Semangat, Joel

259 28 2
                                    

HAPPY READING
.
.

Setelah beberapa hari dirawat, keadaan Joel berangsur-angsur membaik. Hari ini adalah jadwal kemoterapi Joel. Meski sudah beberapa kali melakukan kemoterapi, tetapi Joel tetap gugup dan takut akan efek samping yang akan ia alami. Meski Joel mendapat efek samping tidak separah pasien lain, Joel tetap takut.

"Semangat!" Meski Athar mengatakan hal tersebut seribu kali pun, Joel tak yakin dapat menghilangkan rasa gugupnya.

Tiga puluh menit lagi Joel akan memasuki ruangan khusus untuk melakukan kemoterapi. "Nanti Joel sendirian aja." Kalimat tiba-tiba tersebut membiat Raga mengalihkan perhatiannya.

"Kenapa gitu, Dek? Ayah bisa nemenin Adek di dalam." Raga dapat melihat Joel menggelengkan kepala tanda tak setuju dengan perkataannya. "Kenapa? Boleh Ayah tau alasannya?" tanya Raga.

Joel yang tengah duduk di atas brankarnya menundukkan kepala. Tanggan bertaut untuk menghilangkan gugup yang tiba-tiba saja melanda. "Aku ga mau Ayah, Bunda, Aa, atau Mas terpapar obat kemo." Jawaban tersebut mampu membungkam seluruh anggota keluarga Joel.

"Pangeran, gapapa, loh, padahal. Kalau salah satu di antara kami kena paparan obat Pangeran, itu bukan masalah serius. Ga seberapa sama sakit yang Pangeran rasain." Pendapat Athar mendapat persetujuan dari Mahesa yang menganggukkan kepalanya.

"Aa gapapa, Dek. Kami semua gapapa. Ga mungkin kami biarin Adek sendirian nahan sakit di ruangan itu. Kami sayang sama Adek. Nanti biar Aa yang temenin, ya?" tutur Mahesa

Joel terharu mendengar kalimat tersebut. Ia memeluk tubuh Keisya yang duduk di sampingnya. "Makasih semuanya," ucap Joel, "setelah kemo, ada yang mau aku minta, boleh?" Joel menatap anggota keluarganya penuh harap.

"Boleh, tapi kali ini ga janji, ya? Kalau kondisi Adek membaik Ayah sama Bunda bakal izinin." Raga menjawab dengan pandangan yang tak luput dari putra bungsunya.

"Cuma mau piknik sama temen-temen aja, boleh, kan? Ini wishlist kedua aku, Yah."

Mendengar hal tersebut, Raga yang masih merasa bersalah akan kejadian beberapa hari lalu pun mau tak mau setuju. Jika hanya piknik, Raga bisa mengatur lokasi agar Joel tidak kelelahan karena perjalanan jauh. "Di halaman belakang aja pikniknya mau?" tanya Raga memastikan idenya diterima oleh Joel.

Joel mengangguk dengan penuh semangat dan senyum yang selalu tampak indah. "Gapapa, kata Mas Athar yang penting kebersamaannya!"

Tak terasa tiga puluh menit terlewati, kini Joel dan Mahesa telah mamasuki ruangan di mana Joel akan mendapat obat kemoterapi melalu infus. Meski harapan untuk sembuh itu hanya lima persen, Joel tidak akan menyerah dengan penyakitnya.

-

Enam jam berlalu sejak obat kemoterapi memasuki tubuh Joel. Kini Joel masih berada di ruang rawatnya. Meski setelah kemoterapi keadaan Joel stabil, Raga khawatir jika membawa Joel pulang ke rumah. Sejauh ini Joel hanya mengalami pusing dan mual yang akan segera mereda.

Keisya, Raga, dan Athar tengah pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan makan malam. Kini giliran Mahesa yang menjaga Joel. Mahesa sendiri sudah makan dan mandi setelah menemani Joel kemoterapi.

Tangan Mahesa mengusap keringat dingin yang membasahi kening Joel. Sesekali ia memijit pelan kepala adiknya yang mungkin saja terasa pusing. Mahesa menyimpulkan demikian karena ia melihat beberapa kali Joel mengerutkan dahinya saat tertidur.

"Aa." Lirihan tersebut menyadarkan Mahesa dari lamunannya.

"Iya, Dek? Ada yang sakit?" tanya Mahesa saat melihat Joel semakin tidak nyaman.

"Mau muntah."

Mahesa dengan sigap mengambil wadah agar Joel dapat memuntahkan isi perutnya di wadah tersebut. Mahesa membantu Joel memiringkan tubuhnya yang lemas, lalu mengurut tengkuk Joel pelan saat sang adik mulai memuntahkan isi perutnya.

