahesa dan Welly saling menyematkan cincin. Tawa pun seketika pecah saat Mahesa berlari cepat keluar rumah untuk mengambil cincin yang tertinggal di mobil.

Raga terkekeh pelan, tetapi atensinya teralihkan saat mendengar ponselnya berdering. "Siapa, Yah?" tanya Keisya.

"Athar." Raga menjawab dan langsung mengangkat panggilan telepon dari anak tengahnya. "Iya, Mas, kenapa?" tanya Raga. Namun, jawaban yang terdengar dari seberang sana berhasil membuat jantung Raga berdegup kencang dan menjatuhkan ponselnya.

"Kenapa, Yah?" tanya Keisya panik dan berusaha menenangkan Raga yang terlihat syok.

Mahesa yang baru masuk ke ruang tamu pun mendekati ayahnya yang menatap kosong beberapa saat. "Athar kecelakaan ...."

.
.

—tbc

Joel's Wishlist [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang