🦋
🦋
🦋
🦋Selesai pembelajaran, kini waktunya jam istirahat tiba. Harvy segera pergi meninggalkan kelas, melihat itu Asha langsung mengejar Harvy. Harvy menyadari gadis yang ia benci mengikutinya segera pergi ke rooftop.
Sesampainya di rooftop, Harvy hanya berdiri lurus menatap ke arah depan rooftop. Sementara itu, Asha hanya Dian menatap punggung Harvy dari dekat pintu masuk.
"Ngapain lo ngikutin gue?"
Nada suara Harvy terdengar penuh penekanan. Asha yang mendengar itu menelan ludahnya gugup, ia merasakan aura Harvy sangat buruk.
"K-kara, gue boleh nanya?" ucap Asha dengan suara menahan gugup.
"Jangan panggil gue pake nama itu!!"
Harvy berteriak marah ketika mendengar nama panggilan yang biasa Mona ucapkan untuknya kini berganti dengan suara gadis yang membuat ia harus kehilangan kekasihnya. Sementara itu mendengar suara Harvy, mata Asha perlahan berkaca kaca. Ia merasa takut dengan Harvy, Harvy berbalik badan dan segera menghampirinya. Asha bergerak mundur perlahan dengan air mata yang menumpuk di pelupuk matanya.
Punggung Asha menabrak dinding samping pintu rooftop, Harvy langsung menahan kedua tangannya disamping sisi kanan kiri Asha agar gadis itu tidak kabur dan mengunci pintu rooftop tersebut. Asha menatap Harvy dengan tubuh yang bergetar namun ia berusaha untuk menguatkan dirinya.
"Mona ada dimana?" ucap Asha.
"Lo nanya Mona ada dimana?"
Asha mengangguk pelan mendengar ucapan Harvy, melihat reaksi gadis di depannya membuat Harvy tertawa pelan. Harvy mendekat ke arah telinga Asha dan berbisik pelan.
"Mona udah mati dan itu karena lo pembunuh"
Mata Asha perlahan meneteskan air mata yang ia tahan, tubuhnya terdiam kaku. Ia merasa seperti ada batu besar yang menghantam dirinya.
"Mona mati karena donorin jantungnya buat lo"
Harvy berucap dengan suara serak dan tatapan yang perlahan penuh kesedihan namun menyimpan rasa benci yang dapat dilihat oleh Asha.
"L-lo bohong kan, Mona gamungkin pergi"
Asha menggelengkan kepalanya pelan, ia menghapus air matanya kasar dan bergumam pelan bahwa Mona tidak mungkin meninggalkannya. Badan gadis itu bergetar ketakutan. Melihat itu gadis di hadapannya membuat Harvy benci karena teringat bayang bayang Mona.
"Lo emang pembunuh Asha Shirenna! Dan lo adalah penyebab Mona mati!!"
Harvy berteriak di hadapan Asha yang membuatnya segera menutup kupingnya. Asha terus berteriak dan menggeleng ketakutan sambil mengatakan bahwa ia bukan pembunuh. Harvy yang melihat gadis di hadapannya dengan tatapan datar. Asha jatuh terduduk di depan Harvy masih terus berteriak ketakutan.
"Sampe kapanpun lo tetep pembunuh Mona, Asha Shirenna"
Harvy mengangkat dagu Asha agar menatapnya dan pergi begitu saja tanpa memedulikan kondisi Asha yang terlihat sangat ketakutan dan histeris. Disisi lain, Jinan mencari adiknya dengan perasaan khawatir. Akhirnya Jinan berfikir untuk ke rooftop, sesampainya disana ia melihat adiknya sedang memeluk lutut takut sambil bergumam bahwa ia bukan pembunuh.
"Adek kamu kenapa?" Jinan memegang tangan adiknya yang bergetar ketakutan.
"K-ka Mona gamungkin mati kan" Asha berucap dengan suara bergetar yang membuat Jinan terdiam, namun Asha segera mengguncangkan badan kakanya agar menjawab pertanyaannya.
"Nanti pulang kampus kamu ikut kaka" Jinan segera membawa Asha kepelukannya. Asha pun hanya mengangguk pelan di pelukan Jinan.
"Udah sekarang kamu masuk kelas lagi yaa"
Jinan segera menggandeng adiknya dan mengantarnya kembali ke kelas karena bell sudah berbunyi. Setelah selesai mengantar adiknya, Jinan kembali ke fakultasnya.
Selesai mata kuliah Asha, ia hanya diam di bangkunya sambil melamun. Sementara itu Harvy meliriknya sebentar lalu pergi meninggalkan ia dan Althar berdua.
"Sha, lo ga balik?" tanya Althar sembari menatap Asha. Yang ditanya pun hanya menggelengkan kepalanya pelan, Jinan memasuki kelas adiknya dengan langkah terburu buru. Asha yang mendengar suara kakanya langsung menengok.
"Ayo pulang ka" Asha segera berdiri dan meninggalkan Althar bersama Jinan, melihat itu Althar hanya bisa menghela nafas pelan. Jinan pun langsung menyusul adiknya.
Sesampainya di parkiran kampus, Asha hanya diam sembari menunggu di depan mobil Jinan. Entah mengapa ia merasa tidak enak dengan perasaannya, Jinan pun segera menghampiri adiknya yang sudah menunggu dan mereka segera masuk ke dalam mobil.
1 jam ditempuh Jinan membawa Asha pergi ke tempat tujuannya, kini mereka telah sampai. Asha terlihat bingung ketika keluar dari mobil, ia pun segera menatap Jinan dengan penuh tanya. Jinan hanya diam dan menariknya masuk ke dalam tempat tujuan mereka yaitu, tempat peristirahat terakhir Mona.
Mereka masuk ke dalam dengan langkah pelan, Asha merasa dadanya terasa sesak semakin ia mendekati tempat itu. Sampai di depan foto Mona, Asha jatuh berlutut dengan mata yang berkaca kaca. Jinan pun hanya diam melihat adiknya, membiarkan Asha meluapkan apa yang ia rasakan. Asha menangis dan berteriak histeris memanggil nama Mona, ia merasa hancur mengetahui fakta sahabat kecilnya pergi meninggalkannya.
"K-ka ini bohong kan, M-mona gamungkin tinggalin adek kan" Asha terisak dan menatap Jinan hancur. Jinan pun langsung memeluk adiknya dan menenangkan Asha yang terlihat shock mengetahui fakta tersebut. Asha terus bergumam menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Mona.
"Mona meninggal bukan karena kamu dek" Jinan berbisik di kuping Asha berusaha agar adiknya tidak terus terusan menyalahi dirinya sendiri, perlahan tubuh Asha melemas dan ia jatuh pingsan. Jinan yang melihat adiknya pingsan pun panik dan langsung membawa Asha pulang.
Sesampainya di rumah, Jinan segera memanggil Runa sembari menggendong Asha. Runa yang mendengar teriakan Jinan langsung turun dan melihat putrinya pingsan di pelukan Jinan.
"Abang! Adek kenapa itu?" Runa panik melihat kondisi anaknya. Jinan pun segera menaruh adiknya di sofa dan menjelaskan semuanya kepada Runa. Mendengar kondisi anaknya Runa pun segera menepuk pipi Asha pelan dan memanggilnya, perlahan mata Asha terbuka. Ia merasa kepalanya sangat pusing dan ia melihat Runa yang sedang menatapnya khawatir.
"Adek kamu gapapa kan?" tanya Runa. Asha pun menggeleng pelan, matanya berkaca kaca ia menatap Runa sedih dan kembali menumpahkan tangisnya. Runa pun segera memeluk Asha berusaha untuk menenangkan putrinya.
"M-ma adek gabisa tanpa mona, kenapa m-mona ninggalin adek" Asha terisak di pelukan Runa dan memeluknya erat. Jinan yang melihat adiknya pun meneteskan air matanya, ia merasakan sedihnya Asha ditinggal sahabat kecilnya itu. Runa pun menenangkan Asha dan menjelaskan bahwa itu sudah takdir.
Asha berusaha untuk menenangkan dirinya, ia mengangguk mendengar ucapan Runa. Asha hanya diam di pelukan Runa, sampai beberapa menit kemudian Asha tertidur karena kelelahan. Melihat itu Runa langsung meminta Jinan membawa adiknya ke kamar untuk beristirahat.
🦋
🦋
🦋
🦋Yang mau kasih kata kata buat Harvy boleh yuk...
Kira kira next Harvy bakal gimana ke Asha ya?
Jangan lupa vote dan komen. Semangat stream teume💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt
Non-FictionAsha Shirenna gadis dengan keluarga dan sahabat yang sempurna, namun siapa sangka jika semuanya bisa berubah hanya karna sebuah masalah yang datang menghampirinya. Mengetahui fakta yang seharusnya tidak ia ketahui dan mendapat cacian seorang pembunuh