Setelah menunggu beberapa menit hingga mual yang Joel alami mereda, Mahesa pun kembali membaringkan tubuh Joel dan mengelap bibir serta dagu Joel yang sedikit terkena muntahan. "Udah mendingan mualnya?" tanya Mahesa untuk memastikan.

"Udah, maaf, ya, A." Joel kembali memejamkan matanya saat kepalanya terasa berputar untuk beberapa saat.

"Aa buang ini dulu ke toilet, ya, Dek?" Mahesa berpamitan untuk membersihkan wadah yang ia gunakan saat Joel muntah tadi.

Melakukan hal tersebut selama lima tahun membuat Mahesa tidak lagi merasa jijik atau semacamnya. Mahesa merasa, apa yang ia lakukan tidak sebanding dengan Joel yang sudah bertahan hingga sejauh ini.

Setelah kembali dari toilet, Mahesa melihat Joel yang termenung menatap jendela ruang rawatnya. "Adek mau makan apel?" Pertanyaan tersebut mengalihkan perhatian Joel.

"Mau," lirihnya membuat Mahesa tersenyum mendapat jawaban tersebut.

Mahesa dengan telaten mengupas kulit apel yang akan Joel makan. Mahesa juga memotong apel tersebut menjadi beberapa bagian. Setelahnya, Mahesa mengatur brankar Joel agar adiknya bisa duduk bersandar dengan nyaman.

"Gimana perasaan Adek?" tanya Mahesa sembari menyuapkan potongan apel ke mulut Joel.

Joel mengunyah apelnya pelan, tanpa terburu-buru menjawab pertanyaan Mahesa. "Lumayan. Adek ngerasa kemo kali ini ga seburuk sebelumnya," jawab Joel. Meski lemas dan rasanya tidak ingin banyak bicara, Joel tidak bisa jika hanya diam saat Mahesa rela tidak bekerja demi dirinya. "Aa, kalau aku bilang ke Aa tentang wishlist ketigaku sekarang gimana?" Joel menatap Mahesa yang balik menatapnya.

"Boleh, dong, kenapa engga?" Mahesa meletakkan piring kecil berisi apel ke atas nakas, lalu fokus Mahesa sepenuhnya teralihkan pada Joel.

"Yang ketiga ini bakal susah, tapi aku pengen banget. Aku kangen jalani hari-hari dengan normal. Aku ... pengen sekolah umum lagi, A." Kalimat panjang yang awalnya Mahesa nanti dengan penuh senyuman kini justru melunturkan senyum Mahesa.

Bukannya Mahesa tidak ingin adiknya merasa bahagia, hanya saja ... membiarkan Joel sekolah umum sedikit berat bagi ia juga anggota keluarga yang lain. Joel adalah permata yang mereka jaga, di dalam rumah saja mereka masih takut jika Joel tak terlihat batang hidungnya, apa lagi jika Joel melewati hari yang melelahkan di sekolah. "Aa ga bisa, Dek. Ayah sama Bunda juga pasti ga bisa. Bukan ga boleh, tapi belum."

Jawaban Mahesa kali ini mampu membuat Joel meneteskan air matanya. Meski begitu Joel tak marah, karena ia tahu, yang Mahesa dan keluarganya khawatirkan adalah kondisi kesehatan Joel sendiri. Ya, lagi pula sekolah umum bukan hal penting, begitu pikirnya. Jika Mahesa sudah mengatakan tidak, Keisya dan Raga pasti juga mengatakan tidak. Jadi tidak ada gunanya pula jika Joel menangis berharap keinginannya dituruti. Tak apa satu permintaan tak dapat dicapai, Joel masih punya dua wishlist lagi yang tersisa.

"Aa ke kantin dulu sebentar, ya? Mau beli kopi."

Joel mengangguk sebagai jawaban. Setelah Pintu ruang rawat Joel tertutup dari luar, Joel memgambil buku berwarna ungu dan pena yang ia letakkan di dalam laci nakas. Buku tersebut Joel buka dan tangannya mulai menulis beberapa kalimat.

Joel's Wishlist

1. Nge-vlog bareng Mas Athar. ✅
2. Piknik sama temen-temen. (Udah diizinin Ayah dan yang lain)
3. Sekolah umum. ❎

Joel menatap wishlist keempatnya dengan tatapan sendu. Yang ketiga aja ga bisa terwujud, apa lagi ini? batin Joel sedih.

.
.

-tbc

Joel's Wishlist [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang