Joel dan Ayah

317 27 4
                                    

HAPPY READING
.
.

"Bunda, lihat Ayah ga?" Joel berjalan menghampiri Keisya yang tengah membuat camilan untuk anak-anaknya.

"Tadi di deket kolam ikan belakang kayanya, Dek." Keisya tak mengalihkan perhatiannya dari adonan biskuit yang ia buat.

Joel mendengkus saat melihat Keisya tak mengalihkan pandangan sama sekali. "Bunda, kok, asyik banget?"

"Eh?" Keisya menatap heran anaknya. Ada yang berbeda dari Joel hari ini. "Adek kelihatannya lagi seneng, ya?" tanya Keisya.

"Biasa aja, Nda. Tapi aku udah mutusin buat jalani hidup dengan bahagia mulai sekarang!" Joel menunjukkan senyuman terbaiknya pada Keisya.

Spatula di tangan Keisya tanpa sadar terlepas dari genggamannya. "Boleh, boleh banget! Apa pun asal Adek bahagia!" Keisya mengusap pipi Joel lembut.

"Udah, ah, males ngomong sama Bunda. Nangis mulu kalo diajak ngomong," gurau Joel. Keisya pun tak menganggap serius. Ia menepuk pelan bahu anak bungsunya.

"Udah sana, katanya mau ketemu Ayah?"

Joel menepuk jidatnya pelan, kemudian tertawa saat menyadari ia cepat sekali melupakan suatu hal. "Ya, udah, aku ke Ayah dulu, ya, Nda!"

Lambaian tangan Joel mengiringi langkahnya menuju tempat sang ayah berada. Joel berjalan dengan ceria tak terlihat gurat kesedihan sedikit pun di wajahnya. Kini Joel mencari keberadaan ayahnya bukan tanpa sebab, melainkan ada beberapa hal yang ingin ia bicarakan bersama pria tersebut.

"Ayah!"

Seriuan Joel membuat perhatian Raga teralihkan. Raga yang awalnya tengah memberi makan ikan pun meletakkan pakan tersebut sembarang sebelum menarik tubuh Joel ke dalam pelukannya. "Kenapa, Dek?" tanya Raga dengan senyum hangat yang selalu menghiasi wajahnya.

"Mau duduk sama Ayah aja, boleh?" Pelukan antara Joel dan Raga pun terlepas, kemudian Raga mengajak Joel duduk di kursi yang letaknya tak jauh dari kolam ikan.

"Duduk aja?" Keheranan Raga bertambah saat melihat Joel hanya duduk sembari tersenyum melihat kolam ikan. "Ga biasanya. Adek lagi seneng karena apa? Ayah boleh tau?" Senyuman hangat Joel dirindukan semua orang. Sehingga saat senyum tersebut merekah, Raga merasa ingin tahu penyebabnya agar dapat terus ia pertahankan.

"Karena masih diberi waktu sama Allah! Aku bersyukur banget masih diberi waktu buat ngerasain semua ini." Joel menatap netra Raga yang teduh. Tak dapat dipungkiri, Raga adalah sosok ayah impian semua orang. "Aku juga bahagia karena punya Ayah, Bunda, Aa, sama Mas di hidupku!" Lanjutan kalimat tersebut mampu membuat Raga tersentuh.

Tangan Raga bergerak mengusap kepala Joel yang tertutup kupluk. Wajah pucat Joel tak membuat ketampanan pada putranya luntur. "Pinter banget. Lagi ngerayu, ya?"

Joel menggelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaksetujuan. "Engga!" serunya, "tapi aku boleh ga ke pantai sama Mas Athar besok? Sebagai bayarannya aku mau lanjutin kemo lagi."

Raga membeku tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Pasalnya, baru beberapa hari yang lalu Joel memperlihatkan seberapa putus asanya ia hingga tak mau melanjutkan pengobatan. "Ayah ga salah denger, kan?" Suara Raga bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut.

Joel memeluk tubuh ayahnya. "Aku serius."

"Boleh Ayah tau alasannya apa?" tanya Raga.

"Ga ada salahnya mencoba lagi, yah. Kata Cece aku masih ada kesempatan sembuh walau sedikit, aku mau coba lagi. Kita ga bakal tau, di kemo keberapa aku bakal sembuh, kan? Meski udah dua puluh empat kali kemo, siapa tau di kemo ke dua puluh lima  nanti aku sembuh, kan?" Kalimat panjang tersebut berhasil menarik air mata Raga keluar. Pelukan Raga pada tubuh rapuh Joel semakin mengerat.

"Makasih, ya, Dek. Ayah akan selalu dukung Adek. Kuat terus, ya?" Pelukan tersebut Raga lepa. Netra Raga menatap Joel yang masih menunjukkan senyuman manisnya.

"Pasti! Meski ga tau beneran bisa sembuh atau engga, aku tetep bakal berobat!" Entah seberapa jauh Tuhan memberi ujian pada keluarga tersebut, semoga saja keajaiban segera datang membawa kesembuban untuk Joel. "Jadi, boleh ke pantai, kan?" tanya Joel saat mengingat tujuan utamanya menemui Raga.

Tanpa Ragu sedikit pun, Raga menganggukkan kepalanya. "Boleh. Tapi Ayah, Bunda, sama Aa ikut."

Senyum Joel semakin cerah terpatri. "Siap!"

Kebahagiaan Joel adalah kebahagiaannya juga. Maka, selagi hal tersebut baik dan mampu membuat senyum Joel terus terlihat, Raga tanpa ragu akan mengusahakan apa pun itu.

"Bunda! Kata Ayah besok kita ke pantai, loh!" Joel yang berada di gendongan Raga berkata dengan antusias.

"Wah, ada acara apa?" Keisya mengalihkan perhatiannya dari biskuit yang tengah ia susun ke toples.

"Sebenernya aku mau nge-vlog berdua aja sama Mas Athar, tapi kalo rame-rame pasti lebih seru!" Wajah Joel terlihat sangat sumringah meski anak itu tampak lemas di gendongan ayahnya.

"Sip, besok Bunda siapin semua keperluannya. Udah sana, Adek udah keliatan cape banget," titah Keisya saat melihat mata Joel mulai sayu.

"Kita ke kamar?" Kepala Raga tertoleh ke samping di mana Joel menyandarkan kepalanya di bahu Raga.

"Mau ke ruang keluarga. Bentar lagi Mas pulang, Aa juga." Raga pikir tak masalah karena di ruang keluarga pun ada kasur lantai jika Joel ingin berbaring.

Nyatanya, takdir tidak ada yang tahu. Baru saja senyum hangat Joel kembali, tetapi takdir seolah enggan melihat senyum manis Joel lebih lama.

Saat Raga membaringkan tubuh Joel ke kasur lantai yang terletak di ruang keluarga, Joel mengeluh pusing dan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Suhu tubuh Joel pun perlahan naik menandakan anak itu terserang demam.

"Sakit, Yah ...." Lirihan itu mampu mencubit hati Raga.

"Nda! Tolong ambil jaket Adek!" Teriakan Raga terdengar membuat Keisya berlari cepat ke kamar Joel untuk mengambil jaket.

"Kenapa, Yah?" tanya Keisya yang berlari tak karuan dengan jaket Joel di tangan kanannya.

"Adek tiba-tiba demam, Nda. Napasnya kaya sesek gitu, kita ke rumah sakit aja. Takut kenapa-kenapa." Penjelasan Raga mampu membuat Keisya segera mendekati tubuh lemah Joel.

"Adek, pakai jaket dulu, ya, Nak." Suara Keisya terdengar bergetar, air mata pun tak mampu dibendung hingga mengalir deras membanjiri pipi Keisya.

"Bunda, aku gapapa. Jangan nangis," ujar Joel berusaha mengusap air mata di pipi bundanya.

Keisya sebisa mungkin mempertahankan kesadaran Joel sembari menunggu Raga yang mengambil kunci mobil dan beberapa keperluan lainnya. Hatinya sakit saat mendengar rintihan Joel. Akan tetapi, hatinya jauh lebih sakit saat Joel justru sibuk menenangkan dirinya yang menangis. Di saat seperti ini, Keisya benar-benar merasa gagal sebagai orang tua. "Dek?" Keisya menepuk pipi Joel beberapa kali berharap kembali mendengar suara Joel.

Tangan Keisya bergetar saat tak mendapat respons dari anaknya. "Yah! Adek, Yah!" Teriakan panik tersebut di susul dengan derap langkah Raga yang tergesa-gesa. Sore itu, kediaman Adhytama yang awalnya damai mendadak dipenuhi teriakan panik Keisya.

Hati ibu mana yang masih baik-baik saja melihat anaknya kesakitan?

.
.

—tbc

Joel's Wishlist [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